SEBUAH foto muncul di Kenangan Facebook saya, bertanggal 27 April 2014. Menampilkan momen pertemuan saya dengan teman Facebook yang kemudian menjadi saudara Subud di Stasiun Bandung, sekitar satu jam sebelum pemberangkatan KA Parahyangan yang akan membawa saya dan istri balik ke Jakarta.
Perkenalan saya dengan Andy (bukan nama sebenarnya) unik. Tadinya, dia memusuhi saya karena cewek yang dia taksir malah dekat dengan saya. Kami sama-sama kenal si cewek via FB, tapi saya pernah kopdar dengan si cewek.
Andy terus menerus menjelek-jelekkan saya ke si cewek, tapi si cewek bergeming. Sampai akhirnya si cewek masuk Subud, Andy bukan saja menjelek-jelekkan saya tetapi juga Subud. Saya tak pernah menanggapi aksi Andy. Mungkin karena itu, suatu ketika Andy mengirim Permintaan Pertemanan ke akun FB saya, dan saya Terima.
Sikap dia mulai berubah positif, sering memberi komentar yang menyejukkan kepada postingan-postingan saya. Suatu hari, dia menanyakan alamat rumah saya karena dia ingin mengirim paket ke saya. Paket berisi album foto. Jadi, Andy, sebelum pindah ke rumahnya saat ini di Cimahi, bertempat tinggal bersama ibunya di kompleks rumah dinas pegawai PT Kereta Api Indonesia (Persero) di kawasan dekat Stasiun Bandung. Kompleks itu digusur ketika KAI dipimpin Ignasius Jonan, dan para penghuninya, yang bukan pegawai KAI melainkan orang tua mereka yang sudah meninggal, harus mencari tempat tinggal lain.
Saat bersiap-siap pindah rumah, Andy membersihkan gudang dengan memilah barang-barang yang akan dia bawa atau harus dia buang. Di antara barang-barang itu terdapat dua album foto milik ayahnya yang dahulu pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Foto-foto kuno perkeretaapian Indonesia hasil jepretan kamera ayahnya Andy maupun fotografer-fotografer lain serta kliping dari majalah perkeretaapian lama Indonesia ada dalam dua album foto itu. Andy berkata ke saya melalui FB Messenger, “Mau saya buang tapi sayang. Ini kenangan almarhum ayah saya. Tapi saya simpan juga tidak ada gunanya. Lantas saya berpikir, siapa kira-kira yang cocok untuk saya kasih album itu. Saya teringat Mas Anto kan hobi kereta api, saya lihat postingan kereta apinya di Facebook keren-keren. Makanya saya mau kirim album itu ke Mas Anto saja.”
Jadilah, Andy memaketkan dua album foto perkeretaapian itu ke saya. Dua pegawai Unit Pelestari Sejarah dari KAI sempat datang menemui saya untuk menawar album-album itu dengan nilai nominal yang tinggi, tapi saya tidak mau menyerahkannya ke KAI, karena saya merasa mendapat amanat dari Andy untuk menyimpan kenangan ayahnya itu. Satu pegawai KAI melihat postingan saya mengenai album-album itu di Beranda FB saya dan berminat ingin membelinya dari saya.
Yang lebih menakjubkan adalah ketika Andy menyatakan ingin masuk Subud. Saya tanya mengapa dia ingin masuk Subud. “Belum pernah saya menjumpai orang yang begitu berdedikasinya kagum pada hobinya seperti Mas Anto,” katanya. Saya sulit mempercayainya, tapi ya sudahlah.
Andy memanfaatkan peluang saat harus menemani kakaknya di Jakarta, dengan ngandidat di Wisma Subud Cilandak. Saat itu, saya belum pernah bertatap muka dengan Andy. Bahkan selama dia ngandidat tiga bulan hingga dibuka, belum sekali pun kami bertemu. Kami baru bertemu secara fisik beberapa bulan setelah dia dibuka, dan kejadiannya unik: Saat saya sedang Latihan di Hall Besar Cilandak pada Minggu siang, tiba-tiba badan saya dipeluk erat oleh seseorang selama beberapa saat.
Usai Latihan, dan saat mengambil tas saya di rak dekat pintu akses Hall, seseorang, kurus dan berkaca mata serta bertopi merah, dengan senyum lebar menghampiri saya dan serta-merta memeluk saya dengan erat. Saya sudah familiar dengan sosoknya, karena sering saya lihat di akun Facebooknya. Saya merasakan getaran kebahagiaan memancar dari diri orang itu. Dia kemudian memperkenalkan dirinya, “Saya Andy, Mas Anto. Aduuh, akhirnya saya ketemu juga dengan Mas. Maafkan saya, tadi saking senangnya saya peluk Mas pas lagi Latihan. Saya dimarahi tuh sama Pak Ridwan Umar ((Pembantu Pelatih Daerah Jakarta Selatan saat itu), ‘Heh! Orang Latihan jangan dipeluk-peluk!’.”©2025
Pondok
Cabe, Tangerang Selatan, 27 April 2025
No comments:
Post a Comment