Friday, November 14, 2025

13 Bukan Angka Sial

 


BERPULUH tahun lalu, sebagai mahasiswa S1, seperti halnya banyak teman sebaya saya, saya mengerahkan tenaga dan waktu saya untuk ikut dalam “perlombaan” menulis artikel untuk dimuat di media cetak ternama, seperti Kompas, Sinar Harapan (kemudian jadi Suara Pembaruan), Media Indonesia, Tempo, Gatra, Kartini, Femina, Teknologi & Strategi Militer (Grup Sinar Harapan) dan Angkasa (Grup Kompas-Gramedia).

Ada suatu kebanggaan tersendiri bila artikel kita dimuat di media cetak tersebut. Bukan soal honornya, tetapi kepuasan dalam perasaan pribadi bahwa keahlian menulis kita diakui oleh lembaga yang valid. Sehingga, meskipun ditolak berkali-kali, hal itu tidak menyurutkan langkah saya.

Entah benar atau hanya legenda urban, koran Kompas menjadi acuan utama bagi banyak penulis karena statusnya sebagai media besar dengan reputasi yang mapan dan terpercaya, serta ruang publikasi yang prestisius untuk karya sastra dan jurnalistik. Banyak penulis menganggap penerbitan di Kompas sebagai pengakuan kualitas dan pencapaian profesional, sehingga mereka seringkali berusaha mengirimkan karyanya ke sana. 

Di sepanjang karier kepenulisan saya, baru dua kali karya tulis saya dimuat di koran harian Kompas, dalam bentang jarak waktu yang panjang. Yang pertama, “Tendensi Feminisme Baru” dimuat pada 18 Desember 1995, dan yang kedua “Spiritualitas Perkotaan”, bulan Juni 2005.

Yang menarik adalah kisah tentang dimuatnya artikel pertama saya di Kompas. Saya mengirimnya 12 kali, setiap kali menjelang Hari Kartini 21 April dan Hari Ibu 22 Desember, dan 12 kali pula ditolak oleh Redaksi dengan alasan “Tidak Aktual”. Setiap kali ditolak, saya baca ulang, melakukan perbaikan yang perlu, dan saya kirim lagi ke alamat Redaksi Kompas.

Kali ke-13, saya, yang sudah bosan melakukan perbaikan, hanya mengganti judulnya, menjadi “Tendensi Feminisme Baru”. Tulisan “Baru” saya cantumkan setelah mempertimbangkan “aktualitas” yang dituntut Redaksi Kompas, meskipun sebenarnya tidak ada yang baru pada artikel tersebut. Kebetulan saat itu, saya baru mengawali karier sebagai Copywriter di sebuah biro iklan multinasional di Jakarta. Saya belajar dari Creative Director-nya, yang orang Selandia Baru, bahwa “kecuali headline-nya bagus, tidak ada orang yang akan membaca badan naskah”.

Trik itu saya gunakan dalam upaya ke-13 saya agar artikel saya dimuat di Kompas, digabungkan dengan tuntutan aktualitas dari Redaksinya. Puji Tuhan, artikel yang sama, yang telah ditolak 12 kali, akhirnya dimuat. Angka 13 terbukti bukan angka sial.©2025


Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang Selatan, 14 November 2025

No comments: