ADA satu kisah tentang kehidupan Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa
as-sallām yang selalu saya ingat, karena sungguh
menginspirasi saya. Alkisah, dalam Perang Tabuk, pada 630 M, Muhammad terkena
lemparan batu ke mulutnya hingga berdarah. Umar ibn Khattab pun berkata kepada
Muhammad agar mengutuk si pelempar batu, tetapi Muhammad berkata, “Aku diutus
Tuhan bukan untuk mengutuk manusia. Mari kita doakan dia, karena dia tidak
mengerti.”
Dahulu, saya tergolong orang yang suka sekali memusuhi
orang-orang karena perilaku mereka yang tidak dapat saya toleransi—terutama karena
tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang saya anut. Perilaku saya dahulu itu
persis sama dengan sikap dan perilaku kaum agama tertentu di Indonesia yang
memusuhi umat agama-agama lain, hanya karena berbeda keyakinan, berbeda
tata cara, dan/atau bahkan karena berbeda nama dan sifat-sifat tuhannya.
Padahal, sikap dan perilaku ini tidak perlu ada, jika saja kita meresapi apa
yang dicontohkan oleh Muhammad.
Pengertian tidak berlaku umum—setiap orang memiliki
waktu, inteligensi, dan pengalaman masing-masing untuk dapat mengerti sesuatu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “pengertian” berarti (1) gambaran atau
pengetahuan tentang sesuatu di dalam pikiran, pemahaman; dan (2) kesanggupan
inteligensi atau kecerdasan untuk menangkap makna suatu situasi atau perbuatan.
Dari arti ini dapat kita lihat bahwa pengertian tidak bisa serta-merta diharapkan
dari semua orang pada waktu yang sama; setiap orang membutuhkan proses—melalui pengalaman
pembelajaran—untuk sampai pada pengertian tentang sesuatu. Proses ini pada satu
orang berbeda durasinya dengan orang lainnya; ada yang cepat dan ada yang
membutuhkan waktu yang lama.
Pada 12 Juli 2020 lalu, saya membuat suatu
eksperimen untuk mengetahui kadar pengertian orang: Saya memposting sebuah
artikel di linimasa Facebook saya (dan juga di blogspot ini), yang saya juduli “Pelaut
Berkulit Hitam yang Memberikan Segalanya”; artikel itu mengungkapkan tiga hal,
yaitu tentang bakal diluncurkannya kapal induk raksasa terbaru Angkatan Laut
Amerika Serikat (AL AS) pada 2028 mendatang, tentang tradisi penamaan kapal
induk milik AL AS, dan tentang tamtama AL AS bernama Doris Miller yang mendapat
medali tertinggi AL AS karena aksi heroiknya selama serangan pesawat pembom
Jepang atas Pearl Harbor. Reaksi pembaca bervariasi, masing-masing dipengaruhi
oleh kadar pengertiannya. Ada yang mempersepsikan artikel itu adalah tentang
sejarah hidup Doris Miller, ada yang menganggapnya tentang serangan ke Pearl
Harbor. Saya terkejut, karena tidak ada yang mengomentari perihal kapal
induk raksasa itu.
Karena sifat pengertian tidak sama pada semua orang,
alangkah tidak fair bila kita memberi perlakuan buruk pada orang lain
hanya karena dia tidak mengerti perkataan atau perbuatan kita. Karena itu pula,
sejatinya tidak ada orang yang bodoh atau pintar. Hanya “mengerti” dan “tidak
mengerti”.
Jika Anda menjumpai orang yang tidak mengerti,
doakan saja semoga Tuhan memurahinya dengan pengertian, persis seperti yang
dilakukan Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa as-sallām terhadap orang yang
telah melukai mulut beliau dengan batu yang dilemparkannya.©2020
GPR 3, Tangerang Selatan, 15 Juli
2020
No comments:
Post a Comment