PAGI
ini, saya tiba-tiba teringat peristiwa sepele semasa saya kuliah dahulu.
Teman-teman kuliah saya di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra (sekarang Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia berasal dari berbagai daerah,
dari Sumatera Barat sampai Nusa Tenggara Timur.
Nah,
teman saya yang berasal dari daerah pedalaman Sumatera Barat suatu ketika saya
ajak sarapan di luar kampus UI Depok, Jawa Barat. Kami ke warung makan Betawi
yang menjual nasi uduk dan nasi kuning. Teman
saya heran melihat nasi kuning dijual sebagai sarapan dan spontan berkomentar: “Lho,
nasi kuning di Jakarta untuk sarapan, ya? Nasi kuning kan untuk selamatan!”
Itulah contoh meme. Di budaya
dari mana teman saya berasal, nasi kuning sudah dipatok sebagai sesajian
upacara. Dan itu terprogram di pikiran teman saya yang berulang kali mengalami
upacara di mana nasi kuning ditampilkan sebagai "sajian keramat".
Makanya dia syok menemukan nasi kuning sebagai menu sarapan. Alhasil, dia
memilih nasi uduk, alih-alih nasi kuning, karena baginya tabu makan sesajen
selamatan sebagai sajian sarapan.©
Kalibata Selatan, Jakarta, 10 November 2017
No comments:
Post a Comment