SETIAP tanggal 26 Desember saya selalu teringat pada kisah berikut ini.
Tanggal 6 Maret 2005, ketika saya masih aktif sebagai anggota Cabang Surabaya, saya ikut dalam rombongan Pembantu Pelatih Nasional (PPN) Pria Komisariat Wilayah (Komwil) VI saat itu, Pak Soenardi Soesasmito, berkunjung ke rumah Pak dr. Hoediarto di kota Kediri, Jawa Timur. Beliau pembantu pelatih Subud Cabang Kediri yang saat itu saja sudah punah, kabarnya karena beliau krisis hingga bahkan berhenti praktik dokter umumnya, meskipun papan yang menunjukkan beliau seorang dokter masih berdiri di pekarangan depan rumahnya.
Perjalanan Surabaya-Kediri pp ditempuh dengan bermobil; ada tiga mobil, saya di mobil Daihatsu Taruna-nya Pak Yanto Luwiharjo bersama Pak dan Bu Yanto dan disopiri Bagiyon (saat ini menjabat Konsilor Organisasi PPK Subud Indonesia).
Dari situ, perjalanan dilanjutkan ke Desa Sumberjo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sekitar 13 km di sebelah selatan pusat kota Kediri. Di desa sunyi nan sejuk ini, kami berkunjung ke rumahnya Pak Estu, ayah dari alm. Agus Basuki, anggota Jakarta Selatan yang meninggal saat pandemi Covid-19, tahun 2021 lalu.
Pak Estu, seorang pensiunan wartawan, dibuka di rumah beliau pada 26 Desember 2004. Agus sengaja pulang kampung saat itu untuk berkoordinasi dengan Pak Soenardi agar ayahnya dapat dibuka di rumah beliau di Sumberjo.
Pak Estu menuturkan bahwa setelah dibuka, beliau menonton televisi yang memberitakan bahwa pada waktu yang bersamaan dengan pembukaan beliau Aceh dilanda gempa bumi berskala magnitudo 9,1-9,3 Mw, disusul dengan tsunami.
Apakah ada hubungannya antara gempa dan tsunami Aceh dengan pembukaan itu? Entahlah.©2024
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 26 Desember 2024
No comments:
Post a Comment