![]() |
Saya berpose di lantai 2 Perpustakaan FSUI pada 1992. |
HARGA buku tidak seberapa jika dibeli satu per satu, namun tumbuh dalam rumah tangga dengan koleksi buku yang melimpah—atau orang tua yang menjadikan membaca sebagai kebiasaan—memberikan pengaruh yang sangat besar.
Adalah ayah, ibu dan satu paman saya yang selalu mendorong saya untuk rajin membaca. Terlebih ketika saya berkuliah di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, sebuah fakultas yang tumpat dengan pustaka, yang memaksa mahasiswa meluangkan lebih banyak waktu untuk membaca.
Awalnya memang saya merasa tertekan dengan pembiasaan membaca yang dilakukan orang tua dan paman saya terhadap saya, namun lambat laun saya memang jadi terbiasa. Awalnya, paman saya memberi saya insentif: Rp10.000 (kala itu, tahun 1990an, nilainya sama dengan Rp100.000 saat ini) untuk setiap buku yang saya baca. Setiap kali saya berkunjung ke rumah paman saya, di kawasan Kalibata Tengah, Jakarta Selatan, biasanya untuk mengantarkan masakan atau kue buatan ibu saya, beliau akan menagih saya untuk menceritakan tentang buku yang sedang saya baca. Kefasihan saya dalam bercerita tentang isi buku dan analisis atau kesimpulan pribadi saya, menjadi bukti bagi beliau bahwa saya memang benar-benar membaca bukunya.
Alhasil, berkat dorongan orang tua dan
paman saya, saya tumbuh menjadi pribadi yang kaya pengetahuan, yang menjadi
bekal ketika saya berkarir sebagai ahli strategi branding dan copywriter.©2025
Pondok Cabe,
Tangerang Selatan, 7 Oktober 2025
No comments:
Post a Comment