SEJAK menerima Latihan, saya mulai merasa alergi pada yang namanya belajar pada orang lain, baik secara tatap muka (live) maupun melalui membaca literatur. Makin ke sini, yang ingin saya ketahui atau pelajari, segera saya mendapat bimbingan ke arah subjek ajaran.
Seperti pengalaman saya tadi malam. Sebelum tidur, saya teringat cerita dari Stuart Cooke bahwa kalau ia galau ia akan membaca buku Susila Budhi Dharma. Saya kebetulan menyimpan PDF buku tersebut di ponsel saya, dan itulah yang saya baca. Saya membaca bait-bait yang berbahasa Jawanya, walaupun saya tidak paham bahasa Jawa.
Saya baca yang pupuh Kinanti, yang memiliki 60 pada (bait), tentu dengan ketidaklancaran yang parah, karena saya tidak familiar dengan tulisan latin dari bahasa Jawa. Bahkan saya sendiri tidak suka mendengar suara saya saat melisankan bacaan itu. Saat itulah, saya membatin: “Seharusnya saya ikut kegiatan Mocopatan di Wisma Subud tiap hari Minggu, belajar di situ aja cara membacanya dan nembang.”
Tiba-tiba, saya merasakan sesuatu menggerakkan mulut dan pita suara saya. Di luar dugaan saya, saya mulai nembang dengan pengucapan kata-kata bahasa Jawa yang lancar mengalir, smooth, dan getaran pada suara saya terasa merasuk ke dalam diri saya, menyebar ke semua persendian dan saluran peredaran darah saya. Saya jadi tidak ingin buru-buru menyelesaikan (seperti halnya bila saya bosan).
Mulut saya dengan ahli mengatur pola melodi atau alunan nada yang meliuk-liuk dan bervariasi, yang terasa indah. Hal itu jelas tidak bisa saya lakukan bila saya mengandalkan pikiran.©2025
Pondok Cabe Ilir,
Pamulang, Tangerang Selatan, 8 November 2025
No comments:
Post a Comment