MANTAN bos saya dulu di Surabaya, Jawa Timur, bila menelepon saya, setelah saya kembali ke Jakarta, selalu menutup pembicaraan dengan kata-kata “Semoga sukses ya!”
Saya pun selalu menjawab, “Sudah sukses, Pak.”
Jawaban saya membuat beliau tertawa di seberang sambungan, barangkali beliau mengira saya bercanda. Padahal saya menjawab dengan nada serius. Jelas, pemahaman kami berbeda mengenai makna kesuksesan.
Bagi saya, sukses sebenarnya sangat pribadi, subjektif, dan terus berkembang. Kesuksesan sejati bersifat internal, bukan eksternal. Ini yang dimaksud oleh banyak orang ketika mereka mengatakan bahwa “Sukses adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan.”
Masih bisa bangun pagi dan tersenyum, duduk sejenak di tepi kasur sambil merenungkan hari-hari yang telah lewat, memaknai penderitaan dan ujian yang telah dilalui, lalu berucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kemudian, keluar dari kamar saya membuat teh melati panas, yang aromanya menyeret imajinasi saya ke masa lampau, ketika orang tua saya masih ada dan saya menemani mereka menikmati teh di teras rumah setiap pagi.
Lalu, peluang untuk membaca buku apa saja yang bisa saya dapatkan, dan kemudian berkhayal.
Kemudian, bercengkerama dengan putri saya, Nuansa Biru Oceania, yang berceloteh tentang teman-teman sekolahnya, tentang kucing jalanan yang ingin ia piara (meski hanya boleh di teras rumah kami), tentang gambar-gambar anime yang ia buat tanpa mencontoh, tentang boneka-bonekanya.
Semua itu adalah kesuksesan saya.
Sudah ada di sini, saat ini. Bagaimana dengan Anda?©2025
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 9 Oktober 2025
No comments:
Post a Comment