Sunday, November 1, 2009

Menuliskan Jalan ke Surga

"Verba volant, scripta manent -- kata-kata yang diucapkan akan hilang, kata-kata yang ditulis tetap abadi."
--Ungkapan Latin


Semasa bekerja di Surabaya, tak jarang saya menjumpai orang-orang yang berasal dari pulau di sebelah timur-laut Kota Pahlawan, yang kini terhubung oleh jembatan yang dinamai Suramadu. Saya sulit mencerna jalan pikiran mereka terkait kehidupan beragama. Mereka doyan pergi berhaji ke Mekah dan kentara sekali tingkah-laku sebagai umat beragama Islam.

Suatu kali, saya bertanya pada pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah mertua saya, yang berasal dari pulau penghasil garam itu. Dia fasih membaca Al Qur'an, tetapi tidak pernah menjadi soal baginya bahwa dia tidak mengerti artinya -- sehingga apa yang dibacanya dapat diamalkan dalam kehidupannya sehari-hari. Bagi dia, membaca Al Qur'an saja sudah cukup untuk membentang jalan ke surga.

Di lain kesempatan, saya menjumpai seseorang di warung cangkrukan (nongkrong), juga dari pulau yang sama, yang dari busananya menandaskan kehajiannya. Dia bilang, apabila kita rajin menunaikan rukun Islam, berbuat yang tidak baik pun tetap saja jalan ke surga bakal terbuka. Saya jadi bingung -- apa iya kunci surga hanya ibadah ritual?

Baru-baru ini, saya memperoleh jawaban bahwa jalan ke surga itu banyak jumlahnya -- sebanyak jumlah manusia yang ada di permukaan bumi ini, tetapi inti dari semua itu adalah kebermanfaatan bagi orang lain. Percaya atau tidak, kegiatan menulis merupakan salah satunya. Paling tidak, itu yang dinyatakan dalam buku karya Abu Al-Ghifari berjudul Kiat Menjadi Penulis Sukses: Menggapai Surga dengan Tulisan -- Panduan untuk Generasi Muda Islam, Cet. III (Bandung: Mujahid Press, 2003).

Tampaknya penulis buku tersebut berangkat dari sabda Nabi Muhammad SAW. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda, "Tiga orang yang selalu diberi pertolongan oleh Allah Swt., adalah seorang mujahid yang memperjuangkan agama Allah Swt., seorang penulis yang memberi penawar, seorang yang menikah demi menjaga kehormatan dirinya" (HR Thabrani).

Yang dimaksud dengan 'penulis yang memberi penawar' adalah penulis yang dapat memberikan inspirasi atau solusi bagi kepentingan umum. Menurut penulis buku tersebut, menulis adalah ibadah yang pahalanya akan didapatkan di sisi Allah Swt. kelak, yang jauh lebih besar daripada yang didapatkan di dunia. Pahala yang besar itu adalah jariyah dari tulisan kita. Apabila kita menulis, dan tulisan itu abadi, dibaca oleh lintas generasi, maka sekalipun kita telah tiada, selama tulisan itu dibaca orang, dan orang mendapatkan penawar yang mujarab bagi problema hidupnya, maka pahalanya akan tetap mengalir.

Secara keseluruhan, buku Abu Ghifari ini tidak menawarkan sesuatu yang baru; ia menawarkan kiat-kiat dan teknik menulis yang banyak terdapat di buku-buku sejenis. Yang membuka mata hanyalah Bab 1-nya, yaitu di mana ia memaparkan bukti-bukti Qur'ani bahwa menulis itu merupakan ibadah, utamanya menulis bagi kemaslahatan orang banyak. Namun, bagaimanapun, kegiatan apa saja yang menimbulkan kebermanfaatan bagi orang banyak merupakan ibadah, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberi manfaat bagi manusia lainnya" (HR Bukhari).©

No comments: