SAYA mau berbagi pengalaman yang rada kocak berikut ini...
Saya berniat puasa
sembilan hari (9H) mulai Senin kemarin, 26 Mei, hingga Selasa depan, 3 Juni.
Saya biasa melakukan puasa 9H bila saya merasa diri saya sudah seperti “kapal
pecah”—berantakan, kacau galau, dan lelah batin. Mengapa sembilan hari?
Alasannya cukup konyol: Karena saya suka angka sembilan.
Dorongan untuk puasa 9H
saya terima di tengah Latihan saya di Wisma Barata Pamulang pada hari Sabtu, 24
Mei, lalu, dan saya rasakan kemudian apakah ini nafsu belaka atau memang
bimbingan. Saya mengetahui pastinya hanya setelah saya jalani.
Tiba-tiba semalam, saya kok merasa ingin meneruskan puasanya
sampai Kamis, 5 Juni. Saya pun melakukan testing
dan menerima bahwa saat ini diri saya bukan lagi “kapal pecah”, melainkan
ibarat Bumi yang dihantam meteor raksasa, sehingga puasa 9H tidak cukup—saya harus
menambah lagi jumlah harinya. Karena perasaan saya enak saat menjalankan puasa
sejak Senin kemarin, maka saya tidak menolak “tawaran” untuk berpuasa sampai 5
Juni.
Baru sejam yang lalu
saya diberitahu adik saya bahwa mulai 28 Mei sampai 5 Juni bagi kaum muslim
dianjurkan untuk puasa sunah Dzulhijah. Informasi itu saya dapat setelah saya
menolak ajakan kakak saya lewat WhatsApp
Group (WAG) keluarga untuk mengisi long
weekend besok (Kenaikan Isa Almasih 29 Mei dan cuti bersama dalam rangka
Kenaikan Isa Almasih 30 Mei) dengan kemping. Saya menolak karena saya lagi
puasa.
“Tumben kamu puasa
Dzulhijah? Alhamdulillah, kamu sudah insaf,” komentar adik bungsu saya yang
hajah. Saya tidak mau membahas lebih jauh lagi di WAG tersebut, karena siapa
yang bakal bisa mengerti bahwa jiwa sudah tahu lebih dulu.©2025
Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 28 Mei 2025
No comments:
Post a Comment