Friday, July 27, 2007

"Kamu harus menemukan apa yang kamu cintai," kata Jobs.

Berikut ini naskah dari pidato Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Pixar Animation Studios, yang disampaikan pada 12 Juni 2005 di hadapan para wisudawan sebuah universitas di Amerika Serikat.

Saya merasa terhormat hadir bersama Anda dalam wisuda Anda di salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah menamatkan kuliah saya. Jujur saja, inilah pertama kali saya menghadiri wisuda sarjana. Hari ini saya akan bercerita kepada Anda tentang tiga kisah hidup saya. Itu saja. Tidak ada yang luar biasa. Hanya tiga kisah.

Kisah pertama adalah tentang menghubungkan titik-titik.

Saya drop-out dari Reed College setelah 6 bulan pertama, tapi tetap datang ke kampus selama kurang lebih 18 bulan berikutnya sebelum saya benar-benar keluar. Lalu, mengapa saya drop-out?

Semuanya bermula sebelum saya dilahirkan. Ibu kandung saya adalah seorang mahasiswi yang masih belia dan belum menikah, dan ia memutuskan untuk menyerahkan saya agar diadopsi orang lain. Ia sangat menginginkan agar saya diadopsi oleh pasangan sarjana, sehingga semuanya sudah beres bagi saya sebelum diadopsi oleh seorang pengacara dan istrinya. Tapi ketika saya dilahirkan mereka memutuskan pada menit terakhir bahwa mereka menginginkan anak perempuan. Sehingga kedua orangtua saya, yang ada di dalam daftar tunggu, mendapat telepon tengah malam, bertanya: “Kami mendapat bayi laki-laki yang tidak diharapkan; Anda mau dia?” Mereka bilang: “Tentu saja.” Ibu kandung saya kemudian mendapat tahu bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus dari bangku kuliah dan bahwa ayah angkat saya tidak pernah menamatkan SMA. Ia menolak menandatangani dokumen adopsi. Ia baru mau menerima beberapa bulan kemudian ketika orangtua angkat saya berjanji bahwa suatu hari saya akan dimasukkan ke perguruan tinggi.

Dan 17 tahun kemudian saya memang masuk perguruan tinggi. Tapi dengan lugunya saya memilih sekolah yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, dan seluruh tabungan orangtua angkat saya habis untuk membiayai kuliah saya. Setelah 6 bulan, saya tidak menemukan arti buat apa saya kuliah. Saya sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang ingin saya lakukan dengan hidup saya dan bagaimana kuliah bisa membantu memberi saya jawaban. Dan saya terus menghabiskan uang yang telah ditabung orangtua angkat saya selama hidup mereka. Saya lalu memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliah dan merasa yakin bahwa segalanya akan berakhir dengan baik. Saya lumayan takut pada waktu itu, tapi kalau saya menengok ke belakang ternyata itu adalah keputusan terbaik yang pernah saya buat. Pada saat saya DO saya berhenti mengambil mata kuliah yang tidak menarik minat saya dan mulai mengikuti kuliah-kuliah yang tampaknya menarik.

Tidak semuanya penuh romantika. Saya tidak punya kamar sendiri di asrama, sehingga saya menumpang tidur di lantai kamar teman-teman saya; saya mengembalikan botol-botol Coca Cola dengan uang tukar 5 sen untuk membeli makanan; dan saya berjalan kaki sejauh 7 mil ke kota setiap Minggu malam untuk mendapatkan seporsi makanan lezat per minggu di kuil Hare Krishna. Saya menyukainya. Dan kebanyakan yang saya jumpai karena mengikuti rasa penasaran dan intuisi saya menjadi sesuatu yang amat bernilai di kemudian hari. Satu contohnya begini:

Reed College pada waktu itu menyediakan kursus kaligrafi yang mungkin terbaik di seluruh negeri. Di seluruh kampus setiap poster, setiap label pada setiap laci, diukir sangat indah dengan kaligrafi. Karena saya sudah DO dan tidak perlu lagi mengambil mata-mata kuliah normal, saya memutuskan untuk mengambil kuliah kaligrafi untuk belajar bagaimana melakukannya. Saya belajar tentang tipografi serif dan sans serif, tentang variasi jumlah spasi antara berbagai kombinasi huruf, dan tentang membuat tipografi yang hebat. Benar-benar tampak indah, menyejarah dan artistik dalam cara yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan, dan saya menganggapnya sangat menarik.

Tak satu pun dari ini semua memiliki aplikasi praktis dalam hidup saya. Tapi 10 tahun kemudian, ketika kami tengah merancang komputer Macintosh pertama, semuanya kembali saya pakai. Dan kami merancangnya semua ke dalam Mac. Inilah komputer pertama dengan tipografi yang indah. Bila saya tidak pernah mengikuti kursus tersebut di kampus, komputer Mac takkan pernah memiliki tipografi ganda atau huruf-huruf yang berspasi secara proporsional. Dan karena Windows hanya meniru Mac, tampaknya tidak ada komputer pribadi yang memilikinya. Bila saya tidak pernah DO, saya takkan pernah mengikuti kelas kaligrafi tersebut, dan komputer-komputer pribadi tidak akan memiliki tipografi hebat seperti yang mereka miliki sekarang. Tentu saja tidak mungkin untuk menjalin titik-titik (connecting the dots) jauh ke depan ketika saya masih kuliah. Tapi bagi saya sangat jelas dengan melihat ke belakang, sepuluh tahun kemudian.

Sekali lagi, Anda tidak dapat menghubungkan titik-titik dengan melihat ke depan; Anda bisa melakukannya bila Anda melihat ke belakang. Jadi, Anda harus yakin bahwa titik-titik itu bagaimanapun akan terjalin di masa depan Anda. Anda harus meyakini sesuatu – nyali, takdir, hidup, karma Anda atau apa pun. Pendekatan ini tak pernah mengecewakan saya, dan telah membuat semua kemajuan dalam hidup saya.

Kisah kedua saya adalah tentang cinta dan kehilangan.

Saya sungguh beruntung. Saya menemukan apa yang ingin sekali saya lakukan pada awal kehidupan saya. [Steve] Woz dan saya mengawali Apple di garasi orangtua saya ketika saya berusia 20 tahun. Kami bekerja keras, dan dalam waktu 10 tahun Apple tumbuh dari hanya kami berdua di dalam garasi menjadi perusahaan senilai $2 miliar dengan karyawan lebih dari 4.000 orang. Kami baru saja merilis ciptaan kami yang terbaik – Macintosh – setahun sebelumnya, dan saya baru memasuki usia 30 tahun. Lalu saya dipecat. Bagaimana Anda bisa dipecat dari perusahaan yang Anda bangun sendiri? Ketika Apple mulai tumbuh kami memperkerjakan seseorang yang saya kira sangat berbakat untuk menjalankan perusahaan bersama saya, dan selama kira-kira tahun pertama segalanya berjalan baik. Tapi lalu visi-visi kami mengenai masa depan mulai berbeda dan akhirnya kami mengalami perpecahan. Ketika kami melakukannya, Dewan Direksi kami berpihak kepadanya. Sehingga pada usia 30 tahun saya keluar. Dan benar-benar keluar. Apa yang telah menjadi fokus dari keseluruhan hidup saya sebagai orang dewasa telah hilang, dan ini menyakitkan.

Saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya lakukan selama beberapa bulan. Saya merasa bahwa saya telah mengecewakan generasi entrepreneur terdahulu – bahwa saya telah menjatuhkan tongkat estafet ketika akan diserahkan ke saya. Saya berjumpa dengan David Packard dan Bob Noyce dan berusaha untuk meminta maaf karena telah mengacau sedemikian rupa. Saya merupakan kegagalan publik yang sangat besar, dan saya bahkan berpikir untuk kabur dari lembah [Silikon]. Tapi sesuatu mulai muncul perlahan pada diri saya – saya tetap mencintai apa yang saya lakukan. Kejadian-kejadian di Apple tidak mengubah hal itu sedikit pun. Saya telah ditolak, tapi saya tetap memiliki cinta. Dengan begitu saya mulai lagi dari awal.

Saya tidak melihatnya pada waktu itu, tapi tampaknya bahwa dengan dipecatnya saya dari Apple merupakan hal terbaik yang pernah saya alami. Rasa berat karena menjadi sukses tergantikan dengan rasa ringan karena kembali menjadi pemula, yang kurang pasti akan segala sesuatu. Ini membebaskan saya untuk memasuki salah satu periode paling kreatif dari hidup saya.

Selama lima tahun berikutnya, saya memulai sebuah perusahaan bernama NeXT, perusahaan lainnya lagi bernama Pixar, dan jatuh cinta pada seorang wanita luar biasa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar selanjutnya menciptakan film feature animasi komputer pertama di dunia, Toy Story, dan kini merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Menyusul serangkaian peristiwa, Apple membeli NeXT, saya kembali ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT terletak di pusat kebangkitan Apple sekarang ini. Dan Laurene dan saya pun telah membangun keluarga yang hebat bersama-sama.

Saya sangat yakin tak satu pun dari ini semua akan terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Ini merupakan obat yang berasa amat pahit, tapi saya kira pasien membutuhkannya. Terkadang hidup memukul kepala Anda dengan batu bata. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya bertahan adalah bahwa saya mencintai apa yang saya lakukan. Kamu harus menemukan apa yang kamu cintai. Dan itu berlaku baik untuk pekerjaan Anda maupun untuk orang-orang yang Anda cintai. Pekerjaan Anda akan mengisi sebagian besar dari hidup Anda, dan satu-satunya cara untuk merasa benar-benar puas adalah dengan melakukan apa yang Anda yakini merupakan pekerjaan yang baik. Dan satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan yang baik adalah dengan mencintai apa yang Anda kerjakan. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan berhenti. Seperti segala sesuatu yang berkaitan dengan hati, Anda akan tahu saat Anda menemukannya. Dan, seperti hubungan yang hebat, ia akan menjadi semakin baik seiring perjalanan waktu. Jadi, teruslah mencari sampai Anda menemukannya. Jangan berhenti.

Kisah ketiga saya adalah tentang kematian.

Ketika saya berusia 17 tahun, saya membaca sebuah pepatah yang berbunyi kurang-lebih begini: “Bila kamu menjalani setiap harimu seolah merupakan hari terakhirmu, suatu saat kamu pasti akan menghadapinya.” Ini memberi kesan tersendiri pada diri saya, dan sejak itu, selama 33 tahun, setiap pagi saya bercermin dan bertanya pada diri sendiri: “Bila hari ini adalah hari terakhir hidup saya, akankah saya melakukan apa yang hendak saya lakukan hari ini?” Dan jika setiap kali jawabannya adalah “Tidak” selama berhari-hari berturut-turut, saya tahu bahwa saya harus mengubah sesuatu.

Mengingat bahwa saya akan segera mati merupakan alat terpenting yang pernah saya jumpai untuk membantu saya membuat pilihan-pilihan besar dalam hidup. Karena hampir segala sesuatunya, segala harapan eksternal, semua kebanggaan, semua ketakutan akan rasa malu atau kegagalan – semua ini sirna ketika maut tiba, hanya menyisakan apa yang benar-benar penting. Mengingat bahwa Anda akan mati adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan pikiran bahwa Anda harus kehilangan sesuatu. Anda sudah kepalang telanjang. Tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.

Kira-kira setahun yang lalu saya didiagnosis menderita kanker. Saya di-scan pada pukul 7.30 pagi, dan jelas menunjukkan adanya tumor di pankreas saya. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter memberitahu saya bahwa ini hampir pasti suatu tipe kanker yang tidak bisa disembuhkan, dan bahwa harapan hidup saya tidak lebih lama daripada tiga sampai enam bulan. Dokter saya menyarankan agar saya pulang untuk membereskan semua urusan saya, yang merupakan kode dokter yang berarti ‘bersiaplah untuk mati’. Itu artinya Anda harus berusaha memberitahu anak-anak Anda segala sesuatu yang Anda pikir Anda masih memiliki 10 tahun lagi untuk memberitahu mereka. Itu artinya Anda harus yakin segalanya sudah beres sehingga keluarga Anda akan semudah mungkin menerimanya. Itu artinya Anda harus mengucapkan selamat tinggal.

Saya hidup dengan diagnosis itu sepanjang hari. Malamnya, saya mendapat biopsi, di mana mereka memasukkan endoskopi melalui kerongkongan saya, ke perut saya dan memasuki lambung saya, menusukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil sedikit sel dari tumor. Saya merasa cemas, tapi istri saya, yang hadir mendampingi saya, memberitahu saya bahwa ketika mereka mengamati sel-sel tersebut di bawah mikroskop para dokter mulai menangis, karena ternyata itu merupakan bentuk kanker pankreas yang amat langka dan dapat disembuhkan dengan operasi. Saya pun menjalani operasi dan kini saya sehat-sehat saja.

Inilah keadaan di mana saya berada begitu dekat dengan kematian, dan saya berharap inilah yang terdekat yang bisa saya capai untuk beberapa dasawarsa ke depan. Karena pernah melaluinya, kini saya bisa bilang kepada Anda dengan sedikit lebih pasti bahwa kematian merupakan konsep yang berguna tapi murni intelektual:

Tak seorang pun ingin mati. Bahkan orang-orang yang ingin masuk surga pun tidak mau mati untuk sampai ke sana. Bagaimanapun, kematian adalah takdir yang akan kita semua alami. Tak seorang pun pernah bisa menghindarinya. Dan begitulah semestinya, karena Kematian kiranya merupakan satu-satunya penemuan terbaik dari Hidup. Kematian merupakan agen perubahan dari Hidup. Kematian menyingkirkan yang tua untuk memberi jalan kepada yang baru. Saat ini, yang baru adalah Anda, tapi suatu hari tidak lama dari sekarang, Anda akan perlahan menjadi tua dan disingkirkan. Maafkan saya karena saya begitu mendramatisasinya, tapi inilah yang sebenarnya.

Waktu Anda terbatas, jadi jangan disia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terjebak dengan dogma – yaitu hidup dengan hasil-hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan suara-suara pendapat orang lain menenggelamkan suara batin Anda sendiri. Dan yang paling penting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda. Bagaimanapun, mereka sudah tahu Anda sesungguhnya ingin jadi apa. Yang lain-lainnya itu nomor dua.

Waktu saya masih muda, ada sebuah terbitan yang bagus, bernama The Whole Earth Catalog, yang merupakan salah satu kitab suci dari generasi saya. Ia diciptakan oleh seorang pemuda bernama Stewart Brand tidak jauh dari sini, di Menlo Park, dan ia menghidupkannya dengan sentuhan puitisnya. Ini terjadi pada akhir tahun 1960an, sebelum era komputer pribadi dan desktop publishing, sehingga semuanya dibuat dengan mesin ketik dan kamera Polaroid. Ini mirip Google dalam format kertas, 35 tahun sebelum Google muncul: terbitan ini amat idealistik dan penuh dengan pendekatan-pendekatan yang bagus dan gagasan-gagasan besar.

Stewart dan timnya mengedarkan beberapa edisi The Whole Earth Catalog, dan ketika sudah mencapai tujuannya mereka mengeluarkan edisi terakhir. Waktu itu pertengahan tahun 1970an, dan saya seusia Anda. Pada kulit belakang dari edisi terakhir mereka terdapat sebuah foto dari pemandangan jalan desa di waktu pagi, yang pernah Anda lalui bila Anda senang bertualang. Di bawah foto itu tercantum kata-kata: “Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jadilah terus lapar dan terus bodoh) Itu merupakan pesan perpisahan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Dan saya senantiasa mengharapkan hal itu untuk diri saya. Dan kini, ketika Anda mulai melangkah mengawali hidup baru sebagai sarjana, saya mendoakan hal itu untuk Anda.

Stay Hungry. Stay Foolish.

Terima kasih.

(Sumber: www.subudusa.org/SES.php)

No comments: