Thursday, February 11, 2021

Mengenal Diri

Gnoti seauton kai meden agan—kenalilah dirimu, dan jangan berlebihan.”

—Socrates

 

CITA-cita saya sejak kecil hingga SMA adalah menjadi tentara, mengikuti jejak ayah saya yang adalah seorang perwira menengah TNI Angkatan Darat.

Tetapi sejalan dengan waktu, saya mulai menyadari bahwa menjadi tentara bukanlah jalan saya. Karena profesi tentara memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan kepribadian saya: Saya tidak suka diperintah, apalagi dengan suara bentakan, saya tidak bisa diam membiarkan sesuatu yang keliru dan cenderung mengomentari kekeliruan sambil menawarkan solusi perbaikan, dan saya bukan tipe orang yang suka menyembunyikan emosi—kalau sedih ya sedih, kalau gembira ya saya ungkapkan kegembiraan saya.

Ayah saya tentu saja kecewa dengan keputusan saya untuk tidak menjadi tentara sebagaimana beliau. Tetapi beliau tidak mengungkapkan kekecewaan itu dan sebaliknya terus mendukung saya. Kekecewaan beliau agak terobati ketika saya memilih untuk mengkaji sejarah militer di bangku kuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dengan begitu, saya masih antusias bertanya ke ayah saya mengenai pengalaman-pengalaman beliau semasa Perang Kemerdekaan 1945-1949, yang kemudian menjadi tema skripsi saya. Obrolan-obrolan saya dengan beliau seputar “kisah perang” yang beliau alami sendiri bahkan mewarnai catatan-catatan kaki di skripsi saya, yang menerangkan bahwa suatu penjelasan dalam narasi utama skripsi bersumber dari wawancara dengan Mayor TNI Purn. Slamet.

Bertahun-tahun kemudian, saya menangani proyek majalah The Horizon—Official Magazine of the Indonesian Navy dan Cakrawala, majalah TNI Angkatan Laut yang diterbitkan oleh Dinas Penerangan Angkatan Laut (Dispenal), Markas Besar Angkatan Laut (Mabesal). Untuk pekerjaan ini, saya pun berhubungan intens dengan para perwira tinggi dan menengah di lingkungan TNI Angkatan Laut yang berdinas di Dispenal Mabesal.

Beberapa kali saya berbenturan kepentingan dengan perwira menengah yang bertanggung jawab atas pengerjaan majalah-majalah tersebut. Saya biasanya mengalah, apalagi kalau dia sudah pakai mantera “loyalitas”. Loyalitas kepada atasan di lingkungan TNI amat dijunjung; perintah atau arahan atasan adalah “harga mati”, yang sebagai tentara harus dihormati dan dipatuhi, tanpa keraguan atau komentar. Loyalitas bagi orang sipil berkepribadian seperti saya malah tidak ada artinya; hanya sebuah jargon konyol yang saya pelesetkan jadi “Lagak Orang YAng Lugu tIada baTAS”.

Nah, melalui proyek pengerjaan majalah inggriya TNI Angkatan Laut inilah seolah Tuhan memastikan bahwa keputusan saya di masa SMA dahulu tidak salah. Sifat-sifat bawaan saya membuat saya sama sekali tidak cocok untuk menekuni profesi di dunia kemiliteran. Dari pengalaman inilah saya belajar tentang pentingnya mengenal diri.

Dengan mengenal diri, kita akan mampu menjauh dari kehidupan yang menyengsarakan kita. Karena kita akan dapat mengambil keputusan-keputusan atau memilih di antara berbagai pilihan—pilihlah yang sesuai dengan diri pribadi kita. Dengan mengenal diri juga kita akan mampu membuka jalan untuk menjadi diri sendiri, dan bukan menjadi pribadi yang dibentuk oleh apa kata orang.

Mengenal diri sendiri sangat penting untuk kita, karena dengan mengenal diri sendiri kita menjadi tahu akan kekurangan serta kekuatan diri kita. Dengan demikian, kita akan lebih mudah untuk mengoptimalkan kekuatan di dalam diri kita. Potensi kesintasan (survivability) kita dalam menjalani hidup menjadi lebih besar dengan kita mengenal kelebihan dan kekurangan kita. Kita akan tahu apa yang patut kita tempuh dan apa yang tidak.

Penderitaan yang menimpa banyak orang dewasa ini, dengan kehidupan modern yang sarat ketergantungan pada teknologi informasi, adalah karena tidak mau mengukur kapasitas diri, dan cenderung mengikuti begitu saja tren yang ada, karena malu atau takut dianggap melawan arus utama. Dengan mengenali diri, mengidentifikasi kemampuan atau potensi yang kita miliki, kita akan terhindar dari keputusan yang salah. Memang, dengan mengenal diri dan bertindak atas kemampuan sejati kita membawa kita keluar dari zona nyaman.

Inilah yang menyebabkan banyak orang emoh mengenal diri mereka sendiri, dan sebaliknya membiarkan diri hanyut dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan dirinya. Ya, terserah saja, kehidupan Anda adalah milik Anda sendiri, Anda yang putuskan bagaimana sebaiknya. Tapi saran saya, sebelum memutuskan, cobalah kenali diri Anda sendiri terlebih dahulu.©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 12 Februari 2021

No comments: