Wednesday, January 1, 2025

Tidak Banyak Berpikir

PENGALAMAN ini sudah lama lalu, terjadi pada tanggal 29 Maret 2018 di Bandung, Jawa Barat. Saat itu, saya rapat dengan mitra usaha saya yang seorang konsultan program Corporate Social Responsibility (CSR), dan klien kami, di Fourspeed Café, Jl. RAA Martanegara, Bandung. Meeting disela karena sebagian pesertanya mau salat. Klien kami non muslim, sedangkan saya tidak memiliki identitas agama apapun. Yang lain, yaitu mitra usaha saya dan dua orang timnya pergi salat di musala kafe tersebut.

Sekembalinya dari musala, mitra usaha saya dan timnya maupun saya menikmati kopi dulu di kafe, sementara klien kami pergi untuk suatu urusan—ia kembali dua jam kemudian. Selama minum kopi, mitra usaha saya dan masing-masing anggota timnya bercerita, bahwa mereka tadinya “orang mapan” yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang berbeda, dengan jabatan wah dan menerima gaji besar tiap bulan.

Setelah meninggalkan itu semua, menjadi entrepreneur, mereka kaget, tidak menyangka dengan kenyataan bahwa hidup mereka tanpa sokongan gaji bulanan begitu berat. Mereka dimusuhi mertua, dijauhi istri, dicemooh tetangga.

“Semua salat wajib dan sunah saya lakoni, tapi masalah itu nggak mau pergi,” kata mitra usaha saya, yang asli Bandung dan sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan semen.

“Tapi Pak Arifin kok ya bisa tenang dan rileks gitu, padahal, maaf, Pak Arifin ini nggak pernah saya lihat salat?” kata mitra usaha saya lagi.

Dua anggota timnya melihat ke langit-langit kafe, masing-masing larut dengan pikiran mereka yang kalut.

Lalu datanglah klien kami, nimbrung di meja kami, menyulut rokok dan memesan cappucino ice blended. Dia bertanya, kami sedang membahas tentang apa. Setelah diberi garis besar dari topik obrolan kami, dia berkomentar, “Tau nggak kalian, orang gila itu nggak ada yang sakit berat, karena nggak mikir. Orang normal yang ngakunya intelek malah sakitnya parah. Aneh kan?!”

Klien menanyakan usia saya dan mitra usaha saya. Saya 50, mitra usaha saya 38 tahun. “Coba lihat deh, Pak Arifin ini tampak jauh lebih muda daripada Pak Jean. Itu pasti karena Pak Arifin sering hening pikirannya,” kata klien kami.

Saya tidak tahu bahwa klien kami ternyata punya indra keenam.©2025


Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 1 Januari 2025

No comments: