Wednesday, September 26, 2018

Latihan Selamanya

Hall Latihan Kejiwaan di kompleks Wisma SUBUD Cilandak, Jl. RS Fatmawati No. 52, Jakarta Selatan.


“LATIHAN Kejiwaan itu kayak gimana, sih? Apakah kayak meditasi? Semedi? Kebatinan?”

Pertanyaan seperti di atas seringkali saya terima dari teman-teman dan famili saya ketika mereka tahu saya aktif di Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budhi Dharma (SUBUD) dan bahwa hal utama yang rutin saya lakukan di SUBUD adalah Latihan Kejiwaan. Menjelaskan apa itu Latihan Kejiwaan itu sama sulitnya seperti menjelaskan ke orang yang belum pernah makan, misalnya, soto ayam Lamongan tentang rasa soto ayam Lamongan. Kata-kata dalam bahasa apa pun yang Anda gunakan untuk menjelaskannya takkan mampu membawa seseorang untuk mengerti bagaimana Latihan Kejiwaan itu.

“Latihan itu bukan ini, bukan itu, melainkan yang kamu terima,” kata saudara tua saya, Pak Djoko Mulyono Hardjopramono (meninggal tahun 2010), suatu ketika bertahun-tahun yang lalu kepada teman-teman sekantor saya yang berminat masuk SUBUD.

Betul, dalam Latihan yang akan Anda rasakan atau terima hanya Anda sendiri yang tahu. Makanya, di SUBUD tidak ada ajaran maupun pelajaran, tidak ada guru, dan tidak ada teori yang dapat disampaikan. Semua teori gugur begitu penerimaan (receiving) dalam Latihan menjadi kenyataan. Dasar dari pemahaman kita di SUBUD, karena itu, adalah kenyataan-kenyataan yang kita terima dalam praktik kehidupan yang terbimbing oleh Latihan Kejiwaan atau “bimbingan Tuhan”. Di SUBUD tidak diperlukan adanya guru, karena setiap orang berbeda dari yang lainnya, baik lahirnya maupun “isi”nya. Yang cocok bagi orang lain, belum tentu pas bagi Anda.

Latihan juga bersifat berkesinambungan, baik Anda menyadarinya atau tidak. Sejak Anda dibuka—momen di mana seorang kandidat anggota SUBUD menerima Latihan Kejiwaan untuk pertama kalinya, dengan atau tanpa didampingi pembantu pelatih, Latihan itu terus ada bersama Anda. Dan Anda tidak bisa ditutup lagi setelah Anda menerima pembukaan di SUBUD. Banyak anggota SUBUD yang menghilang, pergi dan tak pernah kembali lagi sejak dibuka ataupun setelah beberapa saat melakukan Latihan di lingkungan Wisma SUBUD. Latihan ini tidak bisa diatur-atur, diniatkan, diminta, dinanti-nanti, sehingga acap membuat pelatih (pelaku Latihan) merasa bosan, jenuh, kesal, kecewa, marah, sehingga akhirnya hengkang dari SUBUD. Bagaimanapun, hengkangnya seseorang dari SUBUD dan berhenti melakukan Latihan tidak lantas membuatnya tertutup kembali. Latihan itu, nyatanya, terus hidup di dalam dirinya. Cepat atau lambat, atau mungkin juga tidak, yang pergi akan kembali berlatih.

Bagi saya, Latihan Kejiwaan merupakan proses pembelajaran berkelanjutan (continuous learning process); Latihan ini akan terus berlangsung bahkan ketika saya sudah tidak di dunia ini. Latihan Kejiwaan adalah sarana bagi saya untuk melatih jiwa saya yang sudah sekian lama—sejak saya dilahirkan di dunia dan akal pikiran saya mulai dikenalkan pada ajaran-ajaran dunia—tidur. Jiwa saya ketika dibangunkan dari tidur itu seperti orang yang kebingungan melihat berbagai kenyataan di dunia yang tidak sejalan dengan yang pernah dikenalnya ketika ia menjadi satu-satunya yang membimbing saya, yaitu ketika saya masih bayi. Sejak saya menerima Latihan ini, perlahan-lahan, berangsur-angsur, saya mulai kembali bergantung pada tuntunan jiwa saya. Memang sulit, karena akal pikiran saya selalu saja menyela. Saking sulitnya, makanya saya harus rajin berlatih kejiwaan, rajin niteni (menganalisis diri) kapan jiwa saya yang berperan dan kapan nafsu menunggangi akal pikiran saya. Karena itulah, disebut Latihan; ia harus dilakoni terus-menerus dengan momen “bertanding”nya adalah ketika saya menjalani hidup saya.

Seperti apakah Latihan Kejiwaan itu? Tentu setiap orang berbeda pengertiannya, tergantung dari pengalaman yang ia lalui dalam suatu saat Latihan. Yang sama adalah bahwa setiap anggota SUBUD biasanya menenangkan diri terlebih dahulu di pinggir ruangan Latihan (anggota SUBUD menyebutnya “hall”, dari bahasa Inggris yang berarti “ruangan yang relatif besar dan lapang yang tertutup oleh dinding dan atap”). Tujuan dari penenangan diri ini adalah untuk mengikis sisa-sisa pemikiran yang tertinggal di benak kita. Dalam bahasa SUBUD disebut “kekotoran” atau “sampah dunia”, hingga “cangkir pengetahuan” kita sama sekali kosong, dan siap untuk dituangi bimbingan Tuhan Yang Maha Kuasa. Saat menenangkan diri itu kita akan merasakan vibrasi atau getaran seperti kesemutan atau tersengat listrik berdaya kuat sampai lemah. Setiap anggota melakukan penenangan diri dengan durasi yang berbeda-beda; ada yang cepat, ada pula yang membutuhkan waktu yang cukup lama; tergantung dari seberapa banyak kekotoran yang menumpat di cangkir pengetahuan kita.

Ada yang menyebut Latihan Kejiwaan itu adalah latihan berserah diri. Bisa jadi begitu, tetapi yang saya alami adalah ketika saya sudah berserah dirilah Latihan itu mulai mengisi dan meliputi diri saya. Seorang anggota SUBUD dari Perth, Australia, pernah bertanya di grup Facebook “Subud Around the World”, apa yang seharusnya ia serahkan (surrender) dalam Latihan. Saya menjawabnya, bahwa akal pikirannyalah yang harus ia serahkan agar tenang.

Saat menenangkan diri, seorang anggota akan terdorong secara spontan untuk melakukan gerakan-gerakan tertentu, yang tidak teratur dan tidak berarti apa pun maupun teratur seperti orang sedang menari atau melakukan jurus-jurus ilmu bela diri. Ia juga akan spontan bersuara, entah itu nyanyian, luapan kemarahan, tawa, menangis, atau kata-kata tak bermakna seperti bayi yang sedang belajar bicara. Anda dapat terdorong untuk berjalan, berlari, melompat, atau bahkan diam saja laksana patung. Semuanya dengan keadaan mata tertutup; bagaimanapun saya mengenal beberapa anggota SUBUD yang melakukan Latihan dengan kedua mata terbuka, yang merupakan suatu gerak spontan pula, bukan diniatkan agar terbuka matanya.

Latihan ini, sebagaimana dianjurkan oleh Bapak Subuh, pendiri Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budhi Dharma (SUBUD) dan orang pertama di dunia yang menerima Latihan ini, sebaiknya dilakukan selama setengah jam dalam satu kali jadwal Latihan rutin Anda. Para anggota baru biasanya didampingi seorang atau lebih pembantu pelatih, karena mereka rata-rata belum bisa menghentikan sendiri Latihannya. Saya, meskipun sudah cukup lama berlatih, kadang masih keterusan Latihannya, melebihi setengah jam. Bila sudah kelamaan, saya hanya perlu memohon kepada Tuhan agar Latihan saya dihentikan. Walaupun begitu, tidak berarti Latihan saya telah pergi. Latihan itu terus ada selamanya.©2018


Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 26 September 2018

No comments: