Sunday, December 1, 2024

“Raiders of the Lost Subud Magazines”



HARI Minggu pagi, 1 Desember 2024, saya memacu sepeda motor ke Wisma Subud Bogor di Jawa Barat, 33 km dari tempat tinggal saya di pinggiran selatan Jakarta, untuk suatu “misi pelacakan” yang seru. Latar belakang akademik saya di Ilmu Sejarah membuat saya sangat menyukai pencarian, apalagi penemuan, artefak-artefak bersejarah.

Kali ini misinya adalah melacak dan mendata majalah Aneka Subud, media komunikasi Subud Indonesia (terbit pertama kali pada akhir tahun 1950an, majalah ini awalnya adalah media organik Subud Jawa Timur) yang 85 persen isinya berupa ceramah Bapak dan Ibu Rahayu, surat jawaban Bapak dan Ibu atas pertanyaan anggota, dan secuil berita kegiatan Subud di Indonesia serta kisah pengalaman anggota dengan Latihan.



Aneka Subud terbit terakhir kalinya tahun 2014. Banyak anggota Subud Indonesia yang mengira penghentian penerbitannya lantaran harga cetak yang membubung. Tetapi hal itu terbantahkan oleh kenyataan bahwa Pengurus Nasional Subud Indonesia masih terus menerbitkan versi cetak dari Jurnal Subud Indonesia (JSI) yang 100 persen isinya adalah kegiatan organisasi dan pengalaman anggota, dan tidak ada ceramah Bapak atau Ibu. Memang awalnya penerbitan JSI bukan untuk menyaingi Aneka Subud, melainkan keduanya berjalan harmonis, dengan JSI sebagai suplemen Aneka Subud yang mewartakan kegiatan pembantu pelatih, pengurus dan anggota.

JSI kini dibuat dalam format PDF yang didistribusikan kepada anggota melalui WhatsApp. Meskipun ini sangat membantu dalam mengatasi biaya percetakan yang mahal, toh Aneka Subud malah tidak lagi diterbitkan. Saya tidak tahu apa alasannya.

Sebagai sejarawan (meski saya lulusan program studi Sejarah dari universitas negeri terkemuka Indonesia, saya lebih ke amatir daripada profesional, yang dikenal dewasa ini dengan sebutan “sejarawan publik”), saya sangat suka menyentuh artefak-artefak kuno, mencium aromanya, meraba-rabanya untuk merasakan jiwa zamannya. Kemarin, saya sendirian di ruangan di Wisma Subud Bogor yang menampung lemari etalase kaca dimana semua terbitan Subud disimpan. Penataannya cukup rapi dan tidak menyemburkan bau apek seperti yang saya cium di ruang baca di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Dada saya bergemuruh dengan suka cita karena menemukan majalah Aneka Subud terbitan tahun 1967, seusia dengan saya. Ada pula isu-isu lama yang kertasnya sudah menguning, sobek, isinya sebagian hilang, dan lembaran-lembaran kertas yang di sudut-sudutnya jadi korban santapan rayap. Saya menemukan pula majalah-majalah Subud dari Belanda, Jerman dan Amerika Serikat—entah apakah dulu ada anggota yang pernah berkunjung ke negara-negara itu dan membawanya sebagai oleh-oleh atau komite-komite Subud di ketiga negara itu memposkannya ke Subud Bogor.



Mendata nomor isu dan tahun terbitnya cukup melelahkan karena saya bekerja sendiri, namun ada kenikmatan tersendiri pula. Kegiatan itu mengingatkan saya pada masa ketika saya masih mahasiswa Jurusan Sejarah di Fakultas Sastra (sejak 2002 berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya/FIB) Universitas Indonesia, saat melakukan penelitian arsip di ANRI dan blusukan ke lembaga-lembaga lain yang memiliki sarana kearsipannya sendiri. Saya merasa menjadi Indiana Jones dalam film khayalan saya, “Raiders of the Lost Subud Magazines”.©2024

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 2 Desember 2024

No comments: