Thursday, May 16, 2024

Nilai Pelajaran Sekolah Bukan Jaminan Masa Depan Cerah

PADA 17 Mei 2024 malam, saya mengomentari status Facebook seorang saudara Subud dengan kisah masa lalu saya yang cukup menggelikan—yang tiba-tiba terlintas di ingatan saya saat saya ingin mengomentari postingannya.

Saya mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada tahun 1986, lalu tahun berikutnya saya ikut Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Saya lolos Sipenmaru 1986 dan diterima di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP; kini Universitas Negeri Jakarta/UNJ) Negeri Jakarta di Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS).

Tahun berikutnya, saat mendaftar untuk UMPTN, yang tempat pendaftarannya berlokasi di SMA Negeri 68 Jakarta Pusat, saya sempat ditolak panitianya karena kata dia percuma saya ikut UMPTN, lantaran Nilai Ebtanas Murni (NEM) saya di bawah rata-rata, sehingga menurutnya tidak mungkin saya bisa diterima di perguruan tinggi negeri (PTN).

Sambil mencibiri si panitia, saya tunjukkan kartu mahasiswa IKIP Jakarta saya sebagai bukti bahwa saya sudah diterima di PTN tahun sebelumnya meskipun NEM saya jeblok. Si panitia UMPTN heran dan berucap, “Lah, kok bisa?” Dia akhirnya mengizinkan saya mendaftar untuk menjadi peserta UMPTN.

Nyatanya, saya lolos dan diterima di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra (FS; sejak tahun 2002 menjadi Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya/FIB) Universitas Indonesia.

Moral of the Story: Usaha tidak mengkhianati hasil. Jangan biarkan nilai pelajaran sekolah menghalangi usaha Anda.©2024

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 17 Mei 2024

No comments: