Gerai Emax di Jl. Kemang Raya, Jakarta Selatan. Di sinilah pada tahun 2009 saya mendapat keajaiban ilahiah. |
JUDUL tulisan ini terinspirasi oleh
versi bahasa Inggrisnya dari ceramah Bapak Muhammad Subuh yang dipetik Rahman
Connelly dan Bradford Temple dalam buku Human
Enterprise: Compiled from the Talks and Writings of Muhammad Subuh Sumohadiwidjojo
(1995). Dalam buku itu saya baca bahwa Bapak Subuh menasihati anggota SUBUD
agar jangan berdoa meminta uang kepada Tuhan, karena Tuhan bukan bankir, bukan
pemilik bank. Pada saat saya membaca bagian itu, saya tidak mengerti maksudnya.
Pengertian baru saya peroleh setelah mendapat pengalaman berikut ini.
Tahun 2009, saya ingin memiliki
sebuah komputer portabel yang dirilis Apple Inc., yaitu MacBook. Terserah saya
mau dibilang terpengaruh daya benda atau sok branded; saya ingin memiliki MacBook. Bukan soal gengsi yang
ditawarkannya, tetapi lebih pada pengalaman menggunakan sebuah sistem komputer
yang berbasis Mac OS (Macintosh Operating
Systems), yang berbeda dengan Windows yang biasa saya pakai. Banyak pula
program di dalamnya yang menunjang pekerjaan saya di bidang kreatif.
Dorongan yang begitu kuat untuk
memiliki sebuah MacBook membuat saya menempelkan gambar laptop tersebut di
dinding kamar saya, yang saya pandangi setiap hari sambil berucap dengan suara
pelan: “Kamu akan menjadi milikku, lihat saja!” Dan saya juga berdoa, “Ya
Tuhan, berilah aku pekerjaan freelance dengan
honor yang bisa aku pakai untuk membeli MacBook.”
Saya berdoa “minta pekerjaan”,
bukan “minta uang”, karena jauh sebelumnya saya telah membaca buku Human Enterprise. Saya membatin, “Baiklah,
Tuhan, Engkau bukan bankir, makanya aku nggak
minta duit. Aku minta pekerjaan aja,
yang honornya bisa aku pakai buat membeli yang aku inginkan.” Saat itu, harga
sebuah MacBook masih Rp 13 jutaan.
Tidak lama setelah berdoa, saya
ditelepon seseorang, seorang account
manager dari sebuah butik kreatif yang mendapatkan proyek pembuatan laporan
tahunan (annual report) dan
membutuhkan seorang copywriter yang
berpengalaman menulis laporan tahunan. Lebih disukai yang pernah memenangkan
penghargaan Annual Report Award atau
ARA (kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh Bapepam-LK (kini Otoritas Jasa
Keuangan) untuk menilai kualitas penyajian informasi dalam Laporan Tahunan
sebuah perusahaan). Laporan Tahunan PT Pupuk Kalimantan Timur yang saya tulis
naskahnya tahun 2008 meraih posisi kedua dalam ARA tahun itu untuk kategori
perusahaan non-Tbk. Saya terima tawaran dari sang account manager untuk menulis naskah laporan tahunan dari kliennya,
sebuah perusahaan pertambangan batu bara.
Honor yang saya ajukan, Rp
15.000.000, ditawar menjadi Rp 9.ooo.ooo. Walaupun saya terima, tetapi saya
mengeluh kepada Tuhan: “Bagaimana aku bisa membeli MacBook kalau honorku di
bawah harganya?” Saya menerima dalam ketenangan rasa diri saya kemudian, bahwa
saya harus menjalaninya saja dulu, tanpa perasaan kecewa atau ogah-ogahan. “Nanti kamu akan tahu
kenyataannya,” kata suara batin saya. Singkat cerita, laporan tahunan itu pun saya
kerjakan dengan sungguh-sungguh selama lebih dari sebulan, dan saya menerima
honor sebagaimana yang ditawarkan.
Pada suatu hari, tidak lama
setelah honor tersebut ditransfer ke rekening saya, istri saya mengajak saya ke
gerai Kemang dari Emax, yang merupakan Apple
Premium Reseller. Ujar istri saya, “Biar kamu bisa merasakan dulu gimana rasanya memakai MacBook.” Saya
terima ajakannya, dan pergilah kami berdua ke Emax Kemang, Jakarta Selatan.
Saat itu, malam Minggu. Tidak terpikir sama sekali untuk membelinya malam itu
juga, karena jumlah nominal uang saya masih belum mencapai harga yang
ditawarkan. Ternyata, sedang ada diskon untuk semua produk Apple di Emax
Kemang, yang berlaku hanya pada malam itu. Harga MacBook yang saya inginkan, dengan
diskon tersebut turun menjadi Rp 8.450.000. Saya dan istri saling menatap. Mata
saya berbinar-binar dan diri saya diselimuti semangat yang meletup-letup. Istri
saya pun berkata, “Kita beli sekarang, gimana?”
Kami pun membahasnya dengan
pramuniaga Emax Kemang. Masalahnya, kami tidak membawa uang tunai sebanyak itu.
Kami harus ke ATM dulu, dan ATM dalam sekali tarik hanya dibatasi maksimal Rp 5
juta. Kami merasa mendapat mukjizat ketika pramuniaga Emax Kemang berkata
dengan berbisik, “Bagaimana kalau sisanya besok? Malam ini Bapak-Ibu setor lima
juta, sisanya tiga juta empat ratus lima puluh besok, sekalian bawa barangnya.
Hanya kita kasih tawaran ke Bapak-Ibu aja.
Bapak-Ibu nggak usah kasih tahu yang
lain.”
Tentu saja, saya dan istri
setuju dengan tawaran itu. Dengan ledakan kesukacitaan di dalam diri kami, saya
dan istri bergegas ke ATM Mandiri terdekat, dan menarik uang tunai senilai Rp
5.000.000. Lalu, kami kembali ke Emax Kemang. Kami bayarkan uang tersebut ke
kasir disertai catatan dari si pramuniaga kepada kasir, bahwa itu spesial untuk
kami. Keesokan harinya, siang hari, usai Latihan Kejiwaan di Wisma SUBUD
Cilandak, saya dan istri kembali ke Emax Kemang untuk membayar sisanya. Sebuah MacBook
baru pun saya tenteng pulang.
Dari pengalaman tersebut, saya
mendapat pengertian mengapa Tuhan tidak usah dimintai uang, karena cara Dia
bekerja untuk memenuhi keinginan kita sama sekali berbeda dengan yang kita
pikirkan. Bahkan, bila Tuhan menghendaki, yang kita inginkan dapat kita peroleh
tanpa mengeluarkan ongkos sama sekali. Tuhan tidak memberi kita uang, karena
uang adalah ciptaan makhlukNya, sebagai sarana untuk memudahkan dan menertibkan
tatacara pertukaran barang dalam kehidupan di dunia. Uang adalah benda ciptaan
manusia yang diberi nilai oleh akal pikir kita. Dia, sebaliknya, memberi kita
jalan dan bimbingan agar kita mampu melalui jalan itu, salah satunya berupa
keajaiban yang saya dan istri terima dari tawaran spesial dari si pramuniaga.
Sejak mengalami keajaiban
ilahiah lewat pembelian sebuah MacBook, mulailah saya mengubah cara saya berdoa
memohon sesuatu kepada Tuhan. Saya sampaikan saja apa yang saya inginkan.
Umpamanya saya ingin memiliki rumah, saya mohon kepada Tuhan: “Tuhan, aku ingin
rumah di mana aku dan keluargaku dapat memperoleh kenyamanan dan keteduhan.
Bantulah aku dalam memperolehnya.” Tidak lagi diembel-embeli “perantaraan”
seperti uang atau kemampuan fisik dari sisi saya. Tetapi yang pasti, harus dengan perasaan sabar, tawakal,
dan ikhlas terhadap bimbinganNya.©2018
Jl.
Kalibata Selatan II, Jakarta Selatan, 22 Desember 2018
No comments:
Post a Comment