Monday, January 21, 2019

Mengundang Pembersihan


-->
SENIN, 21 Januari 2019, menjadi “hari kejiwaan” yang bersejarah bagi saya. Berawal dari saya mem-posting undangan lewat WhatsApp (WA) di empat grup WA yang beranggotakan saudara-saudara SUBUD dari berbagai cabang se-Indonesia—“4G Back to Bapak (B2B)”, “SUBUD Halan-Halan Itu Top”, “Pancaran Sinar Pribadi”, dan “Sumeleh... Sedulur”.

Bunyi undangan yang saya posting pada pukul 09.37 WIB itu adalah:

MEET, GREET & EAT

Dalam rangka Kongres Nasional di Bandung 1-3 Februari 2019 mendatang, para international helpers (IH) dari Area 1 (Asia dan Australasia) akan berkumpul di Jakarta sebelum meluncur ke Bandung. Momen istimewa ini dimanfaatkan oleh PPK Subud Kelompok Tebet untuk meramu silaturahmi dengan para IH tersebut dan semua anggota Subud dalam acara bertema “Meet, Greet & Eat” (berjumpa, saling menyapa, dan bersantap bersama).

Acara akan digelar di kediaman Bpk Ustaz

di Jl. Regensi Tebet Mas III No. 16, Jakarta Selatan

pada hari Selasa, 29 Januari 2019

jam 19.00 WIB sampai selesai.

Kita akan Latihan bersama, makan-makan, kemudian gathering, dan berbagi cerita pengalaman dengan YM Bapak. Dijamin memuaskan, dengan kesan tak terlupakan.

Ini UNDANGAN TERBUKA untuk semua cabang/ranting/kelompok, bebas biaya, tidak perlu nametag untuk dapat hadir, karena kita semua bersaudara! Love you all!

NB: Bagi pelanggan LKS di Tebet, berhubung tuan rumah, PP dan beberapa anggota Kelompok Tebet menghadiri Kongres Nasional di Bandung mulai Jumat, 1 Februari 2019, maka Latihan rutin hari Jumat digeser ke Selasa, 29 Januari 2019.

Dari keempat grup WA tersebut, undangan ini viral ke banyak grup WA SUBUD lainnya, salah satunya adalah grup “PP Pria Jaksel”, yang beranggotakan para pembantu pelatih PPK SUBUD Cabang Jakarta Selatan. Kontan, undangan tersebut dikecam, terutama oleh Koordinator Dewan Pembantu Pelatih Nasional (DPPN), yang juga PPN Pria untuk Komisariat Wilayah (Komwil) III DKI Jakarta. “Demit Cangklong” namanya—tentu bukan nama sebenarnya, melainkan julukan saya terhadapnya lantaran dia tipe PP yang lebih suka mengurusi pipa cangklongnya daripada memperhatikan dan mengayomi anggota.

Demit Cangklong mempermasalahkan undangan tersebut mengatasnamakan satu kelompok SUBUD, yang secara struktural berada di bawah naungan Cabang Jakarta Selatan, dan melibatkan pribadi-pribadi yang menyandang “jabatan” PP, IH, dan pengurus. Dia dan beberapa PP lainnya di grup WA tersebut juga mempermasalahkan tuan rumah, Ustaz (bukan nama sebenarnya), yang kebetulan adalah PP Daerah (PPD) Pria Cabang Jakarta Selatan, yang menurutnya seharusnya mengurusi cabang, bukan kelompok. Intinya, Demit Cangklong mempermasalahkan undangan yang mengundang IH, yang secara keorganisasian seharusnya menjadi urusan DPPN dan Pengurus Nasional (Pengnas), karena wilayah tugas IH adalah internasional, khususnya di negara-negara yang menjadi tanggung jawabnya.

Tetapi, dalam hal keberadaan para IH—yang tiga di antaranya berasal dari Australia dan Selandia Baru, sedangkan tiga lainnya dari Indonesia—di Jakarta pada hari-hari sebelum Kongres Nasional, DPPN dan Pengnas tidak berinisiatif untuk mengundang atau memberdayakan mereka untuk kemaslahatan anggota, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Melihat kesempatan yang dilewatkan oleh DPPN dan Pengnas, maka pengurus Kelompok Tebet (yang saya ketuai) dan para PP-nya berniat untuk menjalinkan tali silaturahmi para anggota dengan keenam IH tersebut.

Bagaimanapun, Demit Cangklong tidak melihatnya begitu. Entah apa yang merasuki dirinya—benar demit (makhluk halus yang penampakannya hampir mirip makhluk hidup) atau hanya orang biasa yang cemburu dengan perbuatan baik orang lain, atau orang yang gila hormat dan haus kekuasaan. Dia menuntut undangan itu diganti kontennya; bukan silaturahmi atau kunjungan resmi IH, tetapi “pertemuan informal”, dan kembali diviralkan ke semua anggota. Atas arahan dari satu PP Kelompok Tebet—yang saya kenal baik sebagai pribadi yang tegas namun ramah, humoris, dan rendah hati, sebut saja namanya “Pak Kusir” (karena pandai mengendalikan anggota yang rusuh seperti saya), saya menyunting konten undangan tersebut, menjadi:

MEET, GREET & EAT

Dalam rangka Kongres Nasional di Bandung 1-3 Februari 2019 mendatang, para international helpers (IH) dari Area 1 (Asia dan Australasia) akan berkumpul di Jakarta sebelum meluncur ke Bandung. Memanfaatkan waktu luang para IH tersebut, anggota Kelompok Tebet berkeinginan mengadakan silaturahmi dengan para IH tersebut dan semua anggota Subud dalam acara bertema “Meet, Greet & Eat” (berjumpa, saling menyapa, dan bersantap bersama).

Pertemuan informal ini atas prakarsa anggota Kelompok Tebet yang ingin bersilaturahmi dalam semangat persaudaraan kejiwaan dengan saudara-saudara Subud dari dalam dan luar negeri dengan rasa saling asih, asah, asuh. Dalam hal ini, kapasitas kehadiran para IH tersebut sebagai anggota biasa, bukan sebagai pembantu pelatih internasional. Begitu pula PP-PP lainnya yang ada di Kelompok Tebet maupun dari cabang-cabang lain.

Acara akan digelar di kediaman Bpk Ustaz

di Jl. Regensi Tebet Mas III No. 16, Jakarta Selatan

pada hari Selasa, 29 Januari 2019

jam 19.00 WIB sampai selesai.

Kita akan Latihan bersama, makan-makan, kemudian gathering, dan berbagi cerita pengalaman dengan YM Bapak. Dijamin memuaskan, dengan kesan tak terlupakan.

Ini UNDANGAN TERBUKA untuk semua saudara Subud. Love you all!

Undangan versi tersunting tersebut saya posting pada pukul 11.35 WIB. Namun, perubahan itu belum memuaskan Demit Cangklong dan antek-anteknya. Mereka menuntut perubahannya harus drastis. Saya mencium niat mereka adalah agar acara tersebut batal. Mereka mendakwa Ustaz (yang adalah PPD Pria Cabang Jakarta Selatan) telah melanggar aturan yang digariskan oleh Bapak Subuh, tetapi ketika ditanya balik, “Aturan yang mana?”, tidak ada yang menjawab!

Demit Cangklong menuntut agar tidak ada sebutan atau embel-embel jabatan “PP, PPD, dan IH”, dan bahwa acara tersebut merupakan inisiatif pribadi yang ingin mengundang “anggota-anggota SUBUD dari luar negeri” bertamu ke rumahnya.

Pak Kusir membujuk saya yang mulai naik pitam, dan mengancam akan merisak (bullying) serta menantang Demit Cangklong untuk duel fisik, agar menenangkan diri dan mengikuti arahannya. Tujuan dari sikap nrimo Pak Kusir ini adalah untuk untuk mencari “jalan tengah”, “mengamankan” Ustaz yang rumahnya ketempatan acara silaturahmi dengan para IH dan satu cucunya Bapak Subuh yang menjadi salah satu IH dan sehari-hari bertugas sebagai PP di Cabang Jakarta Selatan. Pak Kusir meminta saya untuk menyederhanakan konten undangannya dan memviralkannya kembali setelah saya mem-posting pernyataan berikut ini, pada pukul 20.00 WIB:

Dengan ini diberitahukan bahwa undangan Kelompok Tebet kepada anggota Subud di Jakarta dan sekitarnya untuk menghadiri silaturahmi dengan para IH pada 29 Januari 2019 yang telah disampaikan dinyatakan undangan tersebut batal. Terima kasih.

a.n.
Kelompok Tebet

Setelah beberapa saat, pada pukul 20.07 WIB, saya kembali mem-posting undangan versi “maunya Demit Cangklong”, yaitu dengan Pak Kusir sebagai tuan rumah, menggantikan Ustaz sebagai “pemilik asli” dari rumah di kompleks Regensi Tebet Mas, Jakarta Selatan, yang setiap Jumat malam menjadi tempat bagi para anggota untuk melakukan Latihan Kejiwaan. Bunyinya adalah sebagai berikut:

Saya, PAK KUSIR, anggota Subud Cabang Jakarta Selatan, akan mengadakan silaturahmi dengan anggota Subud dari Australia dan New Zealand, yaitu Hermina Flynn, Rohmana Friend, dan Hussein Rawlings, yang akan berkunjung ke Jakarta.

Silaturahmi ini akan diadakankan pada 29 Januari 2019, bertempat di Jl. Regensi Tebet Mas III No. 16, Jakarta Selatan pada pukul 19.00 WIB sampai selesai.

Saudara-saudara yang berkeinginan hadir, saya persilakan.

Ketika ditelepon Pak Kusir yang mengarahkan apa yang harus saya lakukan, saya menahan tangis. Air mata mulai mengalir di sudut-sudut mata saya. Saya menahan beban yang teramat berat. Saya merasa diri saya tak ubahnya seorang tersangka pelaku kejahatan yang dipaksa untuk menandatangani berita acara pidana di bawah todongan senjata. Sakit sekali rasanya! Setelah menutup telepon, saya benar-benar menangis dalam diam, sembari menyusun kata-kata yang menyatakan bahwa undangan atas nama Kelompok Tebet untuk acara tanggal 29 Januari 2019 batal.

Bagaimanapun, ada sesuatu yang saya rasakan seperti ditarik keluar dari diri saya yang kemudian membuat saya merasa ringan dan bersih. Kasus undangan yang dipermasalahkan Demit Cangklong dan oknum-oknum pengurus Cabang Jakarta Selatan maupun Pengnas telah mengundang pembersihan rasa diri saya. Saya merasakan ringan dan bahagia yang begitu kuatnya sampai saya santai dan gembira saat menerobos hujan deras dalam perjalanan ke Wisma SUBUD Cilandak tadi malam. Latihan Kejiwaan yang saya lakukan di hall Cilandak juga sangat kuat dan, akhirnya, beban kesedihan saya sebelumnya, serta beban-beban lainnya, yang telah terpendam sekian lama di dalam diri saya, terangkat.

Jadi, memang bagus jika saya harus melalui fase “dihantami” oleh perbuatan-perbuatan tidak masuk akal (jika tidak dapat dikatakan “buruk”) dari orang-orang seperti Demit Cangklong. Belakangan, saya menginsafi bahwa orang lain tidak sama dengan saya, karena perjalanan hidup masing-masing orang berbeda. Melalui proses yang digerakkan oleh Latihan Kejiwaan, kita akan mengalami perubahan tatanan dan susunan dalam diri kita menuju kesejatian diri sebagai manusia. Hal itu memang tidak mudah, karena beban dalam diri kita datang dari sikap hidup kita sendiri maupun dari leluhur kita yang kita tidak tahu bagaimana sikap hidupnya di masa lalu.

Menggaunglah di benak saya, pesan Bapak Subuh agar anggota SUBUD menekuni Latihan Kejiwaan yang telah diterimanya dan me-niteni dirinya sendiri, karena semua “catatan kehidupan”nya ada pada dirinya sendiri. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana kita dapat memperbaiki dan mengembangkan diri kita; kita hanya perlu dengan sabar, tawakal, dan ikhlas mengikuti bimbinganNya. Latihan Kejiwaan itu merupakan jawaban yang mutlak dan langsung dari Tuhan yang menciptakan manusia, bagi makhluk ciptaanNya.©2019



Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 22 Januari 2019

1 comment:

Serafica jati said...

Waow,,, cerita yg jd inspirasi,, segala sesuatu yg buruk tjd di kita belum tentu membawa dampak buruk,, hanya yg bisa niteni, paham kemudian setelah menerima kenyataannya,, trimakasih mas Arifin sharing nya,,,