Tuesday, May 1, 2018

Standar Ganda Ulama

SAYA pernah menangani komunikasi korporat dari perusahaan pemilik merek Bir Bintang. Ada cerita kocak bin aneh yang diceritakan klien saya ketika saya mengunjungi pabriknya di Tangerang.

Salah satu pabrik Bir Bintang, di Mojokerto, digruduk ulama yang keberatan dengan adanya pabrik miras di daerah yang terkenal “hijau” (padahal pabrik itu sudah berdiri di situ jauh sebelum adanya kampung yang penduduknya mayoritas beragama Islam). Para ulama mengatakan, bir itu haram karena mengandung alkohol. Perlu diketahui bahwa batasan kadar alkohol dalam bir dari pemerintah tidak boleh melampaui tujuh persen, sedangkan Bir Bintang hanya empat persen.

Para ulama menolak alasan itu dan bersikeras pabrik tersebut ditutup. Alhasil, digelarlah peragaan dengan alat pengukur kadar alkohol yang membandingkan Bir Bintang dan tapai ketan.

“Bapak-Bapak, tau tapai ketan?!” tanya ahli dari pabrik Bir Bintang. Para ulama dengan bersemangat menjawab “Tauuu! Itu kan makanan kita tiap Idul Fitri!”

Betapa terkejutnya para ulama begitu melihat angka 13% pada alat pengukur kadar alkohol ketika mengukur makanan fermentasi sejuta umat itu, dan bertambah satu persen tiap satu jam. Sedangkan Bir Bintang stabil di empat persen meski disimpan berbulan-bulan.

Alih-alih saya menganggap ulama bego (tidak mungkin bego, karena itulah disebut “ulama” = “orang yang berilmu”), lebih tepat saya bego-begoin anak-anak muda yang susah payah memfermentasikan buah-buahan demi bisa minum alkohol tanpa risiko mati muda, karena kalau mau alkohol tinggal beli tapai ketan dan simpan sebulan di kulkas yang menghasilkan alkohol hingga 30 persen.©2018


https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/minuman-fermentasi-cap-orang-muda



Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 23 April 2018

No comments: