Wednesday, April 6, 2022

Perintah dan Larangan

PERINTAH dan larangan merupakan ciri ajaran agama. Tuhan memerintahkan hambaNya, Tuhan melarang hambaNya. Jika menaati perintah dan laranganNya, seorang hamba akan selamat di dunia dan akhirat. Konon, perintah dan larangan itu berasal dari Tuhan. Saya katakan “konon”, karena tidak menyaksikan sendiri apakah benar Tuhan berbicara langsung kepada orang yang menerima wahyu.                        

Subud bukan agama. Karena bukan agama, maka tidak ada perintah dan larangan di Subud. Satu-satunya larangan, gurau satu saudara Subud ke saya, adalah “dilarang parkir” – kebanyakan tempat anggota berlatih kejiwaan tidak memiliki areal parkir kendaraan roda empat atau terbatas ruangnya. Satu pembantu pelatih berkebangsaan Amerika Serikat yang telah tinggal di kompleks Wisma Subud Cilandak sejak 1970an, yang karena itu pernah sering mengalami langsung interaksi dengan Pak Subuh, menyampaikan bahwa Bapak mengatakan, hanya ada satu wajib di Subud, yaitu wajib tertawa, dan hanya ada satu larangan, yaitu dilarang depresi.

Subud bukan agama, sehingga tidak ada perintah dan larangan yang wajib ditaati. Tetapi, melarang anggota Subud melakukan apa yang diajarkan agamanya sama saja menjadikan Subud agama, karena agama sarat dengan perintah dan larangan. Seyogyanya, bebas-bebas saja. Seperti apa yang saya alami baru-baru ini dengan satu saudara Subud, yang mengkritik perihal adanya kegiatan salat pada daftar acara sebuah perhelatan Subud di bulan Ramadan tahun 2022. Menurutnya, acara Subud seharusnya murni kejiwaan, tidak boleh ada kegiatan terkait agama.

Merespons kritiknya, saya katakan padanya bahwa meskipun dicantumkan sebagai agenda pada suatu acara, anggota bebas mau mengikutinya atau tidak, dan juga tidak memaksakan kehendaknya pada orang lain yang memilih untuk melakukannya. Jangankan ritual agama, kegiatan kejiwaan seperti Latihan Kejiwaan, mendengarkan ceramah, dan/atau sarasehan kejiwaan saja tidak wajib bagi anggota untuk menghadirinya atau melakukannya.

Entah sudah berapa kali saya tidak menghadiri pemutaran rekaman ceramah Bapak dan ceramah live dari Ibu Rahayu. Saya hanya mengikuti tuntunan dari dalam, yang tidak melulu mau menghadiri ceramah, betapapun pentingnya isi ceramahnya. Lagipula, berbeda dengan ceramah di agama, ceramah Bapak dan Ibu Rahayu bukanlah ajaran, dan tidak perlu dipercaya kalau kita belum mengalami sendiri.

Di Subud, segalanya bersifat pribadi. Anda mau maju atau jalan di tempat, mau “naik kelas” atau blangsak, mau mulia atau tidak, tidak ada yang bisa dan boleh memaksa Anda. Masing-masing pelatih kejiwaan Subud menerima bimbingan yang sifatnya berbeda-beda untuk setiap orang. Betapapun baiknya bimbingan yang diterima seseorang, tidak serta-merta baik pula bagi orang lainnya. Inilah sebabnya mengapa Bapak menegaskan bahwa Subud bukan agama. Karena Subud beragam, sedangkan agama mengharuskan seragam.

Bila agama merupakan pedoman bagi manusia untuk melakoni hidupnya, maka, menurut saya, agama yang dijunjung di Subud adalah “agama pribadi”, yaitu pedoman hidup berdasarkan bimbingan Tuhan yang diterima setiap pelatih kejiwaan, dengan perintah dan larangan yang bersifat pribadi; berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.©2022


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 7 April 2022
 

1 comment:

Anonymous said...

Agree!