Wednesday, February 2, 2022

Masuk Susah, Keluar Juga Susah

Artikel asli diposting di laman Facebook Arifin Dwi Slamet dalam rangka Dies Natalis ke-72 Universitas Indonesia, 2 Februari 2022.



KETIKA saya tahun 1987 lolos Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) untuk kedua kalinya, dan diterima di Jurusan Sejarah FSUI (Sipenmaru pertama saya, tahun 1986, saya diterima di Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS IKIP Negeri Jakarta), beberapa tetangga di kompleks rumah orang tua saya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, menggunjingkan diri saya. Pasalnya, saya bukan murid terbaik di sekolah dasar dan menengah; di SMA kelas 3 saya bahkan menempati ranking ke-32 di kelas berisi 32 siswa.

Bagaimana mungkin saya bisa diterima menjadi mahasiswa Universitas Indonesia (UI)? Mereka tidak melihat bahwa saya menghabiskan enam jam per hari selama tiga bulan dengan ngendon di kamar saya, menghadapi buku-buku pelajaran yang diujikan di Sipenmaru. Mereka tidak melihat saya dan ibu saya tiap dini hari bangun dari tidur nyenyak untuk salat tahajud dan hajat. Tekad saya sangat kuat waktu itu untuk bisa kuliah di UI.

Ada tetangga yang mengira, masuk Jurusan Sejarah atau jurusan-jurusan lainnya di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya/FIB) UI itu gampang, tidak seperti masuk Fakultas Kedokteran, Teknik, atau Ekonomi, sehingga ia berpendapat bahwa saya, si murid ranking 32 ini, memilih “sembarang jurusan, yang penting UI”. Karena anggapan inilah, ia mendorong anaknya untuk mengikuti jejak saya, kuliah di Jurusan Sejarah FSUI.

“Si Anto aja bisa masuk UI, kamu juga bisa,” kata ibu saya menirukan ucapan tetangga itu, seolah berkata “Anto yang bego di SMA aja bisa masuk UI.” Saya harap-harap cemas, semoga anaknya gagal dalam Ujian Masuk Perguruan Tinggi (UMPTN, pengganti Sipenmaru), agar saya dapat membuktikan bahwa masuk UI tidaklah mudah. Dan ternyata, anak tetangga itu memang tidak lolos UMPTN. Kabarnya, persaingan masuk Jurusan Sejarah FSUI pada saat itu sangat tinggi. Menurut data UMPTN tahun 1989, 30 kursi Jurusan Sejarah FSUI diperebutkan 17.000 peserta UMPTN.

 

Selama kuliah, saya dua kali terancam drop out (DO), bukan karena secara ekonomi orang tua saya tidak mampu, melainkan karena nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) saya di bawah rata-rata. Saya “salah bergaul”, berteman dengan mahasiswa-mahasiswa yang otaknya pada dasarnya encer, sehingga meskipun suka nongkrong nilai mereka rata-rata A. Tapi dua sahabat saya saat itu terus menyemangati saya: Mereka mendampingi saya belajar dalam suasana nongkrong ditemani kopi, rokok dan cerita fantasi seksual dengan cewek-cewek tertentu di kampus.

Alhasil, saya sintas melalui proses belajar selama 12 semester di Jurusan Sejarah FSUI. Meski tampak santai dan sering bolos, proses itu saya lalui tidak jarang dengan menangis dan berdarah-darah. Masuk UI susah (paling tidak, dulu, ketika seleksinya hanya melalui UMPTN dan Penelusuran Minat dan Kemampuan/PMDK), keluarnya lebih susah lagi.

Sebagai Angkatan 1987, saya merupakan angkatan pertama yang menempati Kampus Baru UI Depok, yang diresmikan Presiden Soeharto pada bulan September 1987. Saat itu, saya merasakan kemegahan reputasi UI, sehingga bagi saya akan sangat memalukan bila saya harus DO karena nilai jeblok. Lulus ujian skripsi pada 7 Juli 1993 dan diwisuda sarjana di Balairung UI Depok pada 28 Agustus 1993, saya boleh berbangga menjadi alumnus UI, almamaterku setia berjasa.

Selamat Dies Natalis ke-72 Universitas Indonesia, 2 Februari 2022!©2022

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 2 Februari 2022

No comments: