“RAPOR”
pemeriksaan psikologi saya dari psikolog yang dirujuk oleh sekolah dasar di
Belanda tahun 1970an menyatakan: “80% dari waktunya sehari-hari dihabiskan AntoDwiastoro di dunia imajinasinya. Bila diarahkan dengan baik, akan membuat ia
berkembang menjadi pribadi yang sangat kreatif”. Rapor resmi sekolah dasar di
mana saya bersekolah di Den Haag, Belanda, antara tahun 1974 sampai 1978 selalu
ada catatan—yang membuat ibu saya sedih: “Suka melamun. Anto seperti hidup di
dunia lain!”
Tahun 1996, ketika menjadi Senior Copywriter di sebuah perusahaan periklanan multinasional Grey Indonesia, Creative Director-nya, yang seorang
Australia berlatarbelakang copywriter
pemenang Clio Award, penghargaan
bergengsi periklanan dunia, bilang ke saya, ketika saya mengajukan surat
pengunduran diri, “Suatu malam, saya nggak
bisa tidur dan berpikir. Istri saya yang juga creative director di biro iklan AIM Communications, tanya, ‘Neal,
apa yang mengganggu pikiranmu?’ Saya bilang ke dia, ‘Ada orang ini di GreyIndonesia—sebagai orang Indonesia, dia kelewat kreatif.’
Tahukah kamu siapa dia? That’s you,
Anto!”
Saya bercerita kepada Neal Weeks, sang CD di Grey Indonesia, kalau semasa
kecil—hingga dewasa—saya divonis psikolog rujukan sekolah “menderita”
(nyatanya, saya tidak menderita) FPP atau Fantasy Prone Personality atau Kepribadian Rentan Fantasi. Karena mendapat
bimbingan dan arahan yang baik di sekolah, maka saya dan sejumlah rekan sekelas
yang juga FPP berkembang menjadi pribadi-pribadi yang kreatif.
Kepribadian Rentan Fantasi atau FPP merupakan disposisi atau ciri
kepribadian di mana seseorang mengalami keterlibatan seumur hidup yang luas dan
mendalam dalam fantasi. Disposisi ini merupakan upaya, setidaknya sebagian,
untuk menggambarkan “imajinasi yang terlalu aktif” atau “hidup dalam dunia
mimpi” secara lebih baik. Orang dengan sifat ini (disebut sebagai fantasizer) mungkin mengalami kesulitan
dalam membedakan antara fantasi dan kenyataan dan dapat mengalami halusinasi,
serta gejala-gejala psikosomatik diri yang dibuatnya sendiri.
Konstruk-konstruk psikologis yang terkait erat dengan FPP termasuk
melamun, penyerapan diri (ke dalam fantasi) dan memori eidetik (kemampuan
mengingat dengan sangat detil gambar, bunyi, atau benda dalam memori setelah
terpapar sepintas dengan gambar/bunyi/benda tersebut). Orang-orang dengan FPP
dilaporkan menghabiskan sebagian besar waktu mereka berfantasi, memiliki
fantasi-fantasi yang sangat kuat dan tajam, memiliki pengalaman paranormal,
serta pengalaman religius yang intens. Orang-orang dengan FPP dilaporkan
menghabiskan lebih dari setengah dari waktu mereka berfantasi dalam keadaan
terjaga atau melamun dan sering mencampurkan fantasi mereka dengan ingatan
mereka yang sebenarnya. Mereka juga melaporkan pengalaman-pengalaman keluar
dari tubuh atau “ngraga sukma”.
FPP tidak selamanya berdampak buruk. Bagi sebagian besar orang, melamun merupakan sebuah dunia virtual di mana kita dapat mengerangka masa depan,
mengeksplorasi skenario-skenario terburuk atau membayangkan
petualangan-petualangan baru tanpa risiko. Melamun dapat membantu kita
merancang solusi-solusi kreatif atas permasalahan-permasalahan kita atau
memaksa kita, sementara kita sibuk dengan satu tugas, untuk mengingat-ingat
tujuan-tujuan penting lainnya. Terlepas dari segala kemungkinan terburuk,
dengan dukungan, bimbingan, dan arahan yang baik, orang-orang dengan FPP dapat
menjadi pribadi-pribadi yang sangat kreatif, yang akan mendatangkan kebaikan
baik bagi mereka sendiri maupun masyarakat.
Kesukaan berimajinasi—yang berkat bimbingan para guru saya di Belanda
membuat saya dapat menerima bahwa kenyataan tidak selalu sejalan dengan
khayalan—terbukti banyak membantu saya dalam mencintai pekerjaan atau
tugas-tugas yang tidak saya sukai. Seperti saat mengepel lantai rumah, saya
bayangkan diri saya sedang mengepel dek kapal induk—sesekali saya menengadahkan
kepala seolah sedang mengawasi apakah ada pesawat yang akan mendarat; ketika
mencuci motor, saya berimajinasi sedang mencuci pesawat atau lokomotif; waktu
naik angkot yang penuh dan saya duduk di dekat pintunya, saya berkhayal saya
sedang duduk di dalam helikopter yang membawa pasukan ke medan tempur. Ketika
mendapat kerjaan menulis buku bertema sejarah, yang mengharuskan saya melakukan
penelitian (yang bagi saya merupakan kegiatan yang menjemukan), saya
membayangkan diri menjadi Indiana Jones dalam misi pencarian harta karun. Semua
jadi terasa menyenangkan—dan tugas-tugas pun terselesaikan dengan baik. Coba
deh!©
Kalibata, Jakarta Selatan, 2 Oktober 2015
No comments:
Post a Comment