SEMALAM saya mendapat kunjungan dari satu anggota Subud dari Ranting Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Dia mengajukan banyak pertanyaan, berkonsultasi ke saya mulai dari hal kejiwaan, masalah pekerjaan, urusan keluarga, sampai perihal administrasi kependudukan. Saya terbiasa, baik saat tatap muka maupun lewat perantaraan alat komunikasi, untuk selalu dalam keadaan penenangan diri seperti ketika akan Latihan. Dengan begitu, saya mendapat bimbingan jiwa untuk menjawab pertanyaan, memberi nasihat, saran, dan/atau solusi. Perlu diketahui, saya bukan seorang pembantu pelatih. Puji Tuhan, si anggota semalam puas dengan apa yang saya berikan.
Saya sampaikan kepada si
anggota bahwa saya merasa tidak keberatan dengan dia menghubungi saya untuk
membantu dia mengatasi berbagai masalah yang tengah dia hadapi, tetapi saya
tekankan padanya bahwa seharusnya yang berada di posisi saya adalah para pembantu
pelatih yang melayani dia selama masa kandidatannya dan/atau pembantu pelatih
yang membuka dia.
Saya sendiri tidak
pernah merasa keberatan untuk membantu anggota, baik dari cabang/ranting saya
maupun cabang-cabang/ranting-ranting lain di Indonesia, karena saya paham bahwa
ketika saya “ketiban” peran layaknya seorang pembantu pelatih saya tidak boleh
menolak dan harus memasrahkannya kepada Tuhan, karena dengan begitu saya akan
mendapatkan bimbingan jiwa untuk melayani siapapun yang meminta bantuan saya.
Saya selalu teringat pada nasihat dari satu pembantu pelatih senior di
Cilandak, bahwa “untuk membantu tidak perlu menunggu menjadi pembantu dulu.”
Dalam menindaklanjuti
pemberian nasihat menyangkut masalah kependudukan, tentu saja saya teruskan
kepada saudara Subud yang sedang menjadi ketua rukun tetangga di kompleks
rumahnya, agar bantuan yang diterima si anggota Ranting Pamulang itu lebih
maksimal. Dan, puji Tuhan, ia dengan ringan membantu si anggota dari Ranting
Pamulang tersebut
Saat berinteraksi dengan
si anggota di depan rumah saya, sempat terlintas di pikiran saya: Bagaimana dengan
para pembantu pelatih dewasa ini?
Dari para anggota yang
menghubungi saya, baik secara langsung maupun via alat komunikasi dan media
sosial, saya mendapat berbagai cerita terkait para pembantu pelatih yang
kebanyakan dalam memberi penjelasan mengenai Subud saja cenderung mengedepankan
akal pikir dan nafsunya (lupa untuk meminta izin kepada YM Bapak atau meminta
bimbingan jiwanya), wawasan pengetahuan umum mereka juga minim, tidak tergerak
untuk menindaklanjuti bantuan yang sifatnya di luar tugasnya sebagai pembantu
pelatih dan tidak mampu berbicara dari jiwa ke jiwa dengan anggota-anggota yang
datang kepadanya untuk meminta bantuan?©2025
Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 3 Juni 2025
No comments:
Post a Comment