SAYA sudah lama ingin membuat buku meja kopi
(coffee-table book, berisi 80% foto
yang artistik, sisanya teks) tentang Pusat Penerbangan Angkatan Laut
(Puspenerbal), yang sebagian terinspirasi oleh cerita masa kecilnya satu
saudari Subud saya, yang mengikuti tugas ayahnya, yang seorang veteran
penerbang TNI Angkatan Laut, yang pesawatnya (anti kapal selam Fairey Gannet)
yang diterbangkannya dari Inggris ke Indonesia dan sekarang menjadi monumen di
bundaran dekat gerbang ke Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda di
Sidoarjo, Jawa Timur.
Keinginan itu pun menjadi doa saya. Cara
Tuhan mengabulkannya memang “aneh”, tidak sejalan dengan akal pikir dan
kehendak saya. Saya malah mengakses TNI AL via pekerjaan “remeh”, berupa
penerjemahan booklet tentang seni
Ecoprint karya Ibu Manik Siwi Sukma Adji, istri dari Kepala Staf Angkatan Laut
(KASAL) yang sekarang. Saya mendapat pekerjaan tersebut dari satu senior saya
di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia yang kini menjabat Kepala Sub Dinas
Sejarah Angkatan Laut (Kasubdisjarah yang dinaungi Dinas Penerangan Angkatan
Laut atau Dispenal).
Lucunya, senior saya teringat saya ketika dia
melayat teman kuliah kami yang wafat, tahun 2019 lalu; padahal saya sendiri
tidak datang melayat. Singkat cerita, penerjemahan booklet tersebut memuaskan Kepala Dispenal Markas Besar TNI
Angkatan Laut (Mabesal) Cilangkap, Jakarta Timur, maupun Ibu Manik, sehingga Kadispenal
menugaskan Kasubdisjarah untuk membujuk saya agar menerima proyek penerjemahan
majalah Cakrawala (media informasi
kemaritiman yang diterbitkan Dispenal).
Kesediaan saya malah membuat Kadispenal
akhirnya juga menyerahkan desain dan produksi majalah Cakrawala versi bahasa Inggrisnya. Saya sempat membatin, “Tuhan,
aku kan minta Puspenerbal, kok Engkau ngasih aku yang lain?”
Saya pun mendengar suara batin saya: “Sudah,
jangan mengeluh. Kamu nggak tau
rencana Tuhan. Ikuti saja, jangan banyak protes!”
Saya dan tim LI9HT Brand pun mengerjakan
pesanan Dispenal Mabesal dengan sungguh-sungguh, meskipun tidak jarang makan
hati dengan gaya bekerjanya tentara yang harus serba cepat dan perfect, memperhatikan detail, dan
berjenjang.
Hasilnya, bahkan saya sendiri tidak
menyangka! KASAL, Laksamana TNI Siwi Sukma Adji memuji tim kerja LI9HT dan tim
internal Dispenal. Menurut Kadispenal, jarang sekali orang sipil dapat
mengimbangi cara bekerjanya militer, dan saya dianggap mumpuni dalam wawasan
kemiliteran khususnya angkatan laut. Karena spesialisasi saya dahulu di bangku
kuliah adalah sejarah militer dengan fokus pada angkatan darat, proyek TNI AL
ini memaksa saya belajar sambil bekerja.
Majalah yang dinamai The Horizon itu akan diluncurkan di dua tempat pada 15 Januari 2020
bertepatan dengan Hari Dharma Samudera, yang secara historis adalah tanggal
peristiwa Pertempuran Laut Aru (gugurnya Komodor Yos Sudarso): Di Sekolah Staf
dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) dan di Pangkalan Komando Armada II di Dermaga
Ujung Surabaya.
Sabtu pagi ini, saya ditelepon oleh
Kadispenal, Laksamana Pertama TNI (P) Mohammad Zaenal, yang menyampaikan
apresiasi setinggi-tingginya atas kerja keras saya bersama tim LI9HT dalam mewujudkan
The Horizon. Beliau juga mengundang
saya dan istri ke acara di Seskoal pada 15 Januari, yang terpaksa saya tolak
karena pada tanggal tersebut saya berada di Surabaya. Beliau kemudian
menanyakan apa yang bisa beliau bantu untuk saya. Saya pun mengungkapkan betapa
saya ingin membuat coffee-table book tentang Pusat Penerbangan Angkatan Laut. Beliau meminta
saya menunggu sejenak, karena beliau akan mengontak Komandan Puspenerbal, yang
berkantor di kompleks Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Juanda, Surabaya.
Setengah jam kemudian, pagi tadi ini, Kadispenal
menelepon saya lagi dan mengatakan bahwa Danpuspenerbal malah senang sekali dan
bersedia menerima saya pekan depan di Markas Komando Puspenerbal di kompleks Lanudal
Juanda. Saya kemudian me-WhatsApp Danpuspenerbal untuk membuat janji bertemu di
Surabaya.
Di situ, saya terdiam dan kemudian menangis.
Saya menyesal telah selalu berburuk sangka terhadap Tuhan, dan sering memakiNya
dalam hati. Cara Tuhan bekerja untuk mewujudkan keinginan kita tidak selalu
sejalan dengan yang kita mau, bahkan kadang membuat kita sebal padaNya.
Ternyata Tuhan memberi saya berkali-kali lipat dari apa yang saya inginkan.
Di situlah saya memahami mengapa Bapak Subuh selalu
menekankan Sabar-Tawakal-Ikhlas dan Berani mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari.©2020
GPR 3, Jl. Pondok
Cabe III, Tangerang Selatan, Banten, 11 Januari 2020
No comments:
Post a Comment