Thursday, February 11, 2021

Mengubah Perilaku


BARU-baru ini, saya berselisih dengan satu saudari Subud dari Jakarta Selatan. Sebut saja namanya Enes (bukan nama sebenarnya). Ia merasa saya telah memfitnahnya dengan mengatakan kepada saudari Subud lainnya via WhatsApp bahwa ia positif COVID-19. Saya tidak bermaksud memfitnahnya, melainkan ingin memastikan melalui saudari Subud lainnya itu apakah benar kabar yang beredar bahwa Enes yang akhir Desember 2020 lalu nekat berlibur ke Jawa Timur karena menganggap sebagai orang Subud dia kebal terhadap penyakit.

Terserah dialah, tapi yang tidak boleh diabaikan adalah mereka yang akan dia kunjungi; apakah mereka menganggap diri mereka kebal atau tidak. Enes mengaku sudah menghubungi saudara-saudara Subud di Jawa Timur, dan beberapa di antaranya bersedia menyambutnya. Dia juga mengatakan bahwa dia sudah mengikuti prosedur rapid test.

Belakangan, ada yang menghubungi saya melalui jalur pribadi (japri), bahwa Enes pernah menghubunginya tapi dia sengaja tidak menjawab, karena khawatir Enes tersinggung bila keinginannya mengunjungi ranting asal orang yang menghubungi saya ini ditolak. Orang tersebut mengatakan bahwa dia dan para anggota maupun pembantu pelatih di rantingnya sudah merasakan—bila tidak dapat dikatakan “testing kejiwaan”—bahwa Enes membawa potensi penyakit.

Saya tidak tanyakan langsung ke Enes karena saat itu dia sedang sakit demam—kemungkinan COVID-19, karena beberapa waktu sebelumnya dia juga sudah dinyatakan positif tapi OTG (orang tanpa gejala), sehingga saya khawatir pertanyaan saya akan membuat dia stres lantas sakitnya semakin menjadi-jadi. Jadi, saya WA japri satu saudari Subud lainnya, yang akrab dengan Enes, untuk menanyakan apakah yang dirasakan oleh saudara Subud dari satu ranting di Jawa Timur itu benar adanya. Entah apa yang ada di pikiran si saudari Subud ini, dia diam-diam meneruskan pesan WA saya ke Enes. Enes juga heran, mengapa saya berulang kali membuat masalah, padahal sudah Latihan Kejiwaan cukup lama.

Dari situlah muncul keadaan yang tidak mengenakkan di antara kami, hingga saya meminta dia untuk menjauhi saya bilamana perilaku saya dia anggap keterlaluan dan sudah berulang kali terjadi.

Usai WhatsApp-an dengan Enes, saya merenung di carport rumah saya. Saya membatin berkali-kali, “Ya, Tuhan, aku sudah belasan tahun Latihan Kejiwaan, tapi kenapa perilaku burukku tak juga hilang? Kenapa sulit sekali bagiku untuk menjadi baik?!”

Tiba-tiba saya tersentak. Saya seketika menerima, “Tujuan kamu masuk Subud bukanlah untuk menjadi baik. Tapi supaya hidup kamu menjadi lebih mudah dengan bimbingan Tuhan. Dengan hidup kamu mudah, otomatis kamu akan jadi baik, karena tidak ada lagi pertentangan-pertentangan dengan diri sendiri maupun orang lain.”

Saya tercenung. Selama ini, saya sudah sering menghadapi pertanyaan, baik dari saudara-saudara Subud maupun dari teman-teman Subud, mengapa saya masuk Subud? Apa tujuan saya masuk Subud? Pertanyaan mereka barangkali karena mereka menyaksikan betapa perilaku saya banyak yang belum berubah seiring hampir 17 tahun saya aktif berlatih kejiwaan Subud.

Sehari sesudah mendapat penerimaan yang berharga bagi saya di carport rumah saya itu, saya bermimpi dalam tidur saya di malam hari. Dalam mimpi itu saya bertamu ke rumah Ibu Siti Rahayu Wiryohudoyo di Pamulang, Tangerang Selatan. Saya datang ke beliau untuk meminta nasihat, bagaimana saya dapat mengubah perilaku saya, dari buruk menjadi baik.

Dalam mimpi itu, saya dan Ibu Rahayu duduk bersebelahan di ruang tamu rumah beliau, hanya beda kursi. Saya duduk di armchair, sedangkan Ibu Rahayu di sofa. Ibu Rahayu menyentuh lengan saya, sementara saya memegang cangkir berisi teh yang telah beliau hidangkan. Ibu Rahayu berkata dengan lembut, yang selalu menjadi ciri khas beliau, “Saudara ingin tahu bagaimana mengubah perilaku dari buruk menjadi baik? Jangankan saudara, saya sendiri juga tidak tahu... bila Tuhan tidak menghendaki. Apa-apa, saudara ikuti saja kehendak Tuhan. Karena yang buruk itu kadang berguna bagi saudara, baik bagi saudara.”

Usai Ibu Rahayu berkata demikian, usai pula mimpi saya. Saya terbangun dengan perasaan lega. Puji Tuhan.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 12 Februari 2021

No comments: