SATU kawan
saya, sebut saja namanya Sailan, seolah memiliki kepribadian ganda. Seorang
kawan lainnya, wanita, dalam chatnya
ke saya menyatakan ketidaksukaannya pada Sailan, yang dinilainya tidak punya
etika, keras kepala (dalam konteks negatif), menyebalkan, dan suka sekali
menantang orang lain, terutama yang secara usia lebih tua daripada si Sailan.
Perilaku si Sailan dimonitor si kawan wanita itu melalui beberapa WhatsApp
Group (WAG) di mana mereka berdua menjadi membernya.
Ya, saya
pun menilai perilaku si Sailan di WAG sebagai orang yang sebaiknya dijauhi jika
Anda tidak ingin sakit kepala membaca postingan padat kata-kata yang membuat
banyak orang baper. Tapi di kenyataan
sehari-hari, Sailan adalah pribadi yang agak pemalu, rendah diri, yang gaya
bicaranya seperti orang yang baru belajar bahasa. Nada bicaranya penuh ragu,
dan berpikirnya juga rada lamban. Singkat kata, si Sailan dalam kesehariannya
berbeda 180 derajat dari yang dikenal banyak kawan kami mengenainya.
Saya
memperkirakan, bahwa karena di belakang gawai atau komputer dia memiliki lebih
banyak waktu untuk berpikir, lebih banyak peluang untuk merencanakan apa yang
akan dia katakan. Hal tersebut tidak dia dapatkan dalam interaksi lahiriah
dengan orang lain. Entah sengaja atau keceplosan, via WhatsApp jalur pribadi
Sailan pernah blak-blakan ke saya bahwa dia mengutip sumber lain untuk
memperkuat argumentasinya per kata-kata dalam komunikasinya dengan orang “di
seberang” jalur jejaring sosialnya. Dia bahkan menjadikan sejumlah video
tutorial self-help di Youtube sebagai
acuan bagi perbaikan perilakunya.
Agar tidak
berlarut-larut ketidaksukaannya pada Sailan, saya menyarankan kepada si kawan
wanita di atas supaya berinteraksi dengan Sailan di luar media sosial.
Manusia-manusia medsos, seperti si Sailan, adalah pribadi-pribadi yang tidak
sepenuhnya asli saat menghadapi gawai atau komputer mereka, karena lawan
interaksinya mereka pandang hanya sebagai mesin yang tidak punya perasaan,
hingga mereka merasa dapat merisak (bullying)
lawan interaksinya semau hati mereka. Sebaliknya, kesejatian mereka mengemuka
dalam interaksi fisik saat bertatap muka.©2020
GPR 3, Tangerang Selatan, 10 Juli 2020
No comments:
Post a Comment