“Hidup
itu memberikan pilihan. Tetapi, jika engkau bingung untuk memilih di antara dua
pilihan, pilihlah kedua-duanya.”
—Anonim
PUTRA dari salah
seorang kenalan saya, sebut saja Ali, suatu ketika menelepon saya. Ia
menuturkan bahwa untuk tugas presentasi yang harus dilakukannya sebagai salah
satu syarat dari program pertukaran pelajar, yang mengirimnya ke Amerika
Serikat, ia hendak membahas perihal pertumbuhan ekonomi. Ayahnya malah
menyarankan dia agar membahas masalah lingkungan hidup, karena untuk itu ia
bisa meminta bantuan saya lantaran saya memiliki banyak referensi, terutama
setelah dua tahun terakhir saya terlibat dalam penulisan buku tentang program
pemeringkatan perusahaan (PROPER) dalam sistem manajemen lingkungan dari
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Si Ali pun menghubungi
saya, dan meminta pendapat saya, apakah ia harus membahas subyek pertumbuhan
ekonomi atau lingkungan hidup. Saya malah memberi dia usul: “Bagaimana kalau
kamu membahas keduanya, dengan premis bahwa pelestarian lingkungan hidup akan
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan?”
Sudah lazim kita dengar
atau baca tentang kearifan bahwa hidup itu memberikan pilihan; apa pun yang
Anda pilih akan ada konsekuensi yang mesti Anda pertanggungjawabkan. Tetapi,
bagaimana kalau Anda memilih kedua-duanya di antara dua pilihan? Yang jelas,
akan menghasilkan keseimbangan yang baik dengan landasan berpijak yang kokoh.
Itulah “jalan tengah” yang dianjurkan para guru bijak di masa lalu. Jika kita
menempuh jalan tengah itu berarti kita menyelaraskan dua hal yang bertentangan
menjadi satu kesatuan yang kuat, sebagaimana keselarasan Yin dan Yang, pria dan
wanita, sakit dan sehat, gagal dan sukses, gelap dan terang, dan lain-lain
sifat-sifat berlawanan yang dipersatukan melalui Jalan Tengah.
Kerjasama tim (teamwork), idealnya, bukanlah tentang
mempersatukan orang-orang yang sama, melainkan menggabungkan orang-orang yang
berbeda watak dan keahlian untuk satu tujuan. Bagaimanapun, tidak ada manusia
yang sama. Masing-masing manusia diciptakan berbeda satu sama lain, memiliki
pandangan dan jalan hidup yang berbeda, serta berkebutuhan yang berbeda pula.
Adalah menyalahi kodrat jika semua manusia diseragamkan menurut tolok ukur yang
dianut satu orang atau satu kelompok. Kebenaran bagi satu orang belum tentu
kebenaran bagi yang lainnya. Ketika hal ini dilanggar, di situlah terjadi
ketidakseimbangan yang membuyarkan seluruh tatanan semesta!
Kekuatan kita justru
terletak pada kemampuan kita untuk menerima perbedaan dan menempatkan diri kita
di Jalan Tengah yang dapat menggabungkan beberapa hal yang berbeda secara
selaras. Hal ini tidak sulit dan bukan sesuatu yang tidak mungkin, kecuali Anda
selalu menganggap perbedaan sebagai sesuatu yang merusak tatanan. Penyelarasan,
atau Jalan Tengah, menghasilkan kekuatan yang membangun, dan bukan merusak.
Apabila amarah Anda lontarkan dengan muatan emosi atau ego, maka amarah itu
akan merusak. Tetapi bila amarah diluapkan dengan muatan kasih-sayang, maka
amarah itu akan menghasilkan perbaikan dan perdamaian yang berkelanjutan.
Inti dari Jalan Tengah
ini adalah keseimbangan. Apa pun, apakah itu negatif atau positif, jika tidak
seimbang bukan kebaikan yang dibawanya, melainkan kerusakan. Anak yang disayang
terus-menerus sehingga mengarah pada pemanjaan, akan membuat si anak tumbuh
menjadi manusia yang lemah. Sebaliknya, jika ia dikasari terus-menerus ia akan
menjadi pribadi yang kejam. Laksana air, yang dalam jumlah yang cukup akan
dapat mengenyahkan rasa haus dan kepanasan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan
akan bisa menenggelamkan dan membunuh kita!
Saya teringat pada
kisah yang diceritakan kawan saya, seorang guru sekolah menengah atas yang
mempunyai masalah dengan muridnya yang prestasi belajarnya tidak memuaskan
lantaran si murid hanya suka bermain papan luncur atau skateboard. Orang tua si murid sudah melarang anak mereka bermain skateboard, bahkan membuang papan luncur
yang mereka anggap sebagai biang anak mereka tidak mau belajar. Bukannya
prestasi belajarnya meningkat, si anak malah semakin tidak mau belajar.
Akhirnya, kawan saya
itu menempuh Jalan Tengah: Ia membangun sarana bermain papan luncur yang keren
di halaman sekolah dan ia memberi keleluasaan pada muridnya itu untuk bermain skateboard sepuasnya, dengan satu
syarat—dia harus merebut kesempatan itu lewat setiap nilai bagus dalam
pelajaran sekolahnya. Si murid sepakat dengan perjanjian tersebut. Alhasil,
nilai pelajarannya melonjak tinggi, setinggi ia melesat ke udara dengan papan
luncurnya. Dan semua orang terpuaskan. Nah, adakah pilihan yang lebih baik
daripada memilih Jalan Tengah?©
No comments:
Post a Comment