BELAKANGAN
ini, udara Jakarta dan sekitarnya panas. Panas dan lembab, menyebabkan keringat
dan perasaan tidak nyaman yang tiada berkesudahan. Tidak bergerak saja menimbulkan
sumuk. Udara panasnya seakan terkungkung dalam tempurung di mana manusia
tinggal di dalamnya. Karena tidak kuat, saya pun membatin, “Ya Tuhan, berilah
hujan yang deras, yang membuat udaranya jadi sejuk.”
Dalam
sekejap, suara batin saya berujar, “Bagaimana bisa hujan turun kalau airnya
tidak dipanasi dan uapnya naik ke langit? Adanya hujan kan karena penguapan air di sumber-sumber air di bumi yang dipanasi
oleh matahari!”
Saya
tertegun dan tertawa sendiri. Tertawa karena saat kemrungsung (pikiran kalut) seperti itu, berkurang logika berpikir saya.
Dari “penerimaan”
batin itu, saya lantas merenungkan berbagai hal dalam hidup ini. Ternyata semua
hal memiliki sebab dan akibat. Adanya ini karena itu. Adanya uang dalam dompet
saya karena saya bekerja/berusaha untuk itu, tidak tiba-tiba mewujud dalam dompet
saya seperti permainan sulap. Adanya tulisan ini juga karena saya terinspirasi
udara panas yang mendera saya. Ada lain-lain sekuens seperti ini yang bisa kita
renungkan, tetapi yang jelas beginilah hukum alam itu. Hadapi dan nikmati atau
sesali berkepanjangan.
Saya
hanya bisa memujikan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas pelajaranNya yang
luar biasa.©2019
Jl.
Pondok Cabe III Gang Buntu, Tangerang Selatan, 29 Juni 2019
No comments:
Post a Comment