MAKANAN berjenis
camilan ini populer dengan sebutan “jajanan SD”. SD singkatan dari Sekolah
Dasar. Camilan beragam jenis itu memang banyak dijajakan di luar pagar
sekolah-sekolah dasar seantero Nusantara, dan pembelinya pun kebanyakan murid
SD saat jam istirahat atau pulang sekolah.
Meskipun
sebagian dari beragam camilan itu cukup berselera dan harganya tergolong sangat
murah, namun orang dewasa menghindarinya. Ada yang beranggapan jajanan SD tidak
terjaga kebersihan bahan dan alat masaknya, ada pula yang menganggap makanan
jalanan (streetfood) ini tidak
bergizi, menggunakan bahan aditif yang berisiko bagi kesehatan.
Tapi, satu
kawan saya—yang sebenarnya amat menggemari camilan nyeleneh ini—menghindari berada
di dekat penjual jajanan SD bukan karena kedua alasan tersebut, melainkan
karena merasa malu. Ia malu terpergok kenalan atau kerabatnya sedang membeli
camilan murahan itu, bukan karena murahannya, tapi karena dia merasa tidak
pantas berada di antara anak-anak SD yang mengerumuni para penjual jajanan SD.
Lucu tapi nyata. Ia biasanya menyuruh istrinya untuk membeli jajanan SD.
Es mambo. |
Saya
teringat ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, pada kurun waktu
1978-1980 (sebelumnya saya bersekolah dasar di Negeri Belanda). Pada masa itu,
tahu isi, bakwan (ote-ote atau bala-bala), dan es mambo mendominasi jajanan SD,
yang tersedia di kantin sekolah atau warung makan di dalam areal sekolah yang
dikelola istri dari penjaga sekolah. Di luar pagar sekolah juga ada
penjual-penjual makanan maupun permainan. Yang tersebut terakhir pernah
menimbulkan keributan antar murid maupun antara guru dan orang tua dengan si
penjual. Kabarnya, karena ada unsur judi dalam permainan tersebut.
Cilor Maklor |
Penjual makanan
berupa siomay abal-abal, bubur ayam, bakso, kerupuk mie celup (kerupuk mie keras
berwarna kuning berbentuk bundar dan ukurannya nyaris sebesar setir mobil yang
oleh penjualnya akan dicelupkan ke dalam kuah pedas untuk melunakkannya sebelum
diserahkan kepada pembeli), dan rambut nenek (kerupuk tipis nan renyah dengan
isian gulali) merupakan jajanan SD nostalgia yang dewasa ini sudah jarang
terlihat berjualan di depan pagar SD.
Papeda Telur Gulung |
Murid-murid
SD zaman sekarang lebih familiar dengan jajanan “modifikasi” yang berbahan
sederhana dan murah. Namun, ajaibnya, dari segi rasa boleh diacungi jempol. Ada
Papeda Telur Gulung (aci dililit dadar telur ayam dan puyuh), Takoyaki, Cilor
Maklor (aci telor, makaroni telor), kue leker aneka rasa (paling disukai dengan
meses, susu coklat kental manis, pisang dan/atau keju parut), tahu bulat, bola
ubi kopong, sate Taichan, mie instan dalam mangkuk plastik kecil, dan puluhan,
mungkin ratusan jenis jajanan SD lainnya, berbeda di tiap daerah.
Meskipun
berbahan sederhana dan harganya murah, serta rasanya cukup lezat,
camilan-camilan kesukaan murid sekolah dasar ini mendapat sorotan dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut catatan BPOM tahun 2015, jajanan di 2.800 sekolah dasar di
Jakarta belum tersentuh oleh lembaga tersebut. Menurut data BPOM DKI, dari
3.600 SD di ibukota, baru 800 SD saja yang sudah mendapat pembinaan mengenai sejumlah
zat berbahaya yang dapat disusupi di jajanan sekolah. Ini artinya, masih ada
2.800 SD yang belum dicek kualitas jajanannya.
Informasi
semacam ini, bagaimanapun, belum sepenuhnya berhasil mencegah anak-anak SD
untuk terus menyerbu jajanan kegemaran mereka. Selain murah, juga enak. Soal
kesehatan nomor sekian. Saya pun suka, tapi tidak mau sering-sering
mengonsumsinya, mengingat faktor higienis dan kesehatan yang dapat dipengaruhi
jajanan SD.©
Kalibata Selatan II, Jakarta, 30 Oktober2017
No comments:
Post a Comment