MELENGKAPI program “Siapa Aku?”, pada 5 Mei 2024 lalu Subud International Cultural Association (SICA) Indonesia meluncurkan 14 komunitas yang dimaksudkan sebagai wadah bagi anggota Subud Indonesia untuk menyelami atau menggali bakat mereka atau menemukan jatidiri mereka, yang pada gilirannya bisa di-enterprise-kan. Komunitas-komunitas itu menawarkan berbagai bidang yang dapat diikuti anggota sesuai kesukaannya masing-masing, dan grup-grup WhatsApp dibuat untuk masing-masing komunitas dimana anggota dapat berbagi pengetahuan atau pengalaman dalam mempraktikkan bidang khas mereka dengan bimbingan Latihan. Masing-masing komunitas juga mengadakan workshop daring atau luring untuk memperkuat kapasitas atau kompetensi anggota dalam bidang-bidang yang mereka pilih.
Tujuan lainnya dari pengadaan komunitas-komunitas ini adalah untuk menjembatani Subud dengan masyarakat pada umumnya, memberi kebermanfaatan yang lebih signifikan dari hadirnya Subud. Seperti dinyatakan oleh Ibu Ismana Haryono kepada saya pada tahun 2012 lalu, “Jangan jadi jago kandang. Pergilah keluar, bergiat dengan masyarakat.” “Jago kandang” adalah kiasan dalam Bahasa Indonesia yang mengacu pada “seseorang yang hanya berani atau hanya hebat di lingkungannya sendiri”.
Salah satu dari komunitas-komunitas itu adalah Semesta Bhumi Raya, sebuah komunitas yang menghimpun para anggota Subud Indonesia yang memiliki kepedulian pada pelestarian lingkungan. Komunitas ini diketuai oleh seorang anggota wanita grup Subud Jakarta Selatan yang sedang menyusun disertasi doktornya dalam Kajian Ilmu Lingkungan di Universitas Leiden, Belanda. Di bawah kepemimpinan Sekar Mira, begitu namanya, komunitas Semesta Bhumi Raya (SBR) telah menggelar sejumlah kegiatan yang inovatif untuk mengedukasi masyarakat, baik di lingkungan Subud maupun di luar Subud, dalam pengelolaan lingkungan.
Program-program kegiatan SBR sejalan dengan tren yang sedang berkembang di Indonesia saat ini, yaitu maraknya kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan yang melibatkan kalangan anak muda. Pemerintah Indonesia sendiri sudah mencanangkan gerakan Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim sejak lebih dari 15 tahun lalu, yang pemerintah harapkan dapat diimplementasi semua warga masyarakat dengan sokongan dari swasta atau lembaga swadaya masyarakat. Pelaksanaannya mengambil berbagai bentuk, antara lain pengelolaan sampah rumah tangga melalui bank sampah.
Bank sampah merupakan solusi Indonesia untuk mengatasi masalah sampah sekaligus menerapkan konsep ekonomi sirkular (sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional (buat, gunakan, buang) di mana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan). Bank sampah bermanfaat bagi keberlanjutan masyarakat dan alam. Bank sampah merupakan konsep pengumpulan dan pemilahan sampah padat yang melibatkan sistem seperti perbankan, namun yang ditabung bukanlah uang melainkan sampah. Para penabung yang juga disebut nasabah mendapatkan buku/kartu tabungan dan dapat meminjam uang yang nantinya akan dikembalikan dengan sampah padat senilai uang yang dipinjam. Sampah yang dititipkan nasabah akan ditimbang dan dinilai dengan sejumlah uang, kemudian sampah tersebut akan dijual ke pabrik atau agen daur ulang atau bisa juga diserahkan ke agen upcycling setempat untuk diolah.
Beberapa manfaat bank sampah yang patut dipertimbangkan antara lain (1) pengelolaan sampah yang efisien; (2) pendapatan tambahan bagi masyarakat; (3) mengurangi pencemaran lingkungan; (4) mendorong praktik ramah lingkungan di masyarakat; (5) kesehatan masyarakat yang lebih baik; dan (6) mendorong inovasi dan kreasi.
Bank
sampah yang dirintis SBR, salah satu komunitas binaan SICA Indonesia,
diluncurkan pada 27 April 2025, yang ditandai dengan pengguntingan pita oleh
Ibu Ismana Haryono. Menyandang nama “Berkah Sampah”, bank sampah SBR ini masih
bersifat semi bank sampah, yaitu baru menjadi perantara penyaluran sampah
kering yang disumbangkan para penghuni Wisma Subud Cilandak dan kampung-kampung
di sekitarnya. Petugas bank sampah SBR akan memilah sampah tersebut sesuai
sifatnya, lalu membawanya ke bank sampah murni atau agen daur ulang terdekat. Uang
yang diperoleh dari penjualan sampah akan digunakan untuk mendukung
kegiatan-kegiatan SBR, termasuk membayar upah mereka yang menjalankan Berkah
Sampah sehari-hari.
Menurut informasi yang saya peroleh dari salah satu sponsor Berkah Sampah, bank sampah SBR ini akan segera memperoleh mesin pencacah sampah, yang dapat digunakan untuk membuat biomassa.
Sekretariat
Berkah Sampah masih berupa tenda yang didirikan di lahan kosong di dalam
kompleks Wisma Subud Cilandak, yang merupakan milik keluarga Des Tombe.
Roderick des Tombe hadir pula saat peresmian Berkah Sampah dan membawa pula
satu goodie bag berisi sampah rumah
tangga berupa botol-botol plastik. Yayasan Subud, sebagai pengelola Wisma Subud
Cilandak, menyumbang meja untuk keperluan sekretariat tersebut. Untuk
mengedukasi tim SBR dalam pengoperasian bank sampah, tiga anggota Subud Jakarta
Selatan yang telah berpengalaman dalam bank sampah menyumbangkan waktu dan
tenaga mereka.
Ke
depannya, diharapkan Berkah Sampah dapat lebih mengoptimalkan kinerjanya dalam menciptakan
berkah dari sampah yang disumbangkan masyarakat, serta programnya direplikasi
oleh grup-grup Subud lainnya di seluruh Indonesia.©2025
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 30 April 2025
No comments:
Post a Comment