Tuesday, May 1, 2018

Manggarai Jakarta versus Manggarai Flores


TERKAIT peringatan satu abad usia Stasiun Manggarai yang saya posting sebelum ini, saya teringat pada satu pengalaman nyata yang kocak. Terjadinya pada tahun 1988, semasa saya masih mahasiswa tahun pertama di Universitas Indonesia. Saat itu, saya mempunyai teman seangkatan dan satu jurusan yang asal Flores, Nusa Tenggara Timur. Yosef Tor Tulis namanya.

Menyambut libur panjang menyusul ujian akhir semester tahun 1988, saya bertanya pada si Yosef, mau liburan ke mana dia. “Aku ya biasalah, di Manggarai,” kata anak muda Flores yang pernah sekolah di seminari untuk menjadi pastor tapi ditendang keluar lantaran ketahuan pacaran itu.

“Oh. di Manggarai aja? Apa nama jalan tempat kamu tinggal di Manggarai?” tanya saya.

Yosef menyebut alamat tempatnya—saya sebut saja Jalan Paulus, karena saya lupa nama sebenarnya, tapi saya ingat namanya berbau Katolik.

Karena masih lugu dan bego, saya dan teman-teman yang lain mengira Yosef selama musim liburan berada di Manggarai, Jakarta Selatan. Alhasil, karena kangen Yosef, saya dan beberapa teman pun mengubek-ubek seantero Kelurahan Manggarai, tapi tidak menemukan Jalan Paulus.

Ketika liburan berakhir dan kami kembali bersua di kampus, saya dan teman-teman yang telah bercapek ria blusukan di Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan, pun menyerang Yosef dengan makian dan kutukan: “Bangsat lo, Sef, ngasih alamat bo’ongan. Kita nyari-nyari se-Manggarai nggak nemu Jalan Paulus! Tukang tipu lo, bangsaaaattt!"

Dengan tenang dan polos, Yosef pun menjawab: “Ah kau, Lai (kontol, bahasa Flores), Manggarai Flores, bukan Manggarai Jakarta!”



Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 1 Mei 2018

No comments: