Wednesday, September 26, 2018

Bimbingan di Mana-Mana


SAYA jarang membicarakan bimbingan Tuhan yang saya rasakan dalam Latihan Kejiwaan, kecuali dengan saudara-saudara SUBUD. Itu pun tidak semua; artinya, ada yang tidak mudah saya sampaikan, karena kata-kata tidak dapat membawa si pendengar atau pembaca kepada pengertian. Bagaimanapun, dalam Latihan, saya selalu menerima bimbinganNya. Bagaimana kalau di luar momen Latihan?

Saya sudah menginsafi bimbingan Tuhan ada di mana-mana, baik di dalam maupun di luar ruangan saya melakukan Latihan bersama-sama atau sendirian, sejak saya dibuka—menerima Latihan Kejiwaan pertama kalinya bagi kandidat anggota SUBUD—pada 11 Maret 2004. Kejadiannya begitu seringnya, sampai saya ragu kalau itu semua “kebetulan”. Dan kebetulan, saya tidak pernah percaya “kebetulan”; saya yakin, ada sesuatu yang lebih besar daripada eksistensi manusia yang mengatur bagaimana kita berpikir dan merasakan, berkata-kata dan berbuat.

Di luar ruangan tempat saya berlatih kejiwaan—biasanya di Hall Latihan SUBUD bersama saudara-saudara sejiwa atau di ruangan di rumah atau kantor saya—dan di luar kesadaran saya akan Latihan, saya kerap mendapatkan pengalaman-pengalaman yang membuat saya nyaris tak percaya bahwa mereka dapat terjadi. Tetapi, itulah kenyataan. SUBUD adalah kenyataan; SUBUD bukan ajaran maupun pelajaran, bukan teori yang bisa diurai panjang-lebar dengan kepandaian akal pikir kita atau kata-kata. Tidak ada ajaran di SUBUD; dari pendirinya, Bapak Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, pun tidak kita terima ajaran. Yang beliau sampaikan adalah kisah-kisah pengalaman beliau dengan Latihan Kejiwaan maupun bimbingan Tuhan yang menyertainya. Anda tidak diharapkan percaya, sampai Anda mengalaminya sendiri. Anda tidak dipaksa untuk percaya; tidak seperti ajaran agama, di mana bila Anda tidak mempercayainya Anda terancam masuk neraka atau tidak selamat di dunia.

Di SUBUD, kita boleh percaya maupun tidak percaya apa pun yang disampaikan orang lain, walaupun dia saudara sejiwa, walaupun asalnya dari ceramah Bapak Subuh atau ceramah Ibu Rahayu (putri Bapak yang pada 1990an didaulat menjadi “saudara tua” kepada siapa para anggota SUBUD berkonsultasi sebagaimana dahulu para anggota melakukannya terhadap sosok Bapak), walaupun dari mulut pembantu pelatih (helper). Seorang pembantu pelatih asal Amerika yang telah lama menetap di Indonesia mengatakan kepada saya, “Tidak ada larangan dan kewajiban yang harus kamu patuhi di SUBUD. Bapak mengatakan, anggota hanya dilarang stres dan wajib tertawa.”

Sejak dibuka di SUBUD, 14 setengah tahun yang lalu, pengalaman-pengalaman saya dengan bimbingan Tuhan sudah tak terhitung. Bila dituliskan akan menghasilkan berjilid-jilid buku, dengan satu buku mungkin mencapai tebal 1.000 halaman. Pengalaman pribadi saya tidak selalu saya ceritakan baik secara lisan maupun tertulis. Sebagian dari pengalaman-pengalaman itu pernah saya tuangkan di blog ini. Saya tidak peduli apakah pembaca percaya atau tidak. Tetapi saya percaya, pengalaman-pengalaman ini merupakan cara Tuhan mengajarkan saya, sebagai pedoman saya dalam menjalani hidup.

Bimbingan itu bekerja ketika saya bergerak maupun diam, dalam “bentuk” tuntunan bagi saya dalam melakukan pekerjaan, berinteraksi dengan orang lain atau kejadian, berinteraksi dengan alam, dengan diri saya sendiri (senandika alias “berbicara dengan diri sendiri”). Bimbingan itu mulai bekerja ketika pikiran saya berhenti berkoar-koar atau telah kosong dari pemikiran-pemikiran, gagasan-gagasan, angan-angan. Sebagai pribadi yang selalu tertinggal dalam pelajaran di sekolah maupun bangku kuliah, dengan nilai rapor yang banyak merahnya, sungguh ajaib bagaimana bimbingan itu menjadikan saya pribadi yang memiliki intelejensia tinggi, mampu memikirkan hal-hal rumit atau melakukan hal-hal yang tidak dapat saya bayangkan sebelumnya.

Bimbingan ini membuat saya menjadi pribadi yang terpimpin oleh diri sendiri (self-leading). Tiba-tiba saja saya bisa mengerti hal-hal yang tadinya tidak saya pahami, tiba-tiba saja saya dapat melakukan hal-hal biasa dengan cara-cara yang tidak biasa. Pendek kata, setelah aktif berlatih kejiwaan, semua kebisaan-kebisaan dan kebiasaan-kebiasaan lama saya hilang, berganti menjadi kebisaan-kebisaan baru dan senantiasa terbarukan (renewable), yang seringkali mencengangkan. Bimbingan ini, yang saya yakini berasal dari yang Ilahi (divine), dapat membuat saya menjadi seorang profesor ketika saya berhadapan dengan profesor, berlaku seperti pejabat ketika berhadapan dengan pejabat, bersikap seperti teman main yang mengerti kebutuhan anak saya, menjadi ayah dan suami yang menyayangi keluarga, menjadi konsultan branding yang membuat klien-klien saya takjub akan segala sesuatu yang saya ketahui dan saya berikan kepada mereka.

Di mana saja saya berada, kapan saja, dan apa pun yang sedang saya lakukan, bimbingan itu bagaikan “kembar siam” yang terus-menerus bersama saya. Hal itu membuktikan, Tuhan ada di mana-mana, lebih dekat dari yang saya kira. Karena bimbinganNya ada di mana-manalah, makanya saya tidak peduli meski eksistensi Tuhan tak kasat mata.©2018


Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 26 September 2018

No comments: