Thursday, May 27, 2021

LET IT BE!—Komentar Mengenai Latihan Khusus

SATU saudara Subud di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, baru-baru ini mengirimi saya pesan WhatsApp ini: “Jangan gunakan Latihan Kejiwaan untuk menghentikan perang, karena perang bisa jadi cara Tuhan untuk menjaga keseimbangan. Bapak sudah tahu akan ada perang besar (yaitu Perang Dunia Kedua) tapi apa yang Bapak lakukan? Let it be!”

Saya sering diajak untuk turut serta dalam Latihan bersama terkait keadaan-keadaan yang menyangkut kemanusiaan, seperti wabah penyakit dan perang. Di kalangan Subud Indonesia, Latihan ini disebut “Latihan khusus”, di mana peserta menyatakan niatnya ketika hendak melakukan Latihan Kejiwaan. Menyusul Latihan khusus, peserta diharapkan untuk melakukan pembersihan melalui Latihan biasa, yang tidak mengandung keinginan atau niat.

Latihan khusus dilakukan selama beberapa tahun, sebelum jadwal Latihan reguler, di cabang Subud di Jawa Timur di mana saya menjadi anggotanya, dengan harapan agar masalah berat yang sedang menimpa cabang dapat terselesaikan dengan baik. Masalah itu akhirnya terselesaikan, tapi hal itu telah menanamkan bom waktu konflik yang lebih besar dan keras yang meledak bertahun-tahun kemudian. Inilah yang membuat pembantu pelatih senior dari cabang tersebut tidak mau lagi melakukan Latihan khusus sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. “Lakukan saja apa yang harus kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah, gunakan akal pikirmu, karena kamu masih hidup di dunia ini. Tapi lakukan dengan sabar, tawakal dan ikhlas,” kata pembantu pelatih senior itu ke saya.

Selama ini, saya belum pernah ikut dalam Latihan khusus bersama untuk tujuan-tujuan yang melampaui batas-batas cabang atau kelompok di mana saya menjadi anggotanya. Kadang saya melakukan Latihan untuk saudara-saudara yang sakit. Satu pembantu pelatih tua, sekarang sudah meninggal, pernah meminta saya untuk mendampingi beliau dalam Latihan di kamarnya di rumah sakit, karena baginya sangat sulit untuk melakukan Latihan sendirian saat sakit. Si pembantu pelatih menasihati, “Betapa pun kamu kasihan padaku, jangan pernah menginginkan Latihanmu dapat menyembuhkanku. Kamu Latihan seperti biasa, tanpa keinginan atau harapan atau angan-angan, dan lakukan itu untuk kamu sendiri.”

Ketika kemudian si pembantu pelatih bilang ke saya bahwa dia menerima Latihan yang benar-benar enak dan nyaman, saya memohon ampunan Tuhan jika ada perasaan sekecil apa pun dari pihak saya bahwa itu berkat saya mendampingi Latihannya.

Pengalaman-pengalaman saya selama ini mengajarkan saya bahwa kadang kita harus menempuh “ketiadaan tindakan” (non action), yang karena itu akan membiarkan Semesta untuk bekerja membenahi segala sesuatu di dalamnya. Dengan latar belakang akademis dalam ilmu sejarah, saya akhirnya menginsafi bahwa semua tragedi dalam kehidupan harus terjadi, baik dalam jangka waktu yang pendek atau untuk waktu yang sangat lama, untuk tiba di apa pun yang telah kita capai saat ini dan di masa depan. Saya menjadi mengerti bahwa ungkapan Bapak “Latihan saja, nak” adalah untuk meniadakan harapan atau keinginan untuk mengubah dunia ini melalui usaha-usaha yang semata berlandaskan nafsu yang dipengaruhi daya rendah. ©2021


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 25 Mei 2021 

No comments: