Tuesday, May 8, 2018

Ketika Usaha dan Doa Bertemu


TAHUN 1986 dan 1987, saya ikut ujian Sipenmaru (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Tanpa gembar-gembor saat itu, saya belajar tiap malam, saya lawan kantuk dan lelah, selama sebulan penuh mempersiapkan diri menghadapi Sipenmaru. Tak lupa sholat lima waktu, sholat Tahajud dan Hajat, yang juga dibantu Ibu saya dengan sholat-sholat yang sama serta doa-doa yang terus beliau panjatkan. Saya teringat pada pesan guru ngaji saya saat itu, almarhum Ust. Khaeruddin Bakri, “Percuma kamu sholat kalau hal itu tidak mengubah sikap dan perilakumu; kalau itu tidak mendorong kamu untuk berusaha ke arah yang lebih baik.”

Alhasil, dua tahun berturut-turut saya diterima di perguruan tinggi negeri. Pertama di IKIP Negeri Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta), kedua di Universitas Indonesia. Yang paling saya ingat waktu itu, Ibu saya menitikkan air mata dan memuji syukur kepada Tuhan karena telah membimbing saya untuk tekun berusaha maupun beribadah.

Ibu saya bersama Ayah saya di
rumah Pondok Jaya VII tahun 1995, saat Lebaran.
Saya membayangkan pagi ini, setelah membaca status-status teman Facebook dan Instagram yang anak-anaknya ikut SMBPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) hari ini, mendoakan dan menyemangati anak-anak mereka, jika semasa Ibu saya masih hidup sudah ada media sosial apakah beliau akan gembar-gembor tentang saya ikut Sipenmaru dan bagaimana beliau tiap tengah malam bangun buat sholat Tahajud dan mendoakan saya. Saya kira, beliau akan tetap sesunyi malam yang mengiringi saya belajar ekstra keras—sebagaimana yang beliau lakukan waktu itu.©2018


Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 8 Mei 2018

No comments: