Wednesday, January 2, 2019

Arifin Dwiastoro’s Quotes 2018


“Kaya-raya sering diidentikkan dengan tidak usah bekerja lagi. Padahal bekerja memperkaya jiwa. Apa artinya kaya, kalau jiwanya miskin?” (Anto Dwiastoro, 1 Januari 2018)

“Anak—dimanja sekarang, disiksa hidup di masa mendatang.” (Anto Dwiastoro, 16 Januari 2018)

“Standar ‘sukses’ bersifat personal, tolak ukurnya pribadi. Jadi, jangan merasa tidak sukses karena melihat pencapaian orang lain.” (Anto Dwiastoro, 17 Januari 2018)

“Semua Dia biarkan terwujud sesuai keinginanmu. Tapi waspada: Ada yang Dia kehendaki dan ada yang tidak.” (Anto Dwiastoro, 22 Januari 2018)

“Bahkan usaha yang sukses pun harus diwaspadai: Apakah Nafsu dan Akal Pikiran yang dikedepankan atau Jiwa?” (Anto Dwiastoro, 24 Januari 2018)

“Level tertinggi komunikasi adalah kita ‘bicara’ bahkan saat kita diam.” (Anto Dwiastoro, 27 Januari 2018)

“Kehilangan paling kejam di dunia ini adalah mengetahui orang yang dicintai itu ada di sisi kita, tapi tidak bisa memilikinya.” (Anonim)
“Sunah batin Nabi Muhammad SAW hanya satu, yaitu berserah diri kepada Allah SWT dengan sabar, ikhlas, dan tawakal.” (Anto Dwiastoro, 1 Februari 2018)

“Orang yang menuntut kesempurnaanmu sesungguhnya berkepribadian sebaliknya. Kesempurnaanmu dijadikannya tameng untuk ketidaksempurnaannya.” (Anto Dwiastoro, 2 Februari 2018)

“Sukses tidak usah diraih, karena sudah terintegrasi dengan dirimu sejak kamu diciptakan. Yang harus diraih adalah kesadaranmu akan keberadaannya.” (Anto Dwiastoro, 4 Februari 2018)

“Uang—semakin gampang didapat, semakin bikin dirimu sengsara kalau kamu menginsafinya.” (Anto Dwiastoro, 7 Februari 2018)

“Layani pelanggan untuk Tuhan, dengan begitu kamu melayani Tuhan.” (Anto Dwiastoro, 12 Februari 2018)

“Sesat itu artinya ‘tidak sejalan dengan pikiran’ individu/kelompok yang tidak mengerti.” (Anto Dwiastoro, 13 Februari 2018)

“Kamu tidak bisa atur pikiran orang lain tentang dirimu. Tapi kamu bisa atur pikiranmu tentang orang lain.” (Anto Dwiastoro, 19 Februari 2018)

“Alih-alih membuang energi buat cari alasan di balik pengingkaran janjimu, mending kerahkan untuk meminta maaf.” (Anto Dwiastoro, 21 Februari 2018)

“Ke mana pun kamu pergi sejatinya kamu tidak ke mana-mana, melainkan pikiranmu yang mengembara.” (Anto Dwiastoro, 3 Maret 2018)

“Dalam memberi nasihat itu ada tanggung jawab yang berat, karena kamu harus memberi keteladanan sesuai kata-kata yang kamu sampaikan. Makanya, sebelum kamu menasihati orang lain, nasihatilah dirimu sendiri terlebih dahulu.” (Anto Dwiastoro, 4 Maret 2018)

“The usefulness of the cup is its emptiness—Cangkir berguna ketika ia kosong.” (Bruce Lee)

“Jangan tidak menyukai sesuatu dengan perasaan terisi nafsu/amarah, nanti kamu jadi berstandar ganda.” (Arifin Dwiastoro, 15 Maret 2018)

“Bagaimana kita akan mendapat kenyataan akan tuntunanNya bila tidak berani melangkah?” (Arifin Dwiastoro, 18 Maret 2018)

“Ada dua jenis orang: Yang suka pamer dan yang suka iri. Yang satu eksis karena yang lainnya. Kalau dua-duanya sudah tidak ada, media sosial kehilangan peminat.” (Arifin Dwiastoro, 19 Maret 2018)

“Kebenaran sejati, ketika kamu tuangkan dalam kata-kata, akan menjadi semu.” (Arifin Dwiastoro, 21 Maret 2018)

“Kadang, diam adalah solusi terbaik bagi masalahmu.” (Arifin Dwiastoro, 21 Maret 2018)

“Jadilah diri sendiri, terserah seluruh dunia mau bilang apa. Yang mengkritikmu toh tidak menggajimu, tidak membayarmu. Kritik itu gratis, tapi menjadi diri sendiri itu mahal.” (Arifin Dwiastoro, 23 Maret 2018)

“Siapa suruh mencontoh kelakuan saya? Jadi diri sendiri saja, Bung! Agar tidak gelisah.” (Arifin Dwiastoro, 25 Maret 2018)

“Warisan leluhur kadang tidak perlu dipelihara. Adakalanya dia datang kepadamu untuk minta agar dibuang.” (Arifin Dwiastoro, 26 Maret 2018)

“Tiap kali saya belajar hal baru, satu prinsip yang saya pegang: ‘Selama masih bikinan orang, kamu pasti bisa!’.” (Arifin Dwiastoro, 26 Maret 2018)

“Kepedulian sosial seseorang/badan usaha menunjukkan kekuatan finansialnya.” (Arifin Dwiastoro, 7 April 2018)

“Hal paling gila dari ide gilamu adalah bahwa kamu takut mewujudkannya.” (Arifin Dwiastoro, 12 April 2018)

“Jangan cemaskan perutmu, tapi cemaskan jiwamu.” (Jason Yeoh “Axian”, Asian Food Channel)

“Umur panjang ditentukan oleh gaya hidup sehat. Tapi keabadian muncul dari semangat hidup yang tidak pernah luntur.” (Arifin Dwiastoro, 24 April 2018)

“Jangan biarkan segala teori mematikan rasadiri.” (Arifin Dwiastoro, 27 April 2018)

“Sometimes, the right kind of no is better than the wrong kind of yes.” (Abby Clark, 9-1-1 series on Fox)

“’Kata orang’ walaupun benar bagi orang itu, hanya ‘setengah benar’ bagimu.” (Arifin Dwiastoro, 3 Mei 2018)

“Ketika dikatakan kepadamu, kamu belum ‘sampai’, buat apa bertahan di kendaraan itu? Tinggalkan, atau kamu ambil alih kemudinya. Kamu yang seharusnya memegang kendali atas semua rute yang kamu tempuh dan tujuanmu.” (Arifin Dwiastoro, 5 Mei 2018, 06.25 WIB)

“Teori menghasilkan ajaran. Keinsafan menghasilkan ajakan.” (Arifin Dwiastoro, 5 Mei 2018, 07.37 WIB)

“Kamu tidak usah mengikuti ajaran maupun percaya padanya, tapi tidak usah pula membencinya. Karena benci menunjukkan kamu percaya padanya.” (Arifin Dwiastoro, 5 Mei 2018, 08.42 WIB)

“Jadilah nol dalam penerimaanmu terhadap apa pun dan siapa pun. Tidak menghakimi maupun memuji.” (Arifin Dwiastoro, 6 Mei 2018)

“Kalau sukses jangan takabur. Kalau gagal juga tak kabur.” (Arifin Dwiastoro, 7 Mei 2018)

“Apa pun yang kamu makan, jangan memakannya dengan pikiran yang kusut.” (Arifin Dwiastoro, 9 Mei 2018, 22.08 WIB)

“Silaturahmi menambah rezeki, tapi jangan sekali-sekali bersilaturahmi karena ingin menambah rezeki.” (Arifin Dwiastoro, 10 Mei 2018)

“Hal terbaik dalam hidup ini adalah izinNya untuk melakukan kesalahan dan kesempatan untuk memperbaikinya.” (Arifin Dwiastoro, 11 Mei 2018)

Sukses, bahagia, cinta—sampai saya menemukan makna sejatinya, ketiga hal itu tidak saya kejar.” (Arifin Dwiastoro, 12 Mei 2018)

“Mencintai itu mudah. Yang sulit itu ‘berani mencintai’.” (Arifin Dwiastoro, 20 Mei 2018)

“Jangankan memaki sembahan-sembahan orang lain, menghancurkannya saja tidak boleh.” (Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, MetroTV 21 Mei 2018)

“Jalan yang lurus, mulus, dan mapan itu membosankan, juga mengikis kepekaan rasa.” (Arifin Dwiastoro, 26 Mei 2018)

“Pemimpin yang ideal adalah yang bisa ngemong, bukan yang jago ngomong.” (Arifin Dwiastoro, 28 Mei 2018)

“There will always be dark days until you realize that you are the li9ht.” (Arifin Dwiastoro, 29 Mei 2018—Vesak Day 2562 BE)
“Ketika aku beritahu keluargaku aku telah menjadi Buddhis (beragama Buddha), mereka menjauhiku. Ketika aku menjadi Buddha (yang tercerahkan), mereka mencintaiku.” (Ajahn Brahm)

“Dahulu, saya mencari Tuhan. Kini, saya biarkan Dia yang menemukan saya.” (Arifin Dwiastoro, 30 Mei 2018)

“Sehebat apa pun kata-katamu, mereka takkan bisa melampaui rasa yang membangun pengertian pembaca.” (Arifin Dwiastoro, 1 Juni 2018)

“Orang yang tidak bisa berkomunikasi dengan baik itu karena dia tidak pernah berkomunikasi dengan Tuhan.” (Arifin Dwiastoro, 3 Juni 2018)

“Seseorang dikenal karena citra dirinya yang terbentuk di benak orang lain. Jadi, pencitraan adalah alami dan dilakukan semua orang, tak terkecuali.” (Arifin Dwiastoro, 6 Juni 2018)

“Air dan Minyak kabarnya tidak bisa bersatu. Tapi di semangkuk mie ayam, keduanya memberi satu kelezatan.” (Arifin Dwiastoro, 7 Juni 2018)

“Bersabarlah sampai sabar itu kehilangan kesabaran.” (Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, 8 Juni 2018, pk 03.00-04.00 WIB)

“Jangan sekali-kali jadi lawan bicara. Jadilah kawan bicara.” (Arifin Dwiastoro, 13 Juni 2018)

“Politik itu bermakna ‘cara mengatur’. Jadi, jangan anti politik. Karena dalam berumahtangga pun perlu politik.” (Arifin Dwiastoro, 13 Juni 2018)

“Sehebat-hebatnya ahli komunikasi, belum hebat kalau belum mampu komunikasi lintas agama.” (Arifin Dwiastoro, 16 Juni 2018)

“Sungguh mulia orang yang tidak membenci seseorang yang tidak ia dukung.” (Arifin Dwiastoro, 17 Juni 2018)

“Jika kamu pikir masalahmu lebih berat dari siapa pun, maka jangan kamu pikir masalahmu akan terselesaikan.” (Arifin Dwiastoro, 19 Juni 2018)

“Kecuali Anda mau bikin skripsi, tesis atau disertasi, Anda tak perlu referensi untuk inspirasi.” (Arifin Dwiastoro, 21 Juni 2018)

“Pisau bukan senjata; ia menjadi senjata hanya ketika orang memakainya utk tujuan itu.” (Arifin Dwiastoro, 22 Juni 2018)

“Mereka yang mengandalkan ‘gaji tetap’ lupa bahwa hidup tidaklah tetap.” (Arifin Dwiastoro, 26 Juni 2018)
“Hidup itu sebuah lelucon. Sampai kita kehilangan selera humor kita.” (Arifin Dwiastoro, 26 Juni 2018)

“Masih terus latihan SBMPTn (Sabar Berserah Manut Pada Tuhan).” (Arifin Dwiastoro, 3 Juli 2018)

“Tiap masalah ada jalan keluarnya. Benar, tapi hanya jika menghadapinya dengan sabar, tawakal, ikhlas, dan berani.” (Arifin Dwiastoro, 6 Juli 2018)

“Saya tidak perlu membuktikan apa pun ke siapa pun. Saya hanya mau membuktikan saya mampu hanya kepada diri saya sendiri.” (Arifin Dwiastoro, 9 Juli 2018)

“Perlakuan Nazi terhadap mereka dulu telah membuat kaum Yahudi kini kuat dan tangguh. Badai hebat membuat pohon kuat.” (Arifin Dwiastoro, 10 Juli 2018)

“Masalah dengan orang-orang yang kelamaan tinggal di suatu tempat adalah mereka menjadi seperti ikan laut yang tidak tahu laut itu seperti apa.” (Arifin Dwiastoro, 22 Juli 2018)

“It doesn’t take a hero to order men into battle. It takes a hero to be one of those men who goes into battle.” (Gen. Norman Schwarzkopf, USA Ret.)

Berserah diri itu bukan aktif atau pasif, tapi tergantung bimbinganNya yang datang pada totalitas penyerahan diri kita tanpa ini-itu. BimbinganNya itulah bisa berupa gerak usaha, tapi bisa juga dengan kehendakNya diam kita menjadi saluran rezekiNya.” (Arifin Dwiastoro, 28 Juli 2018)

“Jadi, yang masuk SUBUD itu dua jenis orang: Dia yang dasar agamanya tidak kuat dan dia yang ilmu agamanya sangat mumpuni sehingga yakin bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa mampu berbuat apa saja dan manusia hanya harus berserah diri kepada kehendakNya.” (Arifin Dwiastoro, 29 Juli 2018)

“Bekerjalah dengan tuntunanNya yang terbarukan setiap saat. Bukan dengan patokan baku yang begitu saja selamanya.” (Arifin Dwiastoro, 30 Juli 2018)

“Di titik tertentu dalam proses spiritual/kejiwaan, kita bisa ngomong atau berbuat ‘porno tanpa parno’.” (Arifin Dwiastoro, 3 Agustus 2018)

“Pikiran itu paling suka kemapanan dan kenyamanan. Jadi, biarpun tahu sedang terpedaya meme, pikiran tidak mau berubah haluan.” (Arifin Dwiastoro, 5 Agustus 2018)

Branding sukses adalah ketika dua orang yang bersaing tapi malah para pemujanya yang berantem di media sosial.” (Arifin Dwiastoro, 7 Agustus 2018)

“Orang gagal yang tidak mau mengakui kegagalannya biasanya marah bila apa pun yang terkait dirinya diremehkan.” (Arifin Dwiastoro, 7 Agustus 2018)

“Masa lalu kupelajari. Masa kini kulalui. Masa depan kunanti. Masa bodo kucueki.” (Arifin Dwiastoro, 8 Agustus 2018)

“Agama itu dijalani supaya kamu temukan sendiri kebenaran ajarannya. Bukannya dibahas atau dibayangkan.” (Arifin Dwiastoro, 9 Agustus 2018)

“Kamu pusing bukan karena banyak pekerjaan, tapi banyak pikiran. Tenangkan pikiranmu, lalu bekerjalah.” (Arifin Dwiastoro, 10 Agustus 2018)

“Seperti sebuah naskah, hidup harus melalui berbagai perbaikan agar sempurna. Kadang menyenangkan, tapi seringnya menyakitkan.” (Arifin Dwiastoro, 16 Agustus 2018)

“Kegagalan terburuk dalam bisnis adalah tidak pernah memulainya.” (Arifin Dwiastoro, 16 Agustus 2018)

“Keindahan hidup terletak pada pikiran yang bebas dari meme tentang kebahagiaan dan kesuksesan.” (Arifin Dwiastoro, 19 Agustus 2018)

“Wanita kalau sudah menikah makin sedikit teman prianya. Pria kalau sudah menikah makin banyak teman wanitanya.” (Arifin Dwiastoro, 21 Agustus 2018)

“Kemalasan kita untuk menghayati hakikat dari kisah pengorbanan Nabi Ibrahim membuat pembantaian berdarah itu terjadi tiap tahun.” (Arifin Dwiastoro, 22 Agustus 2018—Idul Adha 1439 H.)

“Ada dua tipe orang kaya: Dia yang diperbudak hartanya dan dia yang dilayani hartanya. Tipe pertama biasanya paling buruk silaturahminya.” (Arifin Dwiastoro, 22 Agustus 2018)

“Bangsa yang hebat adalah yang individu-individunya dapat memimpin dirinya sendiri.” (Arifin Dwiastoro, 26 Agustus 2018)

“Jangan berubah. Perbaiki diri saja.” (Arifin Dwiastoro, 30 Agustus 2018)

“Untuk mengetahui seberapa jauh kita telah melangkah, lihatlah ke belakang. Jangan ke depan.” (Arifin Dwiastoro, 1 September 2018)
Culinary Quotient (Kecerdasan Kuliner) 500: Lidah dan lambung bisa menyesuaikan diri dengan makanan setempat di mana pun berada.” (Arifin Dwiastoro, 1 September 2018)

“Keuntungan diomongi jelek oleh orang lain adalah bahwa mereka menyerap energi negatifmu. Kamu bila ikhlas saja malah makin bersih.” (Arifin Dwiastoro, 2 September 2018)

“Olahraga dan musik yang bisa mempersatukan. Politik dan makanan tidak bisa.” (Arifin Dwiastoro, 3 September 2018)

“Hidup menjadi lebih nikmat apabila kamu tidak berusaha mengerti segala sesuatu tentang Hidup.” (Arifin Dwiastoro, 5 September 2018)

“Apa pun tantangannya, jangan pernah berhenti percaya pada kemampuanmu. Ada unsur tuntunanNya di dalamnya, asal kamu percaya.” (Arifin Dwiastoro, 9 September 2018)

“Kalau kamu tidak percaya pada kemampuanmu sendiri, bagaimana Tuhan akan memberimu kesempatan?” (Arifin Dwiastoro, 9 September 2018)

“Dengan bersabar dengan diri sendiri, kamu akan bisa bersabar dengan orang lain.” (Arifin Dwiastoro, 10 September 2018)

“Saya pengelana masa lalu yang membawa saya ke masa depan dengan menjalani hidup masa kini.” (Arifin Dwiastoro, 11 September 2018)

“Apa pun yang kamu lakukan, jangan karena didikte oleh ajaran, lingkungan, atau keadaan. Ikuti tuntunan pribadimu.” (Arifin Dwiastoro, 11 September 2018)

A historian is someone who writes history until someday he’s history.” (Arifin Dwiastoro, September 11, 2018—RIP Peter Kasenda)

“Tradisi agama langgeng karena pikiran memang senang di zona nyaman. Berbeda dengan jalan spiritual yang serba tidak pasti.” (Arifin Dwiastoro, 12 September 2018)

“Kemunduran di jalan yang benar lebih baik daripada kemajuan di jalan yang salah.” (Arifin Dwiastoro, 13 September 2018)

“Yang mementingkan ego cenderung bego.” (Arifin Dwiastoro, 19 September 2018)

“Jangan percaya katanya. Berpeganglah pada kanyatan (kenyataan).” (Arifin Dwiastoro, 19 September 2018)

“Berusaha keras bukan bekerja keras, tapi melakukan apa saja yang dibimbing olehNya untuk kamu lakukan dalam mencapai apa yang kamu tuju.” (Arifin Dwiastoro, 20 September 2018)

“Di saat kamu berpikir kamu sudah sampai, di saat itulah kamu tersesat.” (Arifin Dwiastoro, 21 September 2018)

“Kamu tidak akan pernah bisa mendekati Tuhan, selama pikiranmu masih dipenuhi ajaran-ajaran lama tentang eksistensiNya.” (Arifin Dwiastoro, 21 September 2018)

“Yang dalam menghidupi yang luar atau yang luar menghidupi yang di dalam? Tentukan pilihanmu.” (Arifin Dwiastoro, 22 September 2018)

“Dulu, pekerjaan dan karya adalah kebanggaan saya. Kalau sekarang, waktu bermain yg lebih banyak.” (Arifin Dwiastoro, 22 September 2018)

“Jalani hidupmu dengan keinsafan pribadi. Jangan ikut-ikutan, karena yang cocok bagi orang lain belum tentu pas bagimu.” (Arifin Dwiastoro, 23 September 2018)

“Hidup itu dirayakan, bukan direcoki.” (Arifin Dwiastoro, 23 September 2018)

“Cinta memang bukan untuk dimiliki. Ia adalah energi yang akan semakin kuat bila dilepas bebas ke alam semesta. Ia menghapus derita, dan menyuburkan damai di setiap hati yang merindukannya.” (Arifin Dwiastoro, 23 September 2018)

“Banyak orang mengklaim percaya Tuhan Maha Bisa, tapi begitu menyaksikan kejadian tak terduga mereka berkomentar: ‘Kok bisa?!’.” (Arifin Dwiastoro, 24 September 2018)

“Kalau kuman saja merupakan petunjukNya, bagaimana mungkin kamu bisa tersesat, kecuali oleh persepsimu?” (Arifin Dwiastoro, 26 September 2018)

Cinta itu pasrah. Benci itu pertanda hatimu tak bisa bersujud tawakal.” (Arifin Dwiastoro, 26 September 2018)

“Cinta saya tidak pernah habis. Ada yang benci saya, saya tetap mencintainya. Saya jadi lebih sehat karena penyakit saya diserap olehnya.” (Arifin Dwiastoro, 29 September 2018)

“Kata-kata nasihat itu hanya memuaskan akal pikir. Yang memuaskan rasa adalah diam dalam sabar, tawakal, dan ikhlas.” (Arifin Dwiastoro, 12 Oktober 2018)

“Rasa melampaui kata-kata yang terbaca. Jadi, kalau cepat baper gegara satu kata, ketahuan kamu mengedepankan egomu.” (Arifin Dwiastoro, 15 Oktober 2018)

“Syariat itu sejatinya gerak hidup Nabi Muhammad yang terisi bimbinganNya. Menjadi ritual karena ditiru tanpa isi sama sekali.” (Arifin Dwiastoro, 18 Oktober 2018)

“Rezeki tidak harus berwujud materi. Rezeki datang dari Langit, sedangkan materi dari Bumi.” (Arifin Dwiastoro, 19 Oktober 2018)

“Orang yang berserah diri itu mampu mendikte, bukan didikte, oleh keadaan.” (Arifin Dwiastoro, 20 Oktober 2018)

“Kemelekatan pada sesuatu/seseorang menyebabkan baper tingkat tinggi giliran sesuatu/seseorang itu diperlakukan tidak baik.” (Arifin Dwiastoro, 21 Oktober 2018)

“Justru di saat berhenti dari segala usaha yang terbimbing akal pikir, semuanya menjadi mudah dan lancar.” (Arifin Dwiastoro, 21 Oktober 2018)

“Proses pertumbuhan spiritual: Dari PaHam menjadi HamPa.” (Arifin Dwiastoro, 25 Oktober 2018—penerimaan dalam Latihan Kejiwaan di Hall Cilandak)

Tidak ada yang tidak berguna dalam hidup ini, termasuk yang dianggap tidak berguna.” (Arifin Dwiastoro, 31 Oktober 2018)

“Pemuja Tuhan dan pembenci Tuhan punya satu kesamaan: Mereka percaya Tuhan.” (Arifin Dwiastoro, 3 November 2018)

“Rukun bukanlah ‘bersatu dalam damai’, tapi ‘hal-hal bertentangan yang saling melengkapi, saling mengisi’.” (Arifin Dwiastoro, 6 November 2018)

“Semua yang ada punya alasan yang baik untuk keberadaannya, bahkan yang dipandang tidak baik.” (Arifin Dwiastoro, 9 November 2018)

“Merek yang jangkauannya semakin luas dan mendalam, menyentuh segala lapisan cenderung kehilangan eksklusivitasnya.” (Arifin Dwiastoro, 10 November 2018)

“Sabar-tawakal-ikhlas itu hidayahNya, hanya diberi kepada orang-orang yang dimurahiNya. Tidak bisa dipelajari meski diberi contoh sekalipun.” (Arifin Dwiastoro, 11 November 2018)

Multi-tasking menghilangkan kesempatan untuk berkegiatan secara meditatif.” (Arifin Dwiastoro, 15 November 2018)

“Tidak ada kedamaian dalam kerukunan yang dipaksakan.” (Arifin Dwiastoro, 19 November 2018)

“Kaum fundamentalis agama, yang anti agama, dan mereka yang suka bicara agama bertemu di satu titik: Pemahaman agamanya dangkal.” (Arifin Dwiastoro, 20 November 2018)

“Gelap adalah sarana pengantar mencapai terang.” (Arifin Dwiastoro, 21 November 2018)

“Dengan kata ‘guru’, yang teringat selalu pengajar di sekolah. Tidak ada yang ingat eksistensi Guru Sejati di balik kecerdasan makhlukNya.” (Arifin Dwiastoro, 25 November 2018—Hari Guru Nasional)

“Story-telling has become a trend concerning mental health these days. Most of the stories told are fictitious, made as if they were real by replacing the characters in the story with the story-teller’s relatives. Anyway, it’s a good approach for many people who are not seeking the truth, but rather something that touches their inner." (Arifin Dwiastoro, November 27, 2018—commenting Nadya Holland’s posting in FB)

“Berserah diri kepada Tuhan di rumah ibadah dan pada waktu-waktu tertentu sih biasa. Yang seru berserah diri kepadaNya di kantor atau saat jalan-jalan di mall selama 24 jam.” (Arifin Dwiastoro, 28 November 2018)

“Sejarah itu mengerikan bagi mereka yang mapan di zona nyaman.” (Arifin Dwiastoro, 30 November 2018)

“Kaya tanpa usaha membawa celaka. Kaya dengan usaha tapi tidak tahu kapan cukupnya juga membawa celaka.” (Arifin Dwiastoro, 30 November 2018)

“Lebih baik dibenci, daripada takut menjadi diri sendiri.” (Arifin Dwiastoro, 1 Desember 2018)

“There is no greater failure in life than being rich in money, but poor in health.” (Anonim, 2 Desember 2018)

“Pengusaha/pebisnis tidak otomatis entrepreneur. Seorang entrepreneur mempraktikkan nilai-nilai ekonomi, sosial, dan spiritual sekaligus.” (Arifin Dwiastoro, 4 Desember 2018)

“Entrepreneurship bergerak atas dasar mengisi kekurangan di masyarakat. Bukan untuk mengisi dompet sendiri.” (Arifin Dwiastoro, 4 Desember 2018)

“Mengalirlah seperti oli. Tenang, tidak terburu-buru. Meredakan friksi-friksi dalam hidup dan menciptakan kedamaian yang awet.” (Arifin Dwiastoro, 6 Desember 2018)

“Sebagian tentang diri saya adalah image yang saya ciptakan dengan sengaja. Jadi, kalau Anda baper, Anda telah terpedaya.” (Arifin Dwiastoro, 6 Desember 2018)

“Kalau kehilangan, kita harus ikhlas, kata ustaz. Tapi ada satu kehilangan, yang tidak mungkin ikhlas. Yaitu, kehilangan ikhlas.” (Arifin Dwiastoro, 8 Desember 2018

“Dengan berserah diri, kamu akan dapat tahu di mana batas kemampuanmu.” (Arifin Dwiastoro, 9 Desember 2018)

“Berserah diri tidak ada hubungannya dengan percaya atau tidak percaya Tuhan.” (Arifin Dwiastoro, 9 Desember 2018)

“Seringnya, jarak hubungan kita dengan orang lain ditentukan oleh nilai-nilai yang kita anut. Bukan oleh tuntunan rasadiri.” (Arifin Dwiastoro, 16 Desember 2018)

“To be there when a person is soaring high is an easy relationship. To be there during hard times requires deep friendship.” (Michael A. Singer, The Surrender Experiment, hlm.131)

“Kita sekarang yang kurang adalah dzauq (rasa). Orang yang tidak punya dzauq jangan diajak bicara soal rahmatan lil ‘alamin. Rahmatan itu rasa. Kalau orang tidak punya rasa, maka tidak punya perasaan.” (KH Mustofa Bisri, “Berislam, Kita Butuh Sastra”)

“Jabatan/atribut sosial membatasi ruang gerakmu, seakan dunia ini punya ‘wilayah yurisdiksi’.” (Arifin Dwiastoro, 26 Desember 2018)

“Tak ada gunanya mengajarkan anak Anda tentang kerasnya hidup ketika Anda sudah kaya. Karena dia tidak menyaksikan kerasnya hidup Anda sebelum kaya.” (Malcolm Gladwell, David and Goliath: Ketika si Lemah Menang Melawan Raksasa (Jakarta: Gramedia, 2013)

“Kebenaran akan berkurang nilainya ketika kita selalu berusaha mencari alasan untuk keberadaannya.” (Arifin Dwiastoro, 31 Desember 2018)

No comments: