Monday, May 29, 2017

Pak Saleh As'ad Djamhari dalam Ingatan Saya

SAYA pindah dari Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) IKIP Jakarta ke Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI; sekarang menjadi Fakultas Ilmu Budaya/FIBUI) karena ada matakuliah Sejarah Militer Dunia dan Sejarah ABRI yang diajar oleh Kolonel (Inf.) Drs. Saleh As’ad Djamhari dan diasisteni Mas Tubagus Lutfi,SS dengan buku diktat Eric Nordlinger-nya (Militer dalam Politik: Kudeta dan Pemerintahan, 1990). Saya langsung malas begitu ikut kuliah Sejarah Militer Dunia karena ternyata topiknya adalah peranan militer dalam politik, sedangkan saya lebih menyukai sejarah perang. Setelah itu, saya tidak lanjut mengambil matakuliah Sejarah ABRI, karena pasti mengkaji peranan ABRI dalam politik.

Begitu saya mulai menyusun skripsi, Pak Saleh ditunjuk menjadi pembimbing saya. Begitu tahu tema skripsi saya adalah aksi-aksi gerilya dan anti-gerilya dalam Agresi Militer Belanda II (1948-1949) di Jawa Tengah Bagian Barat, mata Pak Saleh berbinar-binar; rupanya beliau berharap ada yang menulis sejarah perang murni, bukan militer dalam politik.

Tiap kali saya datang untuk bimbingan skripsi di Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, sekali di rumah beliau (yang dekat rumah cewek Sastra Jepang yang saya incar di Kompleks MABAD Rempoa, Ciputat) dan sekali di Markas Besar ABRI, dengan semangat Pak Saleh mendiskusikan perang dan jenis-jenis persenjataan serta adu pendapat tentang para ahli strategi perang dunia. Saya yang waktu itu mengidolai Jendral Bernard L. Montgomery versus beliau yang menjagokan Jendral Erwin Rommel, dua panglima perang yang saling berhadapan di medan Afrika semasa Perang Dunia II.

Saya masih ingat kata-kata beliau di ruang kerjanya di gedung Pusjarah ABRI, di mana beliau menjabat Kepala Dinas Penelitian dan Penulisan (Kadislitsan): “Jarang lho mahasiswa UI mau menulis sejarah perang dari aspek strategi dan taktik militer. Seingat saya, baru kamu.”

Dalam sidang skripsi saya yang digelar pada 7 Juli 1993, Pak Saleh memuji skripsi saya: “Ini skripsi yang langka. Belum pernah ada mahasiswa S1 yang berani membahas bipolar strategy; strategi TNI dan tentara Belanda sekaligus.”

Pak Saleh tutup usia pada 26 Mei 2017 pukul 19.00 WIB. Bagaimanapun, beliau tetap hidup dalam ingatan saya sampai saya pun akan menyusulnya.



Kalibata, 27 Mei 2017

No comments: