“Berikan aku seorang putra, ya Tuhan, yang akan
menjadi cukup kuat untuk mengetahui kapan ia lemah, dan cukup berani untuk
menghadapi dirinya sendiri ketika ia takut, seorang yang akan merasa bangga dan
tegar saat kalah, dan rendah hati serta lemah lembut ketika meraih kemenangan.”
Ketika masih aktif menekuni seni bela diri asal Korea,
Taekwondo, hampir semua kejuaraan cabang olahraga tersebut, baik tingkat daerah
maupun nasional, saya saksikan. Selain demen melihat tendangan-tendangan yang
lincah beradu, saya juga suka memerhatikan polah sportivitas para atletnya.
Salah satu pertandingan yang saya saksikan berlangsung pada tahun 1999, yaitu
Kejuaraan Nasional Taekwondo LG Cup I di Stadion Tennis Indoor Senayan,
Jakarta. Saya ajak murid-murid dari klub Taekwondo di mana saya menjadi sabeum (instruktur).
Dalam kejuaraan tersebut, satu atlet menarik perhatian saya. Ia
mewakili Provinsi Jawa Barat. Selain teknik pertarungannya memukau dengan
tendangan-tendangan secepat kilat dan trik-trik pengelakan yang mengagumkan, si
atlet menunjukkan sportivitas yang tinggi, antara lain dengan berhenti
menyerang ketika lawannya terjatuh, menyalami dan menepuk-nepuk punggung
lawannya ketika ia dinyatakan sebagai pemenang, dan bahkan mengajukan diri
untuk menyerahkan medali emas kepada lawannya yang di babak final berhasil
mengalahkannya.
Momen itu mengajarkan saya tentang makna kemenangan. Sedari
kecil, saya diajarkan oleh lingkungan di mana saya dilahirkan dan dibesarkan,
bahwa kemenangan adalah suatu keadaan di mana seseorang berada di atas yang
lainnya, setelah ia menaklukkan orang tersebut. Selama itu, saya menganggap
bahwa itulah kebenarannya, maka saya pun menyaksikan diri sendiri maupun orang
lain senantiasa berlomba-lomba mendahului atau melampaui yang lain, tak jarang
dengan cara yang tidak sehat.
Menaklukkan orang lain, sehingga kita seorang diri menempati
suatu posisi, memang menimbulkan nikmat tersendiri. Secara emosional,
kemenangan disertai dengan perasaan bangga yang kuat dan dalam perilaku manusia
sering disertai dengan gerakan dan pose tertentu.
Wikipedia menyebutkan: Kemenangan merupakan istilah yang
diberikan pada seseorang yang berhasil dalam persaingan seperti argumen,
perang, atau ujian. Banyak lagu yang dilabeli lagu
kemenangan. Kemenangan sering tiba dengan banyak emosi. Kemenangan
biasanya diperingati setelah peristiwanya, meskipun sebagian besar tidak juga,
seperti setelah perang. Trofi merupakan tanda kemenangan yang diambil dari
pihak yang kalah, seperti senjata, atau pun bagian tubuh (seperti dalam
kebiasaan mengayau {Dayak}).
Pemaknaan kemenangan oleh Wikipedia merupakan pandangan yang
telah diterima secara umum, namun sebenarnya jauh dari makna hakikinya. Seperti
dicontohkan Taekwondoin asal Jawa Barat di atas, ia menaklukkan dirinya,
sehingga di mata penonton pun dialah yang dianggap pemenang. (Pada saat itu,
penonton memberikan standingovation baginya,
setiap kali secara simpatik ia menyalami dan menepuk-nepuk punggung lawan yang
dikalahkannya, serta ketika ia menyerahkan medali emas yang diperuntukkan bagi
lawan yang mengalahkannya di babak final.)
Jika pencapaian dunia merupakan ukuran kemenangan, maka mereka
yang materialistislah para pemenangnya. Tetapi seandainya ada yang meyakini
bahwa hakikat kemenangan itu ada pada kepuasan jiwa, maka kemenangan tak dapat
diukur dari hasil akhir sebuah perjuangan, melainkan lebih dari proses menuju
titik akhir itu. Saya dan tim-tim kreatif di sejumlah perusahaan komunikasi
pemasaran yang pernah dan masih saya arahkan merasakan kemenangan terbesar
ketika berhasil memperoleh ide yang cemerlang dan ketika mendapat kemudahan
dalam menuangkan ide tersebut ke dalam konsep kreatif yang menyeluruh dari
sebuah karya iklan.
Kepuasannya lebih besar daripada ketika karya itu berhasil
memenangkan pitching (tender) melawan perusahaan lain.
Prosesnyalah yang menarik ketimbang hasilnya, membuat bahkan sebuah kekalahan
pun terasa memuaskan, karena kami telah berbuat yang terbaik. Ini seperti apa
yang dikatakan William A. Toomey, juara decathlon Olimpiade tahun 1968: “Sebenarnya,
momen kemenangan itu luar biasa sekaligus menyedihkan, karena itu berarti
perjalanan Anda sudah berakhir.”
Pasangan dari sikap kebesaran jiwa pada diri seorang pemenang
(sebaiknya juga pada yang mengalami kekalahan) adalah sikap kerendahan hati,
sebagaimana ditunjukkan Taekwondoin Jawa Barat di atas. Semakin rendah hati
seseorang, semakin tinggi kemenangan yang dicapainya. So, mari kita rayakan kemenangan atas
diri sendiri daripada atas diri orang lain.©
Lantai 7 Apartemen Citylofts Sudirman, Karet
Tengsin, Jakarta Pusat, 24 April 2012
No comments:
Post a Comment