Saturday, July 5, 2025

Saya Ada di Mana Ketika Bapak Masih Ada?

SAYA sedang melihat postingan berjudul “Overlapping Timelines That Shouldn’t Have Happened” di akun Instagramnya Look Into History, dan menemukan slide pertamanya adalah gambar ini. Terbersit pemikiran yang mengasyikkan, yaitu “saya ada di mana ketika Bapak masih ada?” 




Ketika Bapak tutup usia pada 23 Juni 1987, saya sedang kelewat larut dalam belajar di kamar saya untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri kedua kalinya bagi saya. Saat itu, saya sebenarnya sudah kuliah di Jurusan Pendidikan Sejarah dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta, sebuah perguruan tinggi bagi calon guru. Karena saat itu menjadi guru bukan cita-cita saya—terutama karena saya demam panggung bila berdiri di depan kelas, saya memutuskan untuk mulai kembali hit the books, mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri yang sangat kompetitif--jelas bukan ajang pertarungan yang mudah bagi seseorang dengan ranking terbawah di SMA seperti saya ketika itu. Terbersit pemikiran, seandainya saya sudah masuk Subud saat itu, mungkin menjadi agak mudah bagi saya untuk mengatur pikiran saya (yang selalu saya tuding sebagai penyebab utama ketertinggalan saya dalam pelajaran selama pendidikan dasar dan menengah saya).

Periode pendidikan saya, baik di sekolah dasar, menengah maupun ketika di universitas merupakan masa-masa yang sulit bagi saya secara psikologis. Saya menjadi pribadi yang tergolong sangat tertutup. Saya bukan saja mengalami kegagalan dalam kuliah, tetapi juga dalam pergaulan sosial dan asmara. Saya merasa terkucilkan, dan diri sendiri adalah sahabat saya. Mengenang masa-masa itu, kalau boleh, saya menyesalkan mengapa saya belum menemukan Subud. Periode pendidikan dasar, menengah hingga tinggi saya adalah saat Bapak masih ada, dan saya mungkin akan memaksimalkan bertanya jawab dengan beliau dan merajinkan Latihan demi mengatasi problema psikologis saya (rendah diri yang parah).

Tapi... ya, sudahlah, masa itu sudah lewat dan saya sintas melaluinya meski belum menerima Latihan. Bagaimanapun, saya mensyukuri kenyataan bahwa saya baru menerimanya sepuluh tahun setelah saya menamatkan kuliah sarjana saya, dan saya bertekad akan membiasakan anak saya dalam hal pasrah dengan sabar, tawakal dan ikhlas, agar ia tak perlu melalui apa yang telah saya lalui dulu.©2025

 

Pondok Cabe, Tangerang Selatan, 5 Juli 2025

No comments: