Thursday, March 20, 2025

Dari Resah ke Pasrah

PADA 16 Maret 2025, pulang dari acara buka puasa bersama sekaligus arisan keluarga di rumah orang tua saya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sepeda motor saya mendadak mogok karena kampas koplingnya aus di dekat pos sekuriti Villa Cinere Mas. Jam menunjukkan pukul 22.40 WIB dan jalan lumayan sepi. Saya panik dan resah, membayangkan jarak ke rumah saya masih sekitar 2 km lagi. Bila saya harus menuntun motor saya pun akan sangat menyulitkan karena jalannya menanjak cukup panjang sedangkan motor saya lumayan berat. Pikiran saya berkecamuk, membayangkan hal-hal yang meresahkan.

Akhirnya, jiwa saya memperingatkan saya, “Sudah, jangan mengeluh. Kerjakan saja dengan perasaan pasrah, jangan mendahului kehendak Tuhan.” Saya pun men-switch perasaan resah saya ke pasrah, dan segera pertolonganNya datang. Ketika saya baru beberapa langkah menuntun motor saya, datang sebuah motor matic Nmax yang ditumpangi pasangan pria dan wanita. Si pria, yang masih muda dan duduk di belakang kemudi, bertanya apa yang terjadi dengan motor saya. Saya jelaskan apa yang terjadi, dan dengan sigap si pria menawarkan bantuan untuk mendorong motor saya dengan satu kakinya. Dia meminta saya naik ke sadel motor saya, dan motor saya pun meluncur dengan tenaga pendorongnya berasal dari Nmax itu, hingga depan gerbang klaster rumah saya.

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas bantuan si pria itu. Saya menanyakan di mana ia tinggal. “Di Jalan Kentang, Pak.” Jalan Kentang itu dekat dengan sekolah dasar anak saya, sekitar 750 m dari rumah saya. Saya lupa menanyakan namanya, tapi saya membatinkan doa semoga ia dan pasangannya diberkati Tuhan.

Keesokan paginya, saya menuntun motor saya ke bengkel langganan saya, sekitar 300 meter dari rumah saya. Pemilik bengkel yang kebetulan datang dengan mobilnya untuk mengantar stok suku cadang dari distributor menanyakan apa masalah pada motor saya. Saya jelaskan bahwa masalahnya pada kampas kopling yang sudah aus dan harus diganti. Dia mengungkapkan bahwa harga kampas baru sekitar Rp300 hingga Rp400 ribu. Saya merasa resah seketika, mengingat bahwa uang di dalam dompet saya hanya Rp200.000.

Ketika seorang mekanik bengkel, yang merupakan satu-satunya spesialis kopling di situ, menangani motor saya, saya masih diliputi resah. Makin menjadi-jadi ketika si mekanik menawarkan untuk sekalian ganti oli mesin. Saya tak dapat menolak tawaran itu, meski biayanya pasti membengkak, karena si mekanik telah mengeluarkan oli mesin motor saya untuk merendam kampas kopling yang baru—sebuah cara untuk membuat daya tahan kampas lebih lama dari rata-rata dua tahun.

Jiwa saya kembali mengingatkan saya untuk pasrah. Dalam sekejap setelah saya men-switch dari resah ke pasrah, muncullah keajaiban. Ketika si mekanik selesai menangani motor saya, kepadanya saya tanyakan berapa yang harus saya bayar. Dia menyebut angka Rp120.000; Rp70.000 untuk oli mesinnya dan Rp50.000 untuk jasa si mekanik.

Penasaran, saya tanya berapa harga kampas koplingnya. “Itu gratis, Pak,” kata si mekanik. Saya bengong cukup lama dan kemudian bertanya lagi untuk memastikan. Si mekanik memastikan bahwa kampas kopling itu memang gratis.

Saya tidak habis pikir, tapi itulah kenyataan dari bimbingan Tuhan; bahwa pertolonganNya tidak bisa dijangkau dengan akal pikir.©2025


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 21 Maret 2025

No comments: