Monday, April 3, 2023

Bebas Paradigma

BERULANG kali saya tekankan pada sejumlah saudara Subud saya, jangan gunakan paradigma agama untuk mengerti tema-tema Subud, karena pasti tidak nyambung, meskipun tampaknya relevan. Tuhan dan ketuhanan bukanlah monopoli agama, meskipun sebagian besar dari kita belajar mengenal Tuhan melalui ajaran agama.

Agama sendiri lahir dari pengalaman indrawi seseorang yang membuatnya istimewa hingga orang lain ingin memperoleh atau meraih hal yang sama. Pengalaman tersebut lantas dituangkan menjadi serangkaian teori yang dijadikan pedoman bagi siapa pun yang ingin mendekati Tuhan, sedangkan Tuhan tidak bisa dijangkau dengan teori.

Sekuens historis semacam ini juga dilakukan oleh tarekat-tarekat berbasis tasawuf. Tarekat Qadiriyyah misalnya, selama ini dianggap didirikan oleh Syekh Abd’ al-Qadir al Jilani, padahal bukan. Tarekat itu didirikan oleh pengikutnya setelah sang Syekh wafat, karena pengikutnya ingin melestarikan ajaran-ajaran sang Syekh serta sebagai sarana mempelajari dan melatih amalan-amalan al-Jilani yang menjadikannya istimewa.

Untuk bisa sintas di Subud, yang paling utama adalah membebaskan diri dari paradigma apa pun. Dengan pikiran penuh paradigma-paradigma sebelumnya akan menjadikan Anda ibarat cangkir penuh air yang berharap diisi dengan air yang lebih jernih--tindakan itu hanya akan membuat airnya meluber ke mana-mana, terbuang percuma.

Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku. Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama.

Contoh sederhana dan paling akrab dengan kehidupan kita adalah ketika orang dari budaya A menilai budaya B sebagai buruk, karena orang dari budaya A belum pernah mencicipi apalagi menyelami budaya B. Baru-baru ini, seorang anggota wanita dari Subud Kanada mengkritisi seorang pembantu pelatih di Surabaya yang dalam cerita yang saya tulis di Facebook Group Subud Around the World secara spontan menyebut "watch porn, or whatever" (tontonlah film porno, atau apa pun). Itu ucapan spontan yang dilatari budaya Arek Suroboyo yang blak-blakan, apa adanya, walaupun bukan begitu maksud sebenarnya. Lagipula itu obrolan santai, bukan konsultasi serius seorang anggota (saya) kepada pembantu pelatih.

Apa pun alasannya, si anggota Kanada tidak dapat menerimanya. Ya, begitulah bila Anda memandang budaya orang lain dengan paradigma budaya Anda--sulit tercapai kata sepakat!

Paradigma bersifat semu, dan hanya sangat sedikit membantu kita untuk memahami diri sendiri, orang lain maupun korelasi diri kita dengan orang lain. Paradigma hanya menghambat kita dari melampaui batas ruang dan waktu, sedangkan eksistensi Pencipta kita tidak terbatas ruang dan waktu. Ia malah dikungkung oleh paradigma agama, menurut pengertian-pengertian akal manusia.

Untuk dapat menerima bimbingan Latihan Kejiwaan, diri kita harus lepas dari paradigma. Kita harus menerima apa pun yang datang ke kita, sekala maupun niskala, dengan sabar, tawakal dan ikhlas serta berani. Berani untuk menyingkirkan paradigma.@2023


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 2 April 2023

No comments: