Sunday, November 4, 2018

Memaafkan Diri Sendiri Atas Perbuatan Orang Lain


SALAH satu pukulan terberat yang menghantam hidup saya selama ini adalah pengkhianatan dan kecurangan yang dilakukan empat saudara SUBUD saya dalam berbisnis. Saya tidak perlu merincinya dalam tulisan kali ini, karena tidak ada gunanya, hanya menimbulkan tanda tanya orang awam terhadap manfaat dari Latihan Kejiwaan yang dilakoni para anggota SUBUD, dan karena saya sudah memaafkan mereka serta membuang semua ingatan tentang kejadian itu ke laut.

Saya memulai sebuah perusahaan konsultan branding pada akhir tahun 2010, didorong dan disemangati oleh seorang saudara sejiwa yang berstatus pembantu pelatih di PPK SUBUD Cabang Jakarta Selatan, yang sudah saya anggap kakak saya sendiri. Bersama dia, istri saya, dan tiga orang saudara sejiwa lainnya, saya menginvestasikan uang saya sebagai modal awal usaha. Tidak besar, hanya Rp 10 juta. Tetapi jumlah itu belum termasuk dana yang saya dan istri gulirkan selama menjalankan usaha. Total, Rp 1,5 miliar saya investasikan dalam bisnis ini.

Saya tidak tahu menahu tentang cara menjalankan usaha, ketika saya mengawali firma konsultan branding tersebut. Saya hanya bermodalkan keberanian dan tekad untuk berusaha. Saya mengikuti pesan Bapak Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo, pendiri Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budhi Dharma (SUBUD), yang seringkali menganjurkan anggota SUBUD agar ber-enterprise, supaya masing-masing menemukan kebakatan pribadinya, mengejawantahkan Latihan Kejiwaan dalam kehidupan sehari-hari, menyaksikan sendiri bekerjanya bimbingan Tuhan Yang Maha Kuasa dalam pikiran dan perasaan, perkataan dan perbuatan kita saat berkarya untuk kemaslahatan hidup.

Di samping uang Rp 10 juta sebagai modal awal usaha (digabung dengan dana dari masing-masing dari keempat pesaham lainnya), saya telah mengantongi 16 tahun pengalaman sebagai copywriter, pengarah kreatif, dan perencana strategis di sejumlah biro iklan dan firma kehumasan, di Jakarta dan Surabaya. Pengalaman ini justru yang memainkan peran vital dalam melancarkan jalannya perusahaan, selain jejaring klien yang telah saya bangun selama ini. Bersama satu orang perancang grafis, saya dan istrilah yang pontang-panting menjalankan usaha ini. Karena hanya kami yang memahami seluk-beluk industri ini.

Mulai berjalan pada akhir tahun 2010, usaha kami lakoni awalnya di garasi rumah orang tua saya. Saya sangat excited, mengingat banyak sekali bisnis-bisnis menjadi besar ketika dimulai dari garasi. Matari Advertising, Apple Inc., dan Microsoft, adalah beberapa brand korporasi yang bermula di garasi. Pada tahun-tahun pertama, meski merangkak, usaha dapat berjalan dengan baik. Setiap proyek yang kami tangani memberi kami pelajaran baru tentang industri komunikasi pemasaran dan korporat, yang membuat perusahaan kami akhirnya memiliki pondasi yang kokoh untuk bertahan selamanya.

Nyatanya, tidak demikian. Setelah berjalan satu setengah tahun, dan mulai tampak “duit gede” mengalir ke dompet perusahaan, keempat pesaham lainnya, yang bekerja tidak sekeras—bahkan tidak sama sekali—kami, mulai mengincar bagian masing-masing. Tentu hal ini mengusik ketenangan kami yang notabene menjalankan perusahaan sehari-hari, tanpa digaji—karena dibohongi oleh salah satu pesaham, seorang praktisi perdagangan valuta asing, bahwa direksi yang berasal dari pesaham tidak perlu digaji.

Puncaknya, perusahaan tersebut terpaksa pecah kongsi. Bukan dengan baik-baik, melainkan dengan tindakan-tindakan kekerasan fisik dan mental, yang sempat membuat saya dan istri jatuh sakit. Yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa keempat pesaham yang mencurangi saya dan istri itu adalah saudara-saudara SUBUD kami sendiri. Saya dan istri sulit move on gegara kejadian ini.

Puji Tuhan, seorang pembantu pelatih senior dari PPK SUBUD Cabang Surabaya datang ke Jakarta di saat saya membutuhkan pendampingan seorang pembantu pelatih. Jiwa saya serasa remuk oleh kejadian tersebut, saya sulit menerima kenyataan itu, dan terus-menerus merasa dihantam oleh pertanyaan paling mendasar: Mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi dan mengapa orang-orang yang sudah menerima Latihan Kejiwaan tega melakukan hal keji itu.

Dari pembantu pelatih senior asal Cabang Surabaya itu—yang sudah saya anggap ayah sendiri—saya mendapatkan audio, video, dan transkrip ceramah Bapak Subuh sebesar 60 gigabyte, untuk saya dengarkan atau baca dengan rasa diri yang tenang. “Rahasianya ada di situ semua!” kata Pak Yanto, pembantu pelatih sepuh itu kepada saya, usai mengkopi 60 Gb ceramah Bapak ke external harddisk milik saya dari laptop milik beliau.

“Rahasia apa, Pak?” tanya saya.

“Rahasia hidup Mas Anto, rahasia tentang bimbingan Tuhan, rahasia tentang bekerjanya hidup dan kehidupan kita. Saya sudah menemukannya,” jawab Pak Yanto dengan suara yang kalem.

“Apa rahasia yang Pak Yanto temukan?” tanya saya lagi, penasaran. Ada satu sisi pada diri saya yang merasa enggan bila harus membaca atau mendengarkan ceramah sebanyak itu.

“Yang saya temukan adalah rahasia untuk hidup saya sendiri. Yang harus Mas Anto temukan adalah rahasia untuk hidup Mas Anto sendiri. Tiap orang beda lho rahasianya,” pungkas Pak Yanto.

Dengan tekad kuat untuk menemukan rahasia itu—yang saya pikir dapat menjadi solusi bagi masalah yang sedang saya hadapi saat itu—saya mulai menonton video, mendengarkan audio rekaman, atau membaca transkrip dari ceramah-ceramah Bapak Subuh. Pada satu titik selama periode itu, saya menemukan rahasianya. Rahasia untuk saya sendiri, yang hanya saya yang dapat memahaminya, karena sesuai dengan kebutuhan jiwa saya.

Rahasianya terletak pada sikap diri yang sabar, tawakal, dan ikhlas. Dengan bersabar, saya akan menyerahkan atau mewakilkan (akar kata “tawakal”) masalah saya kepada Tuhan, dan dengan begitu saya bisa ikhlas. Saat ketiga hal itu berpadu, saat itulah saya memasuki kondisi “kosong tapi penuh”, berserah diri kepada kehendakNya. Dan saat itu pula, semua yang ingin saya ketahui akan mengisi diri saya. Tiba-tiba saja saya paham, tiba-tiba saja saya mengerti. BimbinganNya kuat dan jernih hanya ketika saya bersabar, bertawakal, dan ikhlas.

Itulah yang kemudian saya praktikkan dalam hidup saya selanjutnya. Perintah pertama yang saya terima adalah untuk memaafkan diri sendiri atas apa yang terjadi. Yang terjadi adalah perbuatan keji oleh empat saudara SUBUD saya. Saya harus membuang semua ingatan saya terhadap kejadian itu ke laut, melupakannya, dan memaafkan diri sendiri. Dengan memaafkan diri (ego) saya, saya akan mampu memaafkan saudara-saudara SUBUD yang telah mengkhianati dan mencurangi saya.

Sulit kah? Ya, pasti sulit, bila tidak mendapat bimbingan Tuhan untuk melakukan hal itu. Sabar, tawakal, dan ikhlas ternyata bukan hak atau kemampuan pribadi kita; itu adalah kemurahan Tuhan atas diri kita. Sabar, tawakal, dan ikhlas adalah milikNya, hanya Dia yang bisa memberinya kepada kita, bukan orang lain, bukan ustad, bukan pendeta, bahkan bukan nabi sekalipun.

Hanya dengan memaafkan diri saya sendiri, saya mampu merengkuh sabar, tawakal, dan ikhlas berkat kemurahan Tuhan bagi hambaNya yang berserah diri kepada kehendakNya. Menjadi orang SUBUD adalah bukan tentang menilai apa yang orang lain lakukan terhadap diri kita, tetapi tentang mengelola diri kita sendiri, karena semua yang terjadi di sekitar kita adalah lantaran energi yang memancar dari diri kita. Bila energinya positif, maka semua akan menjadi positif bagi kita. Sebaliknya, bila energi negatif yang kita pancarkan, maka semua akan menjadi negatif. Sebagaimana yang pernah diceramahkan Bapak Subuh, orang-orang berkelakuan buruk dan/atau peristiwa-peristiwa buruk yang kita jumpai dalam keseharian kita sejatinya adalah cerminan dari “isi” diri kita. Alih-alih menyalahkan orang lain atas derita kita, lebih baik mulai dengan memaafkan diri sendiri dan selalu berprasangka baik terhadap kehendak Tuhan Yang Maha Baik.©2018



Jl. Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 5 November 2018

1 comment:

kaweruh said...

tulisannya bagus..menyentuh..menggetarkan rasa...saya juga anggota subud..dikarenakan urusan duniawi..saya sekian tahun meninggalkan latihan....rasa terasa hambar;/pikiran jd tidak tenang...beberapa hari ini saya cari konten tentang subud baik lewat youtube/blok /kaskus...kok jadi rasa bergetar kembali .adem..moga saya jadi tersadar dan kembali latihan ..moga tuhan membukakan jiwa saya,untuk kembali ke jalan NYA