SAYA
ingin berbagi pengalaman kemarin (Jumat, 30 November 2018) saat menjenguk ipar
saya di Pamulang, Tangerang Selatan. Ipar saya, yang adalah suami dari sepupu
saya, menderita kanker nasofaring stadium akhir, yang dirawat di rumah, karena
dokter sudah angkat tangan.
Semalam,
ketika sudah hendak pulang, saya bilang ke Esta (bukan nama sebenarnya), sepupu
saya, bahwa bagi saya sulit untuk menasihati keluarga yang sedang berduka agar
sabar dan ikhlas, karena saya tahu hal itu tidak mudah, dan saya tidak berada
di posisi dia.
“Karena
itu, Es, saya ceritain aja ya, kalau
pelajaran berserah diri saya yang pertama adalah di tahun 1996, waktu Mama (begitu
saya memanggil ibu saya) dirawat di ruang ICU di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Dokter kasih saya dua pilihan yang sulit, tapi saya harus memilih. Tante P dan
Tante N, yang seingat saya hadir waktu itu, bilang agar saya ikhlaskan. Kamu tahu,
Es, meskipun ikhlas diajarkan oleh agama, tapi latihan real-nya kan nggak pernah
dikasih sama semua guru ngaji yang pernah ngajarin
saya.
Makanya,
waktu saya masuk SUBUD, ditanya: ‘Sampeyan
tahu, apa itu berserah diri?’ Saya bilang, ‘Saya nggak tahu, tapi saya mendapat pelajaran berserah diri, waktu Ibu
saya sedang koma dan saya harus memilih di antara dua pilihan yang sama-sama
sulit.’
Saya
pun menjauh dari orang-orang yang ngumpul
di luar ruang ICU Mama dan saya menyendiri di satu sudut di RSCM. Saya mohon
pada Tuhan, ‘Ya Allah, berilah aku petunjuk bagaimana aku harus ikhlas.’ Saat
itulah, saya seperti mendengar suara batin yang bilang: ‘Apa pun yang kamu
pilih, itulah yang terbaik bagi Mama. Dan jangan kamu sesali, karena Allah Maha
Tahu apa yang ada di hatimu.’.”
Esta
tampak menahan tangis (karena tidak mau kelihatan oleh putri sulungnya). Dia
lalu bilang, semua tindakan perawatan Sola (bukan nama sebenarnya), suaminya,
adalah pilihan dia dan Sola, sehingga apa pun yang terjadi dia tidak akan
menyesali dan berharap semua orang tidak menyalahkan dia atas
pilihan-pilihannya. Esta dan Sola sudah tahu risikonya, tapi mereka berjuang
untuk yang terbaik.
Puji
Tuhan, cerita saya ternyata bermanfaat, daripada memberi saran atau nasihat terkait
suatu keadaan yang saya sendiri belum pernah mengalaminya.©2018
Jl. Kalibata Selatan II,
Jakarta Selatan II, 1 Desember 2018
No comments:
Post a Comment