Friday, April 11, 2025

Jangan Sok Tahu Kepada yang Sudah Berpengalaman

 

Foto: Seorang kakek tak lepas dari pemeriksaan yang dilakukan oleh tentara Belanda usai pasukan Belanda melancarkan Operasi Product pada 21 Juli 1947, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I. Sebuah pemandangan di kawasan Sumedang, Jawa Barat. (Sumber foto: Arsip Nasional Belanda)

AYAH saya mengalami zaman yang digambarkan dalam foto di atas sebagai pejuang gerilya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Beliau masuk TNI ketika baru dibentuk, tahun 1947, dan karena usia asli beliau saat itu 15 tahun (kelahiran 15 Agustus 1933) beliau palsukan menjadi 17 tahun dengan tanggal kelahiran 26 Januari 1930 (kabarnya beliau mencomot tanggal lahirnya jenderal Sekutu idola anak muda saat itu, Douglas MacArthur, yaitu 26 Januari 1888).

Ayah saya ikut bergerilya di wilayah Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah, yang merupakan tanah kelahiran beliau. Beliau lahir di Purwokerto, sebuah kota kecil di kaki Gunung Slamet. Beliau pernah berkisah ke saya bahwa nama beliau, Slamet, memang berasal dari nama gunung terbesar di Pulau Jawa itu, yang dahulu tampak siluetnya dari arah pintu depan rumah kakek saya di Desa Sumampir, Kecamatan Purwokerto Utara.

Sebelum bergabung dengan TNI, beliau adalah anggota Brigade XVII Tentara Pelajar Cie (Kompi) Purwokerto, ketika masih berstatus siswa SMA 2 Purwokerto. Karena di TNI beliau berdinas sebagai staf teritorial, beliau sering harus menyusup ke daerah musuh. Salah satu pengalaman beliau yang cukup unik adalah ketika 17 Agustus 1947, dimana beliau ditugasi untuk mengajak masyarakat di daerah yang diduduki pasukan Belanda, untuk mengadakan upacara bendera.

Menyamar sebagai petani beliau melewati barikade penjagaan di pinggir kota Purwokerto yang dijaga ketat oleh tentara Belanda. Beliau membagi-membagikan buah-buahan yang beliau bawa dalam keranjang ke para tentara Belanda, sehingga alih-alih diperiksa beliau malah dibiarkan lewat. Padahal di dasar keranjang beliau menyembunyikan senjata api. Bila ketahuan, bisa saja saat itu ayah saya langsung dieksekusi.

Pengalaman ini beliau ceritakan ke saya dengan nada tegas dan sinis ketika saya tanyakan pada 17 Agustus 1985 mengapa beliau tetap berada di rumah dan bukannya ikut upacara—saya saat itu baru pulang dari upacara bendera di sekolah. Saat itu, beliau baru pensiun dari TNI dan sepertinya kecewa dengan kurangnya penghargaan pemerintah terhadap pensiunan pejuang kemerdekaan.

“Bapak ini menerobos barikade Belanda, mempertaruhkan nyawa, hanya untuk mengerek bendera dan nyanyi Indonesia Raya. Jangan kamu ingatkan Bapak untuk upacara, Bapak sudah tahu!”©2025

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 11 April 2025