Thursday, October 1, 2015

Sisi Positif Kepribadian Rentan Fantasi

“RAPOR” pemeriksaan psikologi saya dari psikolog yang dirujuk oleh sekolah dasar di Belanda tahun 1970an menyatakan: “80% dari waktunya sehari-hari dihabiskan AntoDwiastoro di dunia imajinasinya. Bila diarahkan dengan baik, akan membuat ia berkembang menjadi pribadi yang sangat kreatif”. Rapor resmi sekolah dasar di mana saya bersekolah di Den Haag, Belanda, antara tahun 1974 sampai 1978 selalu ada catatan—yang membuat ibu saya sedih: “Suka melamun. Anto seperti hidup di dunia lain!” 

Tahun 1996, ketika menjadi Senior Copywriter di sebuah perusahaan periklanan multinasional Grey Indonesia, Creative Director-nya, yang seorang Australia berlatarbelakang copywriter pemenang Clio Award, penghargaan bergengsi periklanan dunia, bilang ke saya, ketika saya mengajukan surat pengunduran diri, “Suatu malam, saya nggak bisa tidur dan berpikir. Istri saya yang juga creative director di biro iklan AIM Communications, tanya, ‘Neal, apa yang mengganggu pikiranmu?’ Saya bilang ke dia, ‘Ada orang ini di GreyIndonesia—sebagai orang Indonesia, dia kelewat kreatif. Tahukah kamu siapa dia? That’s you, Anto!” 

Saya bercerita kepada Neal Weeks, sang CD di Grey Indonesia, kalau semasa kecil—hingga dewasa—saya divonis psikolog rujukan sekolah “menderita” (nyatanya, saya tidak menderita) FPP atau Fantasy Prone Personality atau Kepribadian Rentan Fantasi. Karena mendapat bimbingan dan arahan yang baik di sekolah, maka saya dan sejumlah rekan sekelas yang juga FPP berkembang menjadi pribadi-pribadi yang kreatif.

Kepribadian Rentan Fantasi atau FPP merupakan disposisi atau ciri kepribadian di mana seseorang mengalami keterlibatan seumur hidup yang luas dan mendalam dalam fantasi. Disposisi ini merupakan upaya, setidaknya sebagian, untuk menggambarkan “imajinasi yang terlalu aktif” atau “hidup dalam dunia mimpi” secara lebih baik. Orang dengan sifat ini (disebut sebagai fantasizer) mungkin mengalami kesulitan dalam membedakan antara fantasi dan kenyataan dan dapat mengalami halusinasi, serta gejala-gejala psikosomatik diri yang dibuatnya sendiri.

Konstruk-konstruk psikologis yang terkait erat dengan FPP termasuk melamun, penyerapan diri (ke dalam fantasi) dan memori eidetik (kemampuan mengingat dengan sangat detil gambar, bunyi, atau benda dalam memori setelah terpapar sepintas dengan gambar/bunyi/benda tersebut). Orang-orang dengan FPP dilaporkan menghabiskan sebagian besar waktu mereka berfantasi, memiliki fantasi-fantasi yang sangat kuat dan tajam, memiliki pengalaman paranormal, serta pengalaman religius yang intens. Orang-orang dengan FPP dilaporkan menghabiskan lebih dari setengah dari waktu mereka berfantasi dalam keadaan terjaga atau melamun dan sering mencampurkan fantasi mereka dengan ingatan mereka yang sebenarnya. Mereka juga melaporkan pengalaman-pengalaman keluar dari tubuh atau “ngraga sukma”.

FPP tidak selamanya berdampak buruk. Bagi sebagian besar orang, melamun merupakan sebuah dunia virtual di mana kita dapat mengerangka masa depan, mengeksplorasi skenario-skenario terburuk atau membayangkan petualangan-petualangan baru tanpa risiko. Melamun dapat membantu kita merancang solusi-solusi kreatif atas permasalahan-permasalahan kita atau memaksa kita, sementara kita sibuk dengan satu tugas, untuk mengingat-ingat tujuan-tujuan penting lainnya. Terlepas dari segala kemungkinan terburuk, dengan dukungan, bimbingan, dan arahan yang baik, orang-orang dengan FPP dapat menjadi pribadi-pribadi yang sangat kreatif, yang akan mendatangkan kebaikan baik bagi mereka sendiri maupun masyarakat.

Kesukaan berimajinasi—yang berkat bimbingan para guru saya di Belanda membuat saya dapat menerima bahwa kenyataan tidak selalu sejalan dengan khayalan—terbukti banyak membantu saya dalam mencintai pekerjaan atau tugas-tugas yang tidak saya sukai. Seperti saat mengepel lantai rumah, saya bayangkan diri saya sedang mengepel dek kapal induk—sesekali saya menengadahkan kepala seolah sedang mengawasi apakah ada pesawat yang akan mendarat; ketika mencuci motor, saya berimajinasi sedang mencuci pesawat atau lokomotif; waktu naik angkot yang penuh dan saya duduk di dekat pintunya, saya berkhayal saya sedang duduk di dalam helikopter yang membawa pasukan ke medan tempur. Ketika mendapat kerjaan menulis buku bertema sejarah, yang mengharuskan saya melakukan penelitian (yang bagi saya merupakan kegiatan yang menjemukan), saya membayangkan diri menjadi Indiana Jones dalam misi pencarian harta karun. Semua jadi terasa menyenangkan—dan tugas-tugas pun terselesaikan dengan baik. Coba deh!© 


Kalibata, Jakarta Selatan, 2 Oktober 2015

No comments: