SEJAK tahun lalu, saya menjadi kontributor Subud Voice untuk berita-berita atau artikel-artikel terkait Subud Indonesia. Kadang pemimpin redaksinya meminta saya menulis tentang suatu event di lingkungan Subud Indonesia. Bagi saya hal itu sangat mudah, hanya bila saya sendiri menghadirinya.
Yang tidak terlalu mudah adalah bila saya tidak menghadirinya. Masalahnya, orang Indonesia kebanyakan tidak terlalu suka membagi cerita secara tertulis, sehingga yang muncul di media sosial mereka yang menghadiri acara-acara Subud jarang sekali—jika tidak bisa dikatakan “tidak sama sekali”—berupa tulisan yang bercerita secara detail mengenai acara tersebut. Biasanya, hanya foto-foto, yang bahkan tidak mencantumkan caption.
Menurut
saya, ada beberapa alasan mengapa orang Indonesia mungkin tidak terlalu suka
bercerita secara tertulis:
1. Indonesia
memiliki tradisi lisan yang kuat, di mana cerita dan pengalaman seringkali
dibagikan secara langsung melalui percakapan atau pertunjukan seni seperti
wayang kulit atau teater tradisional.
2. Bahasa
Indonesia memiliki struktur yang kompleks, sehingga beberapa orang mungkin
merasa tidak nyaman menulis dalam bahasa yang tidak mereka kuasai sepenuhnya.
3. Menulis
tidak selalu menjadi kebiasaan sehari-hari bagi banyak orang Indonesia,
sehingga mereka mungkin merasa tidak percaya diri atau tidak tahu bagaimana
memulai.
4.
Kebanyakan orang Indonesia (anehnya, saya menemukan kecenderungan itu sangat
kuat di antara anggota Subud) takut salah dan menghindari kemungkinan harus
mempertanggungjawabkan suatu pernyataan. Yang terucap bisa cepat dilupakan,
tetapi yang tertulis akan terus diingat, dan hal itu menakutkan seandainya
pernyataannya keliru.
5. Bercerita secara terbuka tentang segala sesuatu, termasuk ketidaksetujuan, atau kegagalan, bisa dianggap mengganggu harmoni kelompok atau membuat orang lain merasa tidak nyaman. Sehingga, orang Indonesia sering memilih untuk menyimpan cerita yang berpotensi menimbulkan ketegangan.
Baru-baru ini, saya mencari cerita apapun mengenai Musyawarah Wilayah VI Subud Jawa Timur, Bali dan Sulawesi, yang diselenggarakan di Bali pada 1-2 November 2025. Saya telusuri satu per satu akun Facebook dari semua anggota Subud yang berasal dari kawasan itu, terutama yang sedang menjabat sebagai pengurus atau bertugas sebagai pembantu pelatih. Yang saya temukan hanya sedikit sekali foto—semua tanpa caption yang menjelaskan apa yang terjadi dalam foto tersebut, selain tulisan “MusWil VI di Bali”.
Saya kemudian meminta keterangan ke satu pengurus cabang di Jawa Timur, melalui WhatsApp, dan dia menjawabnya dengan mengirim tautan Google Drive berisi 195 foto tanpa keterangan apapun. Anggota lainnya hanya mengirimkan PDF satu halaman surat undangan resmi mengenai acara tersebut. Saya enggan mendesak orang untuk memberikan lebih dari yang saya minta di awal, jadi baik foto-foto maupun surat undangan itu saya terima tanpa komentar lebih lanjut.
Selanjutnya, saya gunakan Latihan saja untuk memproses data yang tidak disertai rincian itu. Saya memiliki banyak sekali pengalaman dalam hal ini, puji Tuhan, termasuk salah satunya pada tahun 2008 dimana saya harus menulis naskah narasi untuk sebuah film dokumenter yang di-shoot di Papua, sedangkan saya saat itu berada di Jakarta dan tidak pula mendapatkan gambar adegan-adegannya. Naskah yang saya emailkan menimbulkan ketercengangan para kru film yang berada di Papua, pasalnya urutan narasinya sama persis dengan urutan gambar yang telah diedit secara offline!
Dengan cara yang hampir sama, saya merasakan bagaimana Latihan mengarahkan saya untuk menuliskan cerita berdasarkan foto-foto acara Musyawarah Wilayah di Bali itu, lengkap dengan atmosfer gegap gempitanya, suasana keakraban antar peserta, rapat-rapat pengurus dan pembantu pelatih. Ajaibnya, saya seperti tersedot ke momen itu, hingga dapat “mendengar” suara-suara para peserta dan keriuhan di dalam aula di saat acara pembukaan dan penutupan.
Saya
membayangkan, jika semua orang yang bekerja menggunakan bimbingan Latihan,
dunia ini akan menjadi lebih indah dengan karya-karya yang menyenangkan dan
menenangkan.©2025
Pondok Cabe Ilir,
Pamulang, Tangerang Selatan, 7 Desember 2025
No comments:
Post a Comment