Jalan desa di sepanjang persawahan Dukuh Klurahan. |
DIBILANG terpencil tidak juga. Nyatanya, Dukuh Klurahan, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah dapat kita temukan dengan Google Street View, sehingga kita yang berada jauh di kota besar
dapat menyusuri sebagian jalan-jalan di dukuh tersebut dari layar komputer atau
telepon seluler kita. Yang membuat Dukuh Klurahan dapat ditelusuri di Google Street View adalah keberadaan
makam bangsawan Kraton Surakarta bernama KGPH Haryo Suryobroto, yang lebih
dikenal sebagai Kyai Langsur di kawasan yang dikelilingi persawahan itu. Makam
putra dari Pakubuwono V itu dianggap keramat sehingga sering diziarahi banyak
orang dari berbagai daerah di Sukoharjo, maupun dari tempat-tempat di luar
kabupaten itu.
Dukuh Klurahan menjadi contoh sukses
mengusir hama tikus menggunakan burung hantu Serak Jawa (Tyto alba). Setelah warga menggunakan burung hantu buat menghalau hama tikus,
produksi pertanian meningkat, pendapatan petani bertambah. Yang datang ke
kampung tersebut pun makin ramai, dari yang sekadar jalan-jalan maupun belajar
pada Kelompok Tani (Poktan) “Boga Tani” bagaimana memanfaatkan predator alami
guna mengatasi hama tikus.
Persawahan di Dukuh Klurahan. Di tengah tampah sebuah rubuha. |
Di musim penghujan, petani Dukuh
Klurahan, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa
Tengah, mulai mencangkuli dan menggenangi ladang dengan air. Ladang-ladang siap
diolah menjadi sawah, setelah sebelumnya ditanami palawija. Hujan juga penanda
bakal datang hama tikus. Di musim tanam padi, para petani harus bersiap
menghadapi populasi tikus yang membeludak. Ini mengancam tanaman petani. Guna
menghadapi ancaman ini, petani Dukuh Klurahan punya cara jitu. Mereka
memanfaatkan manuk dares Serak Jawa
sebagai predator alami untuk memberantas tikus.
“Sebelum kami tahu bahwa burung hantu
bisa digunakan untuk mengatasi hama tikus yang merusak sawah kami, kami
menempuh berbagai cara, seperti gropyokan
(ramai-ramai dan serempak memburu tikus di sawah), emposan (mengasapi sarang
tikus dengan serbuk belerang), jebakan, menanam tanaman anti tikus seperti
bintaro, dan lain-lain,” papar Pak Wied.
Di pematang sawah di dukuh yang
berlokasi di pinggir Kota Sukoharjo tersebut, berdiri tiang beton setinggi
sekitar lima meter. Tiang itu menopang rumah-rumahan mirip kandang merpati,
yang biasa disebut rubuha (rumah burung hantu). Kala siang hari, “rumah” itu
seperti tak berpenghuni. Menjelang petang, ada makhluk berwajah seperti
jantung, berparuh bengkok, keluar dari rubuha, mencari mangsa.
Pak Widodo alias Pak Wied dengan burung hantu Serak Jawa. |
Minggu, 12 Agustus 2018, saya bertemu Pak
Widodo, salah satu pengurus Poktan “Boga Tani” Dukuh Klurahan yang bertanggung
jawab atas karantina burung hantu. Dia ditemani Pak Kardiman yang bertugas
untuk pembuatan rubuha, Pak Subakdo selaku hubungan masyarakat (humas) “Boga
Tani”, dan Pak Sunarno yang juga humas
kelompok tani peduli keseimbangan alam itu.
“Awalnya, PPL (Penyuluh Pertanian
Lapangan) memberitahu ada penangkaran burung hantu Tyto alba di Tlogoweru, Demak yang memanfaatkan burung hantu untuk
memberantas tikus. Enam tahun lalu kami belajar ke sana,” kata Pak Wied,
panggilan akrab Widodo.
Sepulang dari Demak, mereka mencoba
membuat rumah burung hantu sederhana secara swadaya. Rubuha itu bertiang bambu
diberi takik. Bagian atas bertengger kotak dari papan, tempat burung hantu
bersarang. Lalu, pada tahun 2012 pula datang bantuan dari sebuah perusahaan industri
tekstil yang berbasis di Sukoharjo berupa tujuh rubuha dan dua ekor burung
hantu berjenis kelamin jantan dan betina.
“Tapi itu bukan saya yang terima, tapi
lurah Sukoharjo saat itu,” jelas Pak Wied. Ia menuturkan, cikal-bakal
keterlibatan perusahaan tekstil itu dalam pelestarian burung hantu di Dukuh
Klurahan bermula dari lurah Sukoharjo, yang mengetahui ada kegiatan penangkaran
burung hantu jenis Tyto alba di Dukuh
Klurahan, lantas meminta bantuan dari perusahaan tekstil itu untuk membuat
rubuha. Pihak perusahaan tekstil pun memanfaatkan limbah kayu triplek dari
pabriknya untuk membuat rubuha-rubuha yang kemudian diserahkan ke kelompok tani
Dukuh Klurahan yang telah menginisiasi penangkaran burung hantu.
Ketujuh rubuha bantuan dari perusahaan
tekstil itu ternyata tidak pas, burung tidak dapat memasukinya, sehingga para
anggota Poktan saat itu kemudian membuatnya sendiri dari limbah kayu triplek yang
diserahkan pihak perusahaan.
“Dua ekor burung hantu jenis Tyto alba juga diserahkan perusahaan
tekstil itu, tapi tidak langsung ke sini, melainkan P3A (Perkumpulan Petani
Pemakai Air),” kisah Pak Wied.
Perusahaan industri tekstil yang
berlokasi di Kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, itu memang telah sejak awal
pendirian perusahaan memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility atau CSR)
sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat. Untuk lingkungan masyarakat, perusahaan
itu berkomitmen untuk ikut serta memajukan wilayah dan masyarakat di mana perusahaan
itu melakukan kegiatan usahanya.
Perusahaan itu juga memiliki
wilayah-wilayah binaan yang lokasinya bertetangga dengan pabrik-pabriknya.
Pabriknya di Sukoharjo memiliki empat wilayah binaan, yaitu kelurahan-kelurahan
yang masing-masing terletak di bagian utara, timur, barat, dan selatan pabrik.
Sebagai binaan, keempat wilayah tersebut memperoleh pendampingan materiil dan
moril di bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya, kemanusiaan, pertanian,
dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dukuh Klurahan di Kelurahan Sukoharjo, yang
berada di satu kecamatan dengan kompleks pabrik, yaitu Kecamatan Sukoharjo,
berlokasi di sebelah utara pabrik yang beralamat di Jl. KH Samanhudi, Jetis, Sukoharjo,
itu.
Semakin ke sini, bantuan perusahaan
tekstil itu untuk pengembangan pertanian di Dukuh Klurahan semakin kuat. Sebuah
kawasan “Rumah Harmoni Alam” dibentuk di dukuh tersebut, terpusat di bagian
kampung di mana terdapat karantina Tyto
alba yang dilakukan Poktan “Boga Tani”, di samping sebuah greenhouse untuk pengembangan Pertanian
Pekarangan Sehat sebagai demplot, dan Rumah Cacing di mana dilakukan budidaya
cacing secara produktif sebagai upaya untuk mengelola sampah pekarangan dan
sampah rumah tangga yang bersifat organik.
Di samping itu, tim CSR perusahaan
tekstil itu membantu warga Dukuh Klurahan mengembangkan perikanan terpal dan
peternakan, serta tim “Buserti” (buru sergap tikus), di mana warga yang peduli
untuk menyediakan pakan bagi Serak Jawa yang dikarantina dapat menyalurkan hobi
menembak hewan buruannya dengan menembaki tikus sawah. Semua kegiatan ini
dirancang untuk menjaga keseimbangan alam, meningkatkan kualitas lingkungan,
maupun untuk meningkatkan pendapatan petani. Rumah Harmoni Alam adalah atap
bagi kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan berbasis masyarakat.
“Awalnya, tahun 2012 itu, burung hantu
kami dapat secara swadaya. Ada dua anakan yang kami temukan di rubuha yang kami
dirikan. Kemudian, perusahaan tekstil itu menyerahkan lagi dua burung hantu. Sampai
Juni 2018 sudah berkembang biak menjadi 253 ekor,” jelas Pak Wied dengan pasti.
Serak Jawa hasil penangkaran Poktan
“Boga Tani” kini sudah menyebar untuk menjalankan tugas mereka menjaga
sawah-sawah di lima kelurahan. Pak Wied menerangkan, ada dua cara untuk
menyebarkan manuk dares tersebut,
yaitu dengan menempatkannya di rubuha-rubuha atau dengan melepasliarkannya
begitu saja di tengah sawah. Serak Jawa yang dilepasliarkan biasanya tidur di
dahan-dahan pohon terlebih dahulu, lalu mencari tempat permanen yang bebas di
area di mana mereka dilepasliarkan. “Jadi, mereka tidak akan hilang atau pergi
jauh-jauh dari sini. Mereka itu ingat rumahnya,” imbuh Pak Wied.
Keunikan Serak Jawa terletak pada
sifatnya sebagai hewan yang betah di rumah, kata Pak Wied. Mereka akan tetap
menempati rubuha sampai rubuha itu rusak. “Dia adalah hewan yang setia,” kata
Pak Wied.
Para petani Dukuh Klurahan kini berharap
adanya perhatian dari pihak pemerintah daerah yang dapat membuat peraturan yang
melarang perburuan burung hantu. Untuk menjaga kelestarian dan melindungi
keberadaan burung hantu, diperlukan payung hukum. Dengan payung hukum ini
diharapkan warga dilarang menangkap, melukai, mengangkut, dan memperniagakan
Serak Jawa hidup atau mati di seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo. Warga juga
dilarang merusak bangunan tempat tinggal burung dan ekosistemnya.
Sambil menunggu diterbitkannya peraturan
daerah yang melarang perburuan burung hantu, perangkat desa telah memasang
papan-papan pengumuman larangan menembak burung hantu di pinggir sawah.
Sosialisasi gencar dilakukan, baik lewat sekolah, karang taruna, maupun
kegiatan warga seperti tahlilan. Sementara itu, Rumah Harmoni Alam juga
menawarkan kegiatan Buserti seperti dijelaskan di atas.©2020
Pondok
Cabe III, Tangerang Selatan, 30 Maret 2020
1 comment:
selamat sore mas arifin, dengan fitra dari palangkaraya. boleh minta nomor kontak pak widodonya g ya?. berencana mau belajar ternak tyto alba juga. terimakasih
Post a Comment