Sunday, November 1, 2009

Rezeki Nonjok

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, dia akan diberi
jalan keluar dan dibukakan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka."
--QS at-Thalaq: 2-3


"Untuk dapetin rezeki nggak perlu jatuh-bangun. Cukup mendatar-menurun," tulis saya atas nama headline dari naskah iklan kolom untuk mengajak para pembaca sebuah suratkabar memenangkan hadiah dengan mengisi teka-teki silang dalam suratkabar tersebut, beberapa tahun silam. Agaknya, sudah dianggap lazim jika rezeki mesti diraih melalui usaha yang keras. Dan rezeki selalu saja dimaknai sebagai hadiah istimewa dalam ujud materi yang menyenangkan hati serta menjadi kabar gembira bagi siapa pun. Rezeki nomplok mengisi asa setiap kita, tetapi rasanya amat jarang yang merindukan rezeki nonjok, yang bikin hati sesak, kepala pusing tidak karuan, dan ujung-ujungnya menuduh Tuhan tidak adil.

Amat susah -- kalau tidak bisa dikatakan tidak bisa -- kita menerima musibah, seberapa pun ukurannya, sebagai rezeki. Bahkan kebuntungan dalam kamus hidup kita tidak disinonimkan dengan rezeki. Dalam hal kegagalan, adalah lumrah bila dikatakan, "Yah, belum rezeki aja. Rezeki takkan ke mana kok!"

Perhatikan ekspresi terakhir: Rezeki takkan ke mana. Kok berseberangan dengan pernyataan sebelumnya, yang hanya dipisahkan oleh titik: Belum rezekinya saja. Uniknya, kontradiksi ini telah memasyarakat! Sejatinya, rezeki tak pernah ke mana-mana. Ia terus berada di tempatnya, melekat pada kehidupan kita, ke mana pun kita melangkah, dalam apa pun yang sedang kita kerjakan, apakah kita sedang beruntung atau lagi buntung. Baik nomplok atau nonjok, hakikatnya adalah rezeki juga. Yang menghapus garis pemisahnya adalah hikmah. Selama kita mau berpikir dan merenungkan segala hal, selama itu pula hikmah bertebaran di mana-mana. Beragam peristiwa kehidupan yang kita lewati boleh jadi dianggap remeh oleh sebagian orang, tetapi bagi mereka yang menjalani hidup secara sadar, kehidupan yang terhidangkan ke hadapan mereka merupakan samudra hikmah yang terlalu berharga untuk diabaikan. Bagi mereka, hikmah-hikmah itulah yang lebih tepat didaulat sebagai rezeki.

Tuhan telah menabur hikmah di mana-mana, dalam setiap kejadian yang menimpa kita, kemarin, sekarang dan nanti. Tinggal kita mencari dan menemukannya. Upaya mencarinya memang laksana merogoh-rogoh kotak undian apabila dikerjakan dengan hati dan pikiran yang terfokus pada keberuntungan atau rezeki nomplok semata. Lain halnya, bila dilakukan dengan hati yang senantiasa ikhlas dan takwa dalam menerima kenyataan, yang dimurahiNya kepahaman bahwa nikmat rezeki selalu tersaji, baik nomplok maupun nonjok.©

No comments: