Tuesday, May 1, 2018

Kehalusan Budi Ibu Kartini

Tiga wanita, tiga generasi: Istri saya (kanan), Nuansa (umur tiga bulan, tengah), dan Bu Tati Wardhana (kiri).


SUHARTATI nama utuhnya. Berderet gelar akademisnya, karena beliau gurubesar Ilmu Pakan Ternak di Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto. Lengkapnya: Prof. Dr. Ir. FM Suhartati, SU. Saya hadir dalam upacara pengukuhan beliau sebagai gurubesar universitas negeri ternama di Kabupaten Banyumas, JawaTengah, itu pada bulan Agustus 2007.

Prof. Suhartati, atau “Bu Tati”, adalah sesepuh dari PPK SUBUD Cabang Purwokerto. Saya memanggil beliau “Bunda”, karena sudah seperti orang tua saya sendiri. Bahkan sampai menimbulkan ironi, bila saya dan istri ke Purwokerto kami lebih sering menginap di rumah beliau, sementara keluarga besar ayah saya ada di kota itu. Ayah saya memang berasal dari kota di kaki Gunung Slamet itu.

Ketika pertama kali berkenalan dengan Bu Tati, pada Oktober 2005, kehalusan budi beliau mengingatkan saya pada sosok Ibu Kartini (ajaib, karena saya tahu Ibu Kartini juga hanya dari foto-foto di buku-buku sejarah, tapi saya dapat merasakan kehalusan budi Ibu Kartini). Betapa terkejutnya saya ketika menginjakkan kaki di rumah Bu Tati, yang tahun 2005 masih berlokasi di Jl. Merdeka, Purwokerto, saya melihat tanda Alif berbingkai. Tanda itu mengingatkan saya pada Raden Mas PandjiSosrokartono, kakak laki-laki kandung dari Ibu Kartini, yang terkenal sebagai spiritualis kondang pada masanya. Semasa hidupnya, RMP Sosrokartono memberikan rajah Alif kepada siapa saja yang datang kepada beliau untuk berobat. Kabarnya, gulungan kertas yang telah digores RMP Sosrokartono dengan tanda Alif itu pun terdapat di dalam lipatan peci yang dikenakan Bung Karno.

Konon, tanda aksara Alif itu bermakna “awal dari semua yang awal”, yaitu Allah. Semua orang yang datang berkonsultasi ke RMP Sosrokartono diberi rajah Alif, dengan nasihat bahwa yang bersangkutan hanya boleh mempercayakan kesembuhan dan pasrah kepada Allah.

Saya pun menanyakan keberadaan tanda Alif tersebut di dinding rumah beliau pada Bunda. Barulah Bunda bercerita bahwa tanda itu diwarisi dari kakek buyut beliau, RadenMas Pandji Sosrokartono. “Lho, berarti Bunda adalah cicit dari Ibu Kartini!” saya spontan berkomentar saat itu. Bu Tati mengangguk.

Panteeesss, kehalusan budi Ibu Kartini menurun ke beliau.

SELAMAT HARI KARTINI.



Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 21 April 2018

No comments: