Monday, October 14, 2024

Subud Kata-Kata

BELAKANGAN ini, generasi pasca Bapak yang lebih muda sering mendapat teguran keras dari pengurus maupun pembantu pelatih Subud Indonesia, yang disebabkan oleh kesalahpahaman terhadap penggunaan kata-kata, di media sosial atau lingkaran-lingkaran yang terbatas (seperti di grup WhatsApp). Bahkan ketika disodorkan acuan dari ceramah Bapak, mereka menuntut “tafsiran yang benar” dari sebuah kata atau kalimat jika mereka tidak sependapat.

Apakah ditulis tangan atau diketik, tulisan mengandung kalimat-kalimat yang menyampaikan pesan kepada pembaca. Kalimat terdiri dari kata-kata, dan kata-kata tercipta dari susunan huruf-huruf.

Huruf adalah karakter dalam tulisan yang terdiri dari anggota abjad dan mewakili bunyi bahasa. Bahasa berbasis kata berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar manusia, dan bahasa merupakan produk budaya, yang tercipta melalui proses berpikir. Sebagaimana sifat pikiran yang memiliki keterbatasan, bahasa yang berbasis kata-kata tidak mampu menjangkau rasa.

Rasa tidak bisa diterjemahkan seutuhnya melalui bahasa yang tertulis. Para pejalan spiritual di masa lampau cenderung mempuisikan ekspresi kedalaman rasa mereka, karena prosa sangat terbatas dalam menarasikan yang gaib.

Subud biasanya terkait erat dengan ranah rasa. Di ranah ini tidak ada benar-salah, baik-buruk, positif-negatif, yang sebaliknya merupakan produk akal pikiran. Ketika sesuatu dianggap (oleh pikiran) sebagai salah, sementara orang lain menganggapnya benar, maka alih-alih memperdebatkannya, kedua belah pihak seharusnya merasakan diri saja. Jika cocok, silakan; jika tidak, ikhlaskan. Dengan begitu, seharusnya tidak perlu saling menyalahkan, merasa tersinggung, atau marah atau protes berkepanjangan.

Subud saat ini telah berkembang menjadi Subud yang banyak bicara, atau Subud kata-kata, di mana khususnya para pembantu pelatih sangat mudah terpengaruh oleh daya kata-kata. Saat ini, anggota Subud sangat mudah terprovokasi oleh misinformasi yang tidak disengaja atau disengaja dan sangat suka membuat kehebohan. Hanya karena kata-kata, pertengkaran tidak dapat dihindari, yang membuat kerukunan di ujung tanduk.

Di mana rasa? Mengapa para pembantu pelatih khususnya tidak lagi mengedepankan rasa dewasa ini?

Dalam sejumlah literatur tentang memetika, atau kajian meme (ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam suatu budaya, yang mereplikasi diri mereka sendiri melalui peniruan), tidak jarang merekomendasikan meditasi sebagai cara untuk menangkis serangan gagasan kata. Jadi mengapa banyak anggota Subud yang telah menerima Latihan—yang dikatakan melampaui meditasi—malah mudah dikalahkan oleh kata-kata?©2024

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 12 Oktober 2024

No comments: