Tuesday, October 18, 2011

Paradigma



“Jika kamu tidak keluar dari kotak di mana kamu dibesarkan, kamu tidak akan dapat memahami betapa besar dan luasnya dunia ini.”

“Hadapi fakta seperti anak kecil, siapkan diri Anda untuk melepas gagasan-gagasan yang terkandung di dalamnya, ikuti dengan rendah hati ke mana saja alam membimbing Anda, atau Anda tidak akan belajar apa pun.”
Thomas Huxley


Saya kerap bingung jika ditanya oleh orang yang belum mengalaminya, apakah Latihan Kejiwaan itu dan pengalaman seperti apa yang disajikannya. Apalagi jika orang yang bertanya masih dikungkung oleh paradigma-paradigma mapannya tentang apa yang dinamakan spiritualitas: bahwa spiritualitas merupakan olah rohani yang digerakkan oleh keimanan kepada Tuhan dan dipandu oleh ajaran agama tertentu.


Mencoba memahami Latihan Kejiwaan dengan paradigma agama yang dianut oleh pelaku atau orang yang ingin tahu tentangnya tidak akan pernah berhasil—bukannya memperoleh pemahaman, kita malah akan teraduk-aduk dalam pusaran ketidakmengertian yang memusingkan. Pendek kata, memahami Latihan Kejiwaan haruslah dengan paradigma yang diperoleh dari Latihan itu sendiri. Tidak perlu dicari ekuivalensi (padanan) darinya dalam paradigma-paradigma agama atau jalan spiritual yang telah ada sebelumnya.


Manusia sering—jika tidak bisa dikatakan selalu—mengungkung atau mengikatkan dirinya dengan paradigma, yaitu sudut pandang yang diperolehnya dari pengalaman dalam perkataan dan perbuatan, pikiran dan perasaan pada suatu masa, yang sebetulnya akan menyesatkannya jika ia menggunakan paradigma yang sama dalam memahami suatu pengalaman yang berbeda atau baru. Apalagi bila paradigma tersebut membuatnya nyaman.


Mungkin Anda tahu tentang kisah aforisma “Cangkir Pengetahuan Zen” yang acap disampaikan kepada mereka yang ingin mempelajari filsafat Zen. Seorang sarjana mendatangi guru Zen dan menyatakan ingin belajar padanya. Sebelum menyatakan kesanggupannya, sang guru menuangkan teh ke dalam cangkir yang ia taruh di hadapan si sarjana. Sang guru terus menuang sampai cangkir itu penuh dan isinya meluber.


“Stop! Apa yang Anda lakukan?” seru si sarjana, keheranan. “Cangkir itu sudah penuh. Mengapa Anda terus menuangkan teh ke dalamnya?”


Sang guru pun memberitahunya. “Ini pelajaran pertama Zen. Kalau kamu ingin mengetahui tentang Zen, kamu harus mengosongkan cangkir pikiranmu dulu dari pengetahuan-pengetahuan lamamu. Kalau tidak, maka yang kusampaikan nantinya tidak ada gunanya, karena hanya akan meluber ke mana-mana.”


Mau tahu apa itu jalan yang sesat? Itulah jalan yang sama sekali baru, belum pernah dilewati (a road less traveled), yang kita harapkan dapat melaluinya dengan tuntunan paradigma-paradigma yang telah menghuni diri kita selama ini. Paradigma lama bukanlah peta yang akurat yang dapat menuntun kita melewati wilayah jelajah yang baru, karena persoalan-persoalan yang bakal menghadang bukanlah yang pernah dikenal sebelumnya. Dalam hal ini, diperlukan kreativitas kita dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada.


Mengapa banyak ide hebat hanya berhenti pada wacana? Sebabnya, para penggagas telanjur menghakimi ide-ide tersebut dengan paradigma-paradigma lama mereka. Itulah sebabnya, menjadi kreatif saja tidak cukup; Anda juga perlu berani bertindak kreatif, berani melakukan terobosan, tidak membiarkan paradigma-paradigma karatan menghalangi langkah Anda!


Di dunia profesional saya—komunikasi pemasaran dan korporat, tidak sedikit praktisi yang susah maju. Penyebabnya, tidak lain dan tidak bukan adalah keengganan mereka melepaskan diri dari paradigma yang telah mereka anut selama ini. Mereka mengira merek perlu aturan baku untuk berkembang, yang jika dilanggar akan menghambat prosesnya. Akibatnya, muncullah pemikiran-pemikiran yang template (klise), mengulang strategi pengembangan merek yang sama untuk satu kategori produk yang sejenis.


Paradigma cenderung menyesatkan, dan ujung-ujungnya juga mencelakai. Tidak percaya? Teliti saja diri Anda; bukan tidak mungkin hidup Anda saat ini sedang dijungkirbalikkan oleh paradigma kesuksesan yang diciptakan oleh orang lain, dan dipercaya sebagai kebenaran mutlak oleh publik. Kesuksesan tidak jarang dimaknai sebagai sebuah pencapaian (achievement) yang ditandai oleh kemajuan finansial, jabatan tinggi di perusahaan atau dunia politik, dan lain-lain yang serba sekala (tangible) nan gemilang.


Paradigma kesuksesan (seharusnya) bersifat pribadi, berbeda dari orang yang satu ke yang lain, karena masing-masing orang punya cara hidup dan pendekatan yang berbeda dalam mengukur kesuksesannya. Kawan saya pernah berujar bahwa kesuksesan baginya adalah apabila ia dapat bangun pagi dan punya banyak waktu untuk menghirup udara pagi yang bersih dan mengusap wajahnya dengan embun yang menempel pada dedaunan. Mungkin bagi kita harapan kawan saya itu sepele saja, dan sebenarnya sangat mudah dilakukan. Nyatanya tidak, karena ia harus bangun pagi demi menghindari kemacetan agar ia dapat sampai di kantor tepat waktu, sedangkan pada akhir pekan ia sudah terlalu lelah untuk bisa bangun pagi!


Pergeseran paradigma (paradigm shift) merupakan jalan keluar dari kungkungan paradigma lama. Pergeseran paradigma dianggap sebagai perubahan dalam cara berpikir dan bertindak yang sudah mapan, sehingga hal itu sering diperlakukan sebagai tindakan yang revolusioner, suatu transformasi, semacam metamorfosis, yang digerakkan oleh agen-agen perubahan. Namun, jangan salah: Perubahan pasti terjadi! Permasalahan lama akan berlalu dan kita akan dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang baru. Hindari penanganan hidup dan permasalahan kehidupan Anda yang baru dengan paradigma yang lama, yang buntutnya malah mencelakai Anda.Ó




Lantai 7 Citylofts Sudirman, Karet Tengsin, Jakarta Pusat, 18 Oktober 2011

No comments: