Saturday, February 1, 2025

Ruang Praktik Dukun


SAMPAI kemarin, Sabtu Wage, 1 Februari 2025, Rumah Bapak Subuh di Kalisari, Semarang, masih dibanjiri anggota yang mau Latihan di situ. Karena berangkat dari homestay di kawasan kampus Universitas Diponegoro, Tembalang, jam 07.20 dan menjemput dua pembantu pelatih sepuh Subud Purwokerto, Pak dan Bu Wardhana di Hotel Grand Candi terlebih dahulu, kami sampai Kalisari ketika belum ada pengunjung lainnya.

Begitu menjejakkan kaki di ruang tamunya, kepala saya serasa ditolehkan ke arah hallnya. Terasa dorongan untuk Latihan di situ, bukan di kamar tidur Bapak sebagaimana dambaan mayoritas anggota. Saya sudah beberapa kali ke Rumah Kalisari, belum sekalipun saya pernah Latihan di kamar Bapak, dan memang tidak ada keinginan. Pernah pada Januari 2010 saya ke Semarang bersama Mas Luthfie (kini Koordinator DPPN Pria) dan Arman (kini pembantu pelatih Cabang Jakarta Pusat), untuk meninjau kesiapan panitia dan lokasi Musyawarah Nasional PPK Subud Indonesia di sana, dan mampir ke Rumah Kalisari. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, para anggota dan pembantu pelatih Cabang Semarang yang mengantar kami bercerita tentang hal-hal heboh dan hebat berkenaan dengan Latihan di Rumah Kalisari, terutama di kamar tidur Bapak.

Mas Luthfie dan Arman menimpali dengan pengalaman mereka sendiri. Saya saat itu belum pernah ke Rumah Kalisari, tapi saya tidak percaya apapun yang mereka ceritakan. Lagipula, saya Latihan tidak mengutamakan tempat; di mana saja saya Latihan rasanya nyaman saja, walaupun vibrasinya tergantung tempatnya—naik-turun.

Setelah para wanitanya—Bu Wardhana, Mbak Lisa (istrinya Arman yang juga pembantu pelatih Jakarta Pusat) dan Mbak Novisa (pembantu pelatih Jakarta Pusat)—Latihan, di kamarnya Bapak, giliran prianya—Pak Wardhana, Arman, saya dan Pak Susilo (mantan Pembantu Pelatih Daerah Jakarta Pusat). Saya masih terus berharap dapat melakukan Latihan di hallnya, tapi nyatanya ketiga pria lainnya membelok ke kamar Bapak. Ah shit! Terpaksa saya mengikuti mereka.

Saya tidak merasakan vibrasi apapun di kamar tidur Bapak, apalagi dengan semerbak harum melati yang mengisi ruangan, yang—maaf—mengingatkan saya pada ruang praktik dukun. Latihan pun dimulai. Selama beberapa belas menit saya tidak menerima jenis Latihan yang sekuat yang saya alami di bawah kamar Bapak di Wisma Barata Pamulang. Akhirnya, saya hanya duduk bersila di lantai beralas karpet, merasakan diri saja. Saya “mendengar” teguran dari dalam diri, bahwa saya gagal menjadi diri sendiri karena tidak memenuhi bimbingan untuk Latihan di hall Kalisari.

Dalam keadaan itu, saya memohon maaf kepada Bapak, karena tidak melakukan Latihan di tempat yang sesuai dengan petunjuk yang saya terima ketika menjejakkan kaki di ruang tamu Rumah Kalisari. Usai meminta maaf, ajaibnya saya baru menerima Latihan persis di Wisma Barata. Kuat dan kencang, berucap “elshalom” yang begitu cepatnya hingga bergradasi menjadi “islam”, namun berselang-seling dengan “elshalom”. Saya pagi ini baru googling artinya “elshalom”. “El” adalah bahasa Ibrani yang adalah sebutan kaum Bani Israil untuk Tuhan, sedangkan “shalom” berarti “damai”. Tapi yang saya rasakan lucu adalah gradasi berselang-seling antara elshalom dan islam, seperti merepresentasi antara Yahudi dan Islam, dua golongan yang dewasa ini saling adu senjata.

Bagaimanapun, Latihan saya di kamar Bapak di Rumah Kalisari tidak berlangsung lama dan saya pun meninggalkan ruangan. Sebelum kembali duduk di ruang tamu, saya menoleh ke ambang pintu hallnya, membatinkan permintaan maaf karena tidak Latihan di situ.©2025

 

Graha Estetika Blok K No. 23, Semarang, Jawa Tengah, 2 Februari 2025